webnovel

Ketahuan

aku bukan pengecut, sudah begini temui saja, toh aku nggak akan mati kalo cuma menyapa. Ai berjalan mendekat ke meja karang. dia memakai setelan rapih khas menejer .

"malam kak? gimana pelayanannya?" nada suara dan gaya bicara Ai sengaja seperti saat mereka bertemu di kampus, tidak formal tapi sopan.

"malam, lumayan. kamu pemilik atau karyawan di sini?" balas Karang, terlihat Ai menutup bagian bibirnya yang tersenyum menahan tawa. tidak banyak yang tahu juga kalau restoran itu di bangun oleng lima orang mahasiswa, tak heran jika Karang juga tidak tahu. setelah menguasai tawanya, Ai ber dehem,

"aku karyawan disini, kerja paruh waktu. lumayan untuk menambah biaya hidup. oh, ya, maaf ya, kak aku menyapa kakak sama kayak di kampus, agak canggung soalnya kalau aku menyapa kakak dengan gaya formal. aku harap kakak tidak keberatan."

"oh..., karyawan yang menyapa tamunya dengan gaya seperti ini bukankah harus mendapat hukuman? duduklah sebentar, dan aku tidak akan mengadukan mu pada atasanmu." karang meletakan sendok makannya dan minum sedikit sebelum melanjutkan percakapan.

"ok, sepertinya tak masalah jika hanya sebentar." Karang melihat Ai tepat di matanya, terlihat seperti tatapan menilai, juga tatapan selidik.

"maaf kak, tapi bisa kakak berhenti menatapku seperti itu, kurang nyaman jika kakak menatapku dengan cara seperti itu." Ai mengatakan sejujurnya, benar-benar menyebalkan jika ditatap orang dengan tatapan seperti itu. serasa di kuliti.

"maaf, to the poin aja kalau gitu." saat kalimat ini meluncur dari bibir seksi karang pikiran pertama yang muncul di kepala Ai adalah 'apa aku melakukan kesalahan?', kalimat kedua karang berbunyi, "berhenti main kucing-kucingan.", sekarang yang muncul di kepala Ai, 'tamat lah sudah, benarkah secepat ini ketahuan?' kalimat ketiga karang mematahkan semua pikiran Ai sebelumnya, " segitu tertariknya kah kamu sampai meminta teman-teman mu untuk mengikuti ku selama ini, bahkan kamu bisa ada di tempat yang sama denganku saat ini, plus menyamar menjadi karyawan pula."

"hehe, kakak sadar ya di ikuti. tapi kok kakak nggak ngomong sama kami, dengan begitu setidaknya aku tahu kalau kakak sangat peka terhadap lingkungan dan aku juga berhenti meminta teman-teman ku melakukan itu." syukurlah, aku kira dia tahu kalau aku sedang menyelidiki masa lalunya. setidaknya dengan kedok ini aku tak perlu cari alasan lagi untuk bicara bahkan menemuinya.

atau jangan jangan dia menyembunyikan separuh kebenaran itu untuk dirinya sendiri, untuk menguji nyaliku dalam bertindak. itu bisa di pikirkan nanti, aku harus menjaga sikap agar dia tidak melihat k bohongan ku.

"jangan bohong, apa kamu punya maksud lain dari mengikuti ku?"

"kak karang yang baik, aku bukan lah orang yang pandai berbohong, tapi juga bukan berarti aku tak pernah memakai topeng. bukankah ini juga permainan yang kakak mainkan didepan banyak orang?" sebenarnya pertanyaan Ai menohok, tapi apa daya, dengan begini akan lebih mudah mengorek informasi langsung dari target.

"tahu, ya..., kalau begitu ayo main yang lebih seru dari ini."

main yang lebih seru, Ai mengerutkan kening berpikir kemungkinan permainan yang akan dimainkan dengan seniornya ini. setelah berpikir cukup lama dan tak menemukan jawabannya, Ai putuskan bertanya,

"main apa?"

Siguiente capítulo