Satu minggu telah berlalu Bila dan Edwin masih merahasiakan pernikahan mereka, hanya beberapa karyawan butik yang membantu pernikahan mereka yang tahu akan hal tersebut.
Akan tetapi mereka meminta orang-orang tersebut untuk diam.
Suatu sore Edwin sedang mengontrol suasana butik, walau sebenarnya ia mau menjemput Bila, sampai ia melihat sedikit masalah dengan karyawatinya.
Seorang wanita berusia 30an dengan penampilan glamour sedang memarahi karyawati yang tampak hendak menangis.
"Saya kan sudah bilang kalau saya mau baju itu, kenapa kamu kasih ke orang lain, saya bisa bayar lebih mahal" wanita itu berkata dengan nada marah "kamu perlu saya kasih pelajaran rupanya".
"Maaf tante, tapi mbak yang tadi sudah lebih dulu mengambil baju itu" karyawati malang itu mencoba membela diri.
"Tapi saya mau baju itu".
"Maaf tante".
Edwin mendekati mereka untuk mengahiri keributan itu, ia segera menyapa wanita seksi nan rupawan tersebut dengan ramah.
"Selamat sore mbak, ada maaf kalau anak buah saya melakukan kesalah, apa bisa saya bantu?".
Wanita itu menoleh ke arah Edwin, ketika melihat betapa mempeaonanya Edwin ekspresi galak wanita itu berubah jadi lemah lembut dan manjalita (ala-ala syahrini getu 😆😆😆).
"Eh....mas ganteng, iya nih si mbaknya baju inceran saya malah dikasihkan ke orang lain, jadi wajarkan kalau saya marah?" tanya wanita itu dengan nada manjah.....
"Oh....ga ga salah ko, kalau begitu biar saya yang menggantikan dia menemani mbak cantik memilih baju, tenang nanti saya kasih diacount sepesial buat mbak cantik". rayu Edwin.
"Serius mas ganteng?" jawabnya seraya memegang tangan Edwin "kalau begitu kenalan dulu ya, aku selly" tingkahnya mulai ganjen.
"Saya Edwin" jawab Edwin yang mulai risih dengan prilaku wanita itu.
"Ayooo"
Edwin menemani wanita itu keliling butik, karena ada penawaran potongan harga, dan ditemani oleh pemilik butik yang ganteng wanita itupun memborong beberapa barang, mulai dari baju, tas sampai sepatu.
Sedangkan Edwin yang memang dasarnya lihay dalam menahlukan wanita mulai menanggapi kegenitan wanita tersebut.
Mereka tampak akrap, bahkan tanpa canggung wanita itu meminta nomor telpon Edwin.
Sementara ada sepasang mata yang mengawasi mereka dari arah yang berbeda, ia tampak begitu kesal ada semburat kemarahan yang terpancar dari matanya.
Ia sebenarnya menuju lantai bawah karena salah satu pegawai butik memanggilnya untuk menenangkan wanita itu, tapi justru sekarang ia melihat suaminya sedang bergenit-genit ria dengan wanita tersebut.
Saking marahnya ketika berbalik tak segaja Bila menabrak manekin sampai iapun hampir terjatuh sehingga menimbulkan suara gaduh.
Otomatis orang-orang yang berada didekat mereka menoleh termasuk Edwin, ia tampak tersenyum tipis ketika melihat istrinya, ia tahu benar kalau Bila pasti sedang terbakar api cemburu.
Edwin membiarkan istrinya itu pergi, karena tak mungkin ia meninggalkan wanita yang sedang memborong dibutiknya tersebut.
Ia membiarkan Bila pergi dalam kemarahan bukan karena ia tak peduli, justru ia mengambil kesempatan tersebut untuk memberikan seauatu yang indah untuknya.
Beruntung Bila tak sampai jatuh, karena ada karyawati yang membantu menopang badannya, setelah merapikan manekin itu ia segera bergegas masuk ke ruangannya dengan perasaan kesal.
"Dasar cowok ganjen ga bisa lihat prempuan seksi, sudah punya istri masih kegenitan awas aja nanti kamu kak" Bila terus mengomel sambil meremas-remas dokumen dimejanya.
Tak lama kemudian dengan senyum manis menggoda tanpa dosa Edwin masuk, seolah tak terjadi apapun.
"Sayang....kerjaan kamu sudah selesai?" sapa Edwin sembari duduk di depan Bila.
"Belum" jawab ketus Bila.
"Kamu kenapa?"
"Aku baik-baik saja kok, emang kenapa?".
"Oh.....tapi aku merasa kaya ada bau-bau apa gitu" Edwin mulai meledek.
"Maksut kak Edwin?" Bila mulai kesal.
"Kaya ada yang terbakar gitu" kata Edwin sambil tersenyum jahil.
Bila tak kenjawab dan masih meremas kertas ditangannya.
"Emang kamu ga nyium bau terbakar?".
"Ga ada"
"Coba rasakan ya" edwin berdiri mendekati Bila seolah-olah sedang mengendus-endus sesuatu sampai tepat disisi Bila "hemmmm.....nih Bil disini bau terbakarnya semakin tajam".
"Kakak ngeledek, emang aku bau apa" sembari mengendus takut tubuhnya berbau tak enak.
"Aromanya tajam banget.....ini sih aroma khas, terbakar api cemburu" Edwin kembali menjahili Bila.
"Ih....kakak" tangan Bila mendarat didada Edwin bertubi-tubi.
Edwin hanya tertawa melihat tingkah kekanak-kanakan Bila, sambil mencoba menghentikan pukulan Bila.
Ahirnya dengan sigap Edwin meraih tangan Bila lalu memeluknya dengan Erat.
"Jujur kamu cemburu kan melihat aku sama mbak-mbak tadi".
"Ga".
"Bohong buktinyan dokumen dimeja kamu, kusut semua" Edwin memberikan bukti "sayang tadi dia lagi borong banyak jadi ga mungkin aku tinggalin dia, lagian kamu kan ga jatuh".
"Jadi kakak lebih mementingkan prempuan itu?" dengan kesal bila berkata sambil mencoba melepaskan pelukan Edwin.
"Lumayan sayang, dia borong banyak lho" Edwin berkata dengan masih menahan Bila dalam pelukannya.
"Kakak lepas".
"Ga mau"
"Kak...."
Ketika Bila brontak dalam pelukan Edwin tiba-tiba ciuman mesra mendarat dibibirnya dengan lembut namun terasa begitu manis.
Awalnya Bila ingin menolak ciuman itu, namun rasa hangat dan tenang dari sentuhan Edwin membuatnya luluh.
Setelah beberapa saat Edwin melepaskan ciuman itu "masih marah?"
"Kakak curang".
"Bilang aja pengen dicium".
Bila mencubit perut Edwin kemudian memeluknya.
"Bila....kamu adalah satu-satunya wanita yang aku sayang, jadi ga akan semudah itu aku tertarik pada wanita selain kamu, ingatlah walaupun aku dekat dengan wanita lain itu tak akan lebih dari sekedar teman".
"Aku percaya kak, jangan nodai kepercayaanku ya kak!".
"Ga akan cukup sekali saja kesalahanku dimasa lalu, tak akan ku ulangi lagi".
Mereka saling berpelukan untuk menenangkan satu sama lain.