webnovel

Kevin dan Lunar

"Jadi kau tidak tahu bahwa ibuku sempat bekerja sama dengan Khansa?" tanya Jhana.

"Kau mengenal Khansa?" Salma malah bertanya balik.

"Ya, tapi tidak lama, paman Eph dan ayah tidak bermitra untuk waktu yang lama. Memangnya kenapa?"

"Tidak, tidak ada. Soal bibi Zemira, bagaimana bisa dia bekerja sama dengan Khansa? Apa yang mereka lakukan?"

"Ibu meminta bantuan Khansa untuk memisahkanmu dari Arvin, tapi setelah Arvin berbicara serius pada ibu, akhirnya ibu mengubah pandangannya terhadapmu. Pembicaraan itulah yang kudengar, yang juga menyinggung tentang bagaimana hubungan ayah dan ibu berlangsung pada fase-fase awal pernikahan paksa mereka."

"Jadi itu alasannya kenapa suasana terasa berubah drastis saat aku menyebut nama Khansa di hadapan mereka," gumam Salma.

"Hah?"

"Ya ... Khansa pernah menelpon Arvin saat ponsel Arvin sedang berada di tanganku, ketika aku menjawab panggilannya, dia memutuskan sambungannya. Pada saat itu aku sama sekali tidak tahu siapa itu Khansa, dan aku memberikan ponselnya pada Arvin di hadapan Kak Bunga, Kak Raya dan Bibi Zemira, wajah mereka langsung berubah ketika aku menerangkan bahwa seseorang bernama Khansa baru saja menelpon Arvin tadi, dan semua itu terjadi di hari di mana kau di dorong oleh Kak Kevlar."

"Apa perubahan ekspresi mereka itu disebabkan oleh cerita tempo hari saat bibi Zemira bekerja sama dengan Khansa?" lanjut Salma.

"Tunggu dulu, ketika itu kau tidak mengetahui tentang Khansa, itu artinya Arvin tidak pernah bercerita tentang dirinya?" ujar Jhana, Salma hanya mengangguk.

"Arvin sangat menolak Khansa, jadi bagaimana bisa mereka menjalin komunikasi?" sambung Jhana.

"Khansa memiliki sebuah trauma tentang hubungan percintaannya di masa lalu, jadi Arvin membantunya untuk move on, begitulah yang kak Yahya jelaskan padaku," kata Salma.

"Yahya? Kau tidak mengetahuinya sendiri? Arvin tidak terbuka padamu tentang bantuan yang dia berikan untuk Khansa?"

"Tidak."

"Ok, banyak hal aneh di sini, tapi yang paling aneh, kenapa kau begitu tenang?"

"A-aku ...." Salma bingung harus menjawab apa, Jhana adalah bagian dari keluarga Dhananjaya, meskipun tidak memiliki hubungan darah, apa lagi sudah dibuang, namun Jhana tetaplah anggota di keluarga tersebut. Ia tidak mungkin mengingkari perjanjiannya bersama Arvin untuk tidak memberitahu status hubungan mereka sekarang pada keluarga mereka, jadi ia benar-benar bingung harus menjawab apa sekarang.

"Wow, apakah Khansa ini gadis yang baik? Soalnya dia mengatakan kalau dia butuh Arvin untuk membantunya move on, sementara dia berusaha menyingkirkanku bersama bibi Zemira, meskipun sekarang bibi Zemira sudah menerimaku, tapi bagaimana dengan Khansa? Gadis malang itu, apa aku aman?" Salma mengalihkan permbicaraan.

"Kubilang aku tidak mengenalnya dalam waktu yang lama, jadi waktuku untuk mengenalnya tidak cukup untuk mengetahui karakternya, lagi pula, mengapa kau mengalihkan pembicaraan?" tanya Jhana.

"Aku ... Wajar jika aku bertanya seperti itu, kan?"

"Salma, ada apa sebenarnya? Apa sesuatu terjadi padamu?"

"Kau memiliki masalah? Ceritakan saja padaku, aku siap membantu untuk mendapatkan solusi terbaik," lanjut Jhana.

"Engh ... Ah." Salma membuang nafas yang ia tahan dari tadi, sembari duduk dengan memeluk kakinya.

"Aku dan Arvin putus." Salma akhirnya memberitahu.

"Apa?" Jhana terlihat tidak menyangka.

"Dan kami berjanji untuk tidak menceritakan hal ini pada siapapun, termasuk kepada keluarga kami, tapi kau memaksaku untuk memberitahumu, dan sekarang aku melanggar perjanjian itu."

"A-aku tidak mengerti. Apa yang sebenarnya terjadi di antara kau dan Arvin? Kenapa kalian putus?"

Salma pun menceritakan semuanya pada Jhana secara lengkap, dan Jhana hanya bisa diam.

"Jadi, sampai sekarang kalian belum berbicara lagi?" tanya Jhana.

"Belum, dan kurasa tidak akan pernah berbicara lagi," jawab Salma.

"Kalian perlu berbicara serius untuk menyelesaikan masalahnya, aku yakin kalian sudah bisa tenang untuk berhadapan."

"Tidak ada lagi masalah, semuanya sudah selesai, semuanya sudah terungkap, Arvin merahasiakan beberapa hal dariku, dia tidak mempercayaiku sehingga dia tidak menceritakan hal yang seharusnya kuketahui, dan sebuah hubungan tidak akan bisa dibangun tanpa rasa percaya."

"Tapi kau harus mendengar penjelasannya, beri dia kesempatan untuk beralasan, tidak selamanya dia bersalah, kan? Aku yakin Arvin sudah mempertimbangkan segalanya, maksudku, siapa tahu dia tidak ingin menyakiti perasaanmu saat dia mengatakan kalau dia memiliki kedekatan spesial dengan gadis lain."

"Aku pikir itu tidak dibutuhkan lagi."

"Tidak, itu sangat dibutuhkan."

"Lalu apa kau bisa membayangkan bagaimana perasaanku ketika dia tidak mau mendengar penjelasanku dan malah memakiku? Tidak ada penjelasan yang diperlukan dalam masalah kami, sepertinya."

Jhana lantas terdiam. "Aku tidak hanya bisa membayangkan bagaimana perasaanmu, aku juga merasakannya."

"Huh?"

Jhana kemudian duduk di sebelah Salma. "Tidak ada yang bersedia mendengar penjelasanku saat aku dibuang dari keluarga ini. Aku tahu semua ini adalah salahku, tapi aku hanya ingin menjelaskan bagaimana semua ini bisa terjadi, tidak untuk mensucikan diriku, hanya untuk membuat mereka sadar bahwa ada yang sedang berusaha untuk mengakhiri hidup Rasyid."

"Semuanya berjalan dengan tangisan dan emosi saat itu, dan aku tidak bisa memberitahu kepada siapapun tentang Raya, termasuk Rasyid, bahkan sampai kami berpisah, aku tidak memberitahunya, sampai akhirnya bagian buruknya terjadi, dan semuanya terus memburuk sampai sekarang. Jadi yang ingin kukatakan padamu sekarang adalah, jangan biarkan emosi mengendalikan permasalahan kalian, semuanya akan berakhir buruk jika suatu permasalahan ditangani dengan emosi," sambung Jhana.

"Kami tidak emosi lagi-"

"Aku tahu. Kalian hanya gengsi."

Salma lalu terdiam.

"Cobalah berbicara baik-baik dengan Arvin. Aku bukan membelanya di sini apa lagi karena aku pernah menjadi kakaknya, aku hanya memberikan solusi terbaik bagi kalian yang bisa kuberikan, pembicaraan yang baik sangat penting untuk menemukan solusi yang terbaik bagi sebuah masalah, dan yang terjadi pada kalian sekarang, bukanlah solusi terbaik," ujar Jhana.

Salma tidak berkutik lagi, ia hanya diam dan berpikir. "Aku tahu untuk melakukannya sulit, aku sadar jika hanya ngomong saja mudah, tapi tidak untuk bertindak, tapi mencoba hal yang baik tidak salah, kan?" ucap Jhana.

"Jangan jadi Arvin yang mengabaikanmu saat kau berusaha menjelaskan bahwa kau sama sekali tidak menaruh curiga padanya, dengarlah penjelasannya, jangan ulangi kesalahannya. Ingatlah selalu, bahwa keadaan buruk di keluarga ini tercipta karena aku, sejak awal aku berusaha menang dari Raya dengan cara yang salah, menjadi liar untuk Rasyid, kupikir cara itu akan mampu menyingkirkan Raya, tapi justru aku yang tersingkirkan. Jangan, jangan sampai kau salah ambil langkah, kau memiliki banyak contoh yang seharusnya bisa jadi pembelajaran untukmu, tidak hanya aku dan Arvin, tapi juga ayahku, masa tuanya hanya dia habiskan dengan penyesalan di atas kursi rodanya. Bijaklah dalam melangkah, jadilah orang dewasa pertama bagiku yang bisa melangkah dengan sangat baik." Jhana tiba-tiba menjadi seorang penceramah handal.

Salma lantas menarik nafas panjang sambil berdiri.

"Mendapat nasihat dari orang yang sangat berpengalaman, wow ini sangat menakjubkan. Semua yang kau katakan sangat benar, tapi mungkin aku butuh waktu untuk mempertimbangkannya," kata Salma.

"Baiklah, aku akan menunggu," ujar Jhana.

Salma tersenyum. "Well, sepertinya aku tidak bisa berlama-lama di sini, aku berharap bisa membantumu dalam lebih banyak hal, tapi, aku juga masih memiliki pekerjaan. Kabari aku jika kau sudah mendapatkan apa yang kau cari dari Kak Kevlar, dan jangan ragu untuk meminta bantuanku, karena aku satu-satunya yang bersamamu."

"Pasti." Jhana membalas senyuman Salma. Salma pun kemudian turun dan tak sengaja mendengar breaking news tentang kerusuhan yang terjadi di SunMor dari suara TV yang ada di ruang tamu.

Ia mendengar nama lengkap Wanda sesaat sebelum Shirina mengganti channel, sebab yang menggunakan TV tersebut adalah kelima bocah yang tidak suka dengan berita.

'Wanda?' batin Salma. Ia lantas melihat ke atas. 'Haruskah aku memberitahunya? Tapi, apa ini adalah Wanda yang kukenal?'

Tanpa pikir panjang, Salma pun akhirnya memutuskan pergi dari mansion Dhananjaya seraya menghubungi Wanda, namun yang menjawab panggilannya malah seorang Polisi. Polisi itu lantas menjelaskan apa yang telah terjadi pada Wanda, dan ternyata berita yang di tonton oleh Mona dkk tadi sebenarnya berita tentang Wanda yang dikenalnya.

Salma pun langsung memesan ojek online dan pergi ke kantor Polisi tempat Wanda ditahan.

***

Sementara Jhana yang baru selesai mencuci pakaian akhirnya memiliki waktu untuk bersantai di kamarnya. Ia mencari nama Kevin dan Lunar Novandiro di internet, keduanya adalah orangtua Kevlar, yang mana nama Kevlar adalah paduan dari nama kedua orangtuanya.

Usaha Jhana tidak membuahkan hasil, Kevin dan Lunar ternyata bukan orang yang terkenal di suatu kalangan, sehingga mesin pencarian tidak memberikan hasil yang diinginkan oleh Jhana, bahkan keduanya tidak memiliki sosial media, sehingga hal ini semakin mempersulit Jhana untuk mencari tahu tentang Kevlar lebih dalam.

"Bagaimana bisa Bunga mau dengan Kevlar yang sepertinya tidak setara dengannya? Kukira Bunga akan mencari pasangan hidup yang jauh lebih kaya darinya," gumam Jhana. Ia pun akhirnya memutuskan untuk mencari nama Kevlar di internet, namun tidak ada artikel yang menjelaskan tentang asal usul Kevlar, ia hanya dikenal sebagai calon penerus dari semua bisnis Farzin Dhananjaya.

Kevlar juga tidak memiliki sosial media, yang artinya kesempatan Jhana untuk bisa melihat koleksi fotonya yang mungkin saja ada foto kedua orangtuanya menjadi tidak ada. Dari sini, Jhana cukup stress.

'Internet tidak bisa membantuku sama sekali, jadi cara satu-satunya yang tersisa bagiku untuk mengetahui asal usul Kevlar adalah dari Bunga, tapi aku ragu dia akan mau memberitahuku,' batin Jhana.

'Dia mau atau tidak, itu urusan nanti, yang terpenting aku sudah berbicara dengannya. Sekarang, dia sudah pulang belum, ya?' pikir Jhana.

Siguiente capítulo