webnovel

Aku akan membahagiakannya

Tanpa terasa air mata Alesha jatuh berderai, entah kenapa tapi perasaannya kini bercampur aduk. Kejadian demi kejadian yang akhir-akhir ini menimpa hidupnya bagaikan bersatu membentuk satu pusaran yang ikut membawanya terhisap bersama arus dan tenggelam.

Kemudian dengan sekali tarikan dia kembali muncul kepermukaan dan terselamatkan. Mendapatkan kesenangan tiada tara dengan bertubi-tubi, membuat jiwanya seakan tidak sanggup menampung lalu kemudian tumpah bersama air mata kebahagiaan.

Alesha masih berdiri terpaku menatap George yang kini berlutut dihadapannya, menunggu jawabannya. Mata cokelat tajam itu kini terlihat lebih cemerlang dan berbinar bagai bintang yang menerangi gelapnya malam. Disela airmata harunya Alesha tersenyum, dia lalu menunduk dan menyentuh wajah George lalu dan memintanya berdiri.

"Pangeran George, kau tidak perlu berlutut dihadapanku untuk memintaku menikah denganmu. Menjadi wanita yang kau cintai saja aku sudah merasa sangat bahagia, apalagi menjadi istrimu". Alesha mengangguk perlahan, "Yes, i will marry you". Senyum George pun merekah, dia sangat bahagia mendengar kalau Alesha juga ingin menikah dengannya.

Dia langsung memeluk erat Alesha sangat lama dan melupakan kalau ada beberapa pasang mata yang menyaksikan aksi mereka. Sampai Ayah Alesha lagi-lagi berpura-pura batuk untuk menyadarkan mereka. Serta merta George melepaskan pelukannya dan tersenyum kikuk kearah kedua orang tua Alesha.

"Nak pangeran, perlu kau ketahui kalau kalian belum muhrim jadi saya harap untuk sementara kalian jangan terlalu dekat dulu" ucap ayah Alesha dengan serius.

"Ah, maafkan saya pak, saya hanya terbawa perasaan" ucap George salah tingkah. Dia kemudian melirik Alesha meminta pembelaan tapi gadis itu hanya tersenyum lebar sambil bergelayutan di lengan ibunya.

Kemudian pembicaraan berlanjut ke persiapan pernikahan mereka. Ibu Alesha sudah sangat bersemangat kerena dalam bayangannya adalah pernikahan putrinya yang akan sangat meriah dan heboh kalau perlu pestanya diadakan tiga minggu berturut-turut.

Tapi baik George dan Alesha, mereka hanya akan mengadakan pernikahan yang privat dan sederhana saja.

"Maafkan saya Bu, tapi untuk sementara pernikahan kami jangan dirayakan dulu. Kami hanya ingin menghalalkan hubungan kami saja supaya tidak menimbulkan dosa dan fitnah. Masih banyak hal yang saya akan selesaikan dulu di inggris dan kalau semuanya sudah beres barulah kami akan mengumumkan ke khalayak dan merayakannya."

George memberikan alasannya dengan jujur karena dia takut orang tua Alesha tidak akan setuju atau bahkan tersinggung. Setiap orang tua pasti ingin memberikan yang terbaik untuk anaknya, termasuk halnya pernikahan. Mereka pastinya ingin pernikahan anaknya di saksikan orang banyak dan berbagi kebahagiaan dengan yang lain. Apalagi Putri mereka menikah dengan seorang Pangeran dan putra mahkota. Pastinya akan terasa berbeda.

"Dan Maaf kalau kesannya saya terburu-buru tapi saya ingin pernikahan kami diadakan besok saja di rumah ini. Bapak dah Ibu jangan khawatir karena semuanya sudah disiapkan. Setelah itu kami akan pulang ke inggris untuk menyelesaikan kuliah dan mengurus segala sesuatu di sana." George menambahkan. Dia melihat reaksi ibu Alesha berubah menjadi sedih, matanya terlihat berkaca-kaca. Dia semakin mendekap putrinya dengan erat seakan Alesha akan pergi selamanya.

"Ibu jangan khawatir, saya pastikan Alesha akan bahagia. Kami juga akan sering berkunjung". Ibu Alesha pun tidak sanggup menahan lagi air matanya, tapi buru-buru menghapusnya kemudian tersenyum. Suaminya lalu menggenggam tangannya menguatkan.

"Nak George harus berjanji, jangan pernah sakiti putri kami. Buatlah dia bahagia". Pinta ibu Alesha dan kembali menangis lagi. Alesha memeluk ibunya erat. "Mama... aku sayang mama"

"Mama juga sangat sayang padamu nak" Keduanya lalu menangis dan saling mendekap hangat. Lama mereka terdiam sebelum akhirnya Ayah Alesha membuka mulut.

"Baiklah, karena ini sudah larut kalian pergilah beristirahat. Nak George, kamarmu sudah disiapkan, nanti pak Karto yang akan menunjukkannya. Ingat..! kalian belum menikah, jangan macam-macam".

George hanya mengangguk dan sekali lagi melirik Alesha dengan senyum misterius. Alesha hanya melotot kearahnya.

"Alesha sayang, masuklah ke kamarmu dan istirahatlah karena besok kita akan sangat sibuk, papa dan mama kekamar dulu". ucap Pak Irawan lalu mengecup pucuk kepala Alesha dan melangkah meninggalkan mereka berdua.

"Selamat malam sayang" ucap Ibu Alesha dan berlalu dari hadapan mereka.

Alesha segera beranjak tapi dengan sigap George menarik tangan Alesha dan menghempaskannya kedalam pelukannya. Alesha pun panik dan berusaha melepaskan pelukan George.

"George, apa-apaan kamu? kan baru saja papa memperingatimu, jadi jangan aneh-aneh disini".

"Apa? ternyata kucing kecilku ini kehilangan sikap agresifnya ketika di rumah orang tuanya. Dimana sikap beranimu itu? Aku kan hanya ingin meminta ciuman sebelum tidurku". ucap George sambil terus menahan tubuh Alesha agar tidak bergerak.

"Hentikan George, papa ada didalam. Nanti dia mendengar kita. Sebentar lagi pak Karto kesini, Cepat lepaskan aku" Alesha terus berusaha lepas dari pekukan George.

"Cium aku dulu"

"Tidak sekarang George, Jangan konyol".

Tapi George tidak bergeming, dia semakin merapatkan tubuhnya ke tubuh mungil Alesha. Dia merasakan dada Alesha yang lembut menyentuh tubuhnya sehingga pria itu merasakan darahnya memanas.

George lalu menatap Alesha dengan intens. "Aku sudah tidak sabar untuk menyentuhmu Alesha" ucapnya sambil memajukan wajahnya ke bibir Alesha. Tapi terdengar suara dehem dari belakang. Mereka sontak terpisah. George pun menoleh dan terlihat seorang pria bertubuh jangkung berkumis menatap tajam kearahnya.

"Silahkan ikuti saya pangeran, saya antar kekamar. Nona juga sebaiknya masuk kamar, ini sudah larut". ucap pria itu dingin sebelum melangkah meninggalkan tempat itu.

George hanya mengangguk tanpa berkata apa-apa, dia lalu menatap Alesha meminta penjelasan tapi gadis itu hanya memberinya isyarat agar segera mengikuti pria itu. Akhirnya George hanya bisa pasrah dan berjalan gontai mengikuti pria jangkung itu.

Alesha terlihat gelisah di tempat tidurnya, dia mencoba menutup matanya berharap kantuk akan datang tapi tetap saja dia tidak biasa tidur. Pikirannya menerawang, membayangkan apa yang akan terjadi dalam hidupnya nanti. Tidak pernah terpikirkan sebelumnya semua ini akan terjadi. Semuanya seakan terass begitu cepat, masih segar diingatannya waktu dirinya menolak untuk ke inggris, dia yang saat itu hanya seorang gadis polos biasa, yang dipikirannya hanya menuntut ilmu supaya bisa berkeliling dunia dengan bebasnya kini menjelma menjadi wanita yang terobsesi cinta.

Dan sekarang dia akan menikah dengan orang yang dicintainya tapi apakah ini sudah pilihan tepat? apakah nanti dirinya tidak akan menyesal? bagaimana seandainya semua ini tidak berjalan lancar, akan seperti apa kehidupannya nanti setelah menikah? Semua pertanyaaan yang berkecamuk dalam pikirannya membuat kepalanya sedikit pusing.

Alesha lalu mencoba menutup matanya lagi tapi tiba-tiba terdengar suara ketukan dari jendela. Alesha terkejut dan sontak beranjak dari kasur, membawa vas bunga sebagai perlindungan. "Si..siapa..?!" tanyanya sambil mendekati jendela perlahan.

"Ini aku, tolong buka jendelanya" terdengar bisikan suara pria dari luar. Alesha tau kalau itu George, dia segera membuka jendela dan mendapati George sudah berdiri didepan jendela sambil tersenyum. Alesha melotot kearahnya.

"Kamu ngapain ada disitu?" ucapnya setengah berbisik, kepalanya menoleh kesana-kemari khawatir jika orang lain melihat mereka. Lagian kenapa juga pria ini nekat menyelinap ke kamarnya. pikirnya. "Kalau ada yang liat bagaimana? cepat pulang kekamarmu sana".

"Aku tidak bisa tidur" Mata George terlihat seperti mata anak anjing lucu yang sedang minta dikasihani. Alesha menjadi tidak tega.

"Ih..kamu ini, ayo masuk dulu" George pun masuk dengan senang hati sambil tersenyum lebar. Sesampainya didalam George langsung memeluk Alesha dari belakang. Menyibak rambutnya kesamping sehingga tengkuk putih mulus gadis itu terlihat.

Siguiente capítulo