webnovel

Nothing

Nothing to Talk About Anymore

"Bicarakan apa yang ingin kau ketahui. Dibandingkan mengetahui dari mulut orang lain, lebih baik bertanya langsung padaku!"

•-----•

Lee Jeno tengah meneguk wine yang tersisa sedikit. Lalu, ia memandangi seseorang di sampingnya yang sudah tertidur, ah lebih tepatnya disebabkan karena tak tahan dengan alkohol.

"Kau mabuk? Kenapa pipimu memerah eoh?" tanya Jeno sarkastik. Ia ikut menelungkupkan kepalanya di atas meja bar. Lalu, menoleh. "Kalau dilihat dari dekat, kau semakin cantik," lanjutnya dan tersenyum hingga matanya menyipit.

Sedang, Aya hanya melenguh dan sesekali tersenyum sipu. Jeno mengangkat kepalanya dan berkata, "ayo kuantar pulang. Ah, tapi bagaimana kalau ketahuan orang tuamu?"

Aya Park memang rendah toleransi terhadap alkohol. Maka dari itu, orang tuanya selalu melarangnya walau hanya sekedar mencicipi.

"Aku bawa ke apartemen atau bagaimana?" monolog Jeno. Ia mengusak rambut hitamnya kasar. "Aish! Aku lupa kalau dia tidak bisa minum!" rutuknya.

Tiba-tiba Aya beranjak dari duduknya dan berdiri dengan terhuyung. Ia menatap Jeno yang tengah duduk sambil mengernyit. "Kau melihat Mingyu?" tanyanya.

"Ah, tidak tahu? Baiklah, aku akan mencarinya sendiri," lanjutnya yang mulai melantur, sambil berjalan terhuyung-huyung. Membuat Jeno mau tak mau mengikutinya.

Dengan sigap, Jeno memapah tubuh Aya yang sudah terkulai lemas. Ia hendak menggendongnya, tapi gadis itu malah memberontak dan mengoceh tak jelas. "Kau tahu tidak! Hah?!" oceh Aya.

Aya berdiri di hadapan Jeno sambil menunjuk tepat di depan wajah pemuda itu. "Aku... sangat lelah dengan semua ini!" Gadis itu mulai cegukan. Ia menundukkan kepalanya. "Aku masih mencintainya..." lanjutnya.

Sedang, Jeno hanya memandangnya iba dan ada sedikit rasa cemburu. Ternyata sulit untuk gadis itu melepaskan cinta pertamanya. Siapa lagi kalau bukan Kim Mingyu. "Kau harus sadar Ay-ah, ayo kita pulang," sahut Jeno.

Aya menghindari Jeno, ia melangkah mundur untuk menjauh dari pemuda itu. "Tidak! Aku tidak mau pulang! Aku ingin bertemu dengannya!" Gadis itu menjadi tak terkontrol membuat Jeno sedikit kewalahan.

"Kau menyusahkan saat mabuk Ay!" gumam Jeno sambil merangkul Aya yang mulai memukul-mukul lengan kekar pemuda itu. "Lepaskan aku!" seru Aya.

Jeno tak mengindahkan teriakan Aya. Ia tetap merangkul gadis itu dan membawanya pergi dari sana. Tapi, tak sengaja mereka berdua malah berpapasan dengan Mingyu dan juga Jaehyun.

"Gyu-ya, kau Kim Mingyu 'kan?" tanya Aya sambil melepaskan dirinya dari Jeno. "Kemari kau!" lanjutnya.

Mingyu serta Jaehyun mengerutkan dahi mereka. "Dia kenapa?" tanya Jaehyun.

"Maaf chef, temanku toleransinya sangat rendah terhadap alkohol," sahut Jeno.

Aya melangkahkan kakinya dan menghampiri Mingyu. Lalu...

Plak!

Satu tamparan mendarat ke arah pipi sebelah kanan Mingyu. Belum sempat Mingyu mencerna situasi yang terjadi, tamparan berikutnya tepat ke sebelah pipi lainnya.

Mingyu memegang kedua pipinya sambil meringis. Begitu juga dengan Jeno dan Jaehyun yang dibuat terkejut bahkan sampai speechless. "Ay-ah," lirih Mingyu.

"Wae~ kau lebih memilih Yuri!" protes Aya sambil menatap Mingyu. Mereka berdua tengah berhadap-hadapan. Beruntung di sana sudah mulai sepi karena acara telah berakhir.

Mingyu menatap Aya dengan binar mata yang berkaca-kaca. Ingin rasanya ia memeluk gadis itu tapi ia tak ingin mengambil kesempatan disaat Aya sedang tidak bisa berpikir jernih. "Bicarakan apa yang ingin kau ketahui. Dibandingkan mengetahui dari mulut orang lain, lebih baik bertanya langsung padaku!" serunya.

Aya kembali mengoceh, kini dengan air mata yang mengalir tanpa bisa di cegah. "Kau tahu 'kan? Kalau aku sangat mencintaimu? Kau—" Jeno langsung merangkul Aya sebelum gadis itu semakin melantur ucapannya. Dengan sekali embusan napas kasar, Jeno membopong Aya layaknya karung beras.

Gadis itu meronta-ronta tapi tak dihiraukan oleh Jeno. Sebab, bisa menimbulkan masalah yang lebih besar dari ini. Jeno menjamin, saat sadar besok Aya akan menanggung malu akibat ulahnya sendiri.

Sedang, Mingyu menatap kepergian Jeno dan Aya dengan tatapan sendu. Ia sungguh merindukan gadis pemilik lesung pipi itu. "Jangan membuatnya berharap lebih lagi padamu Gyu," ucap Jaehyun tiba-tiba.

Mingyu menoleh ke samping kanan. "Aku tidak pernah memberinya harapan," jawabnya.

Jaehyun menggelengkan kepalanya pelan. "Baru saja, kau memberinya harapan Gyu. Tatapan matamu tidak bisa membohongi dirinya. Kau juga masih mencintainya 'kan?" sahutnya.

"Kalau soal itu, kau memang benar. Tapi, mau bagaimana lagi?" Mingyu masih tetap berdiri di tempatnya dan merenung sejenak. Tiba-tiba ia mendapat ide, ah bukan, lebih tepatnya solusi (?). "Jae, kau bisa menolongku?" tanyanya.

Jaehyun mengernyitkan dahinya. "Tidak, kau pasti akan meminta yang macam-macam. Aku tidak mau!" jawabnya cepat.

"Ayolah, demi kembalinya persahabatan kita. Tolong aku Jae," pinta Mingyu dengan memelas. Ya, beberapa jam lalu mereka berdua baru saja berdamai. Bagaimana pun, persahabatan tak akan pernah terpisah hanya karena kesalahpahaman yang tak berarti.

Terlihat Jaehyun menghela napas panjang. "Baiklah... apa yang harus kulakukan?" sahutnya sambil melangkahkan kakinya menuju parkiran dan diikuti oleh Mingyu.

"Kau hanya perlu membuat Aya bisa move on dariku. Hanya itu," jawab Mingyu sambil tersenyum lebar. Membuat Jaehyun menghentikan langkahnya. "Kau gila eoh?" protesnya.

Jaehyun menggelengkan kepalanya. "Aku tidak mau!" lanjutnya.

"Kau harus mau Jae! Ini kesempatan untukmu menyembuhkan luka. Kalau kau menolaknya, pertanda kau masih mengharapkan Yuri," sahut Mingyu membuat Jaehyun diam tak bergeming.

Setelah mempertimbangkan, akhirnya Jaehyun menganggukkan kepala. "Baiklah, tapi—"

"Oke, kau tidak perlu banyak berpikir. Cukup dekati saja dan buat dia mencintaimu. Kuyakin, kau sudah mulai menyukainya 'kan? Ini caraku agar kalian bisa dekat," potong Mingyu sambil merangkul Jaehyun dan tertawa puas. Percayalah, itu hanya topeng dibalik perasaan sesungguhnya yang Mingyu rasakan.

Mingyu masih mencintai Aya, tapi perasaannya sudah tak mungkin lagi ia perjuangkan karena titah orang tuanya adalah mutlak. Jadi, ia meyakini bahwa hanya Jaehyun yang bisa membuat Aya bahagia. Mingyu mempercayai sahabatnya.

Keesokan hari.

"Selamat pagi chef," sapa salah satu karyawan di La Bosseade pada Jaehyun. "Hm, pagi," sahutnya.

Pagi ini, Jung Jaehyun selaku executive chef di restoran tersebut tengah mempersiapkan resep andalannya untuk menu breakfast.

Jaehyun saat ini mengenakan kemeja berwarna merah marun, dengan kerah hitam. Ia meraih apron lalu ia rentangkan dan dililitkan ke pinggangnya dengan gaya khasnya. Tak lupa dengan senyum positifnya. "Baiklah, kita akan membuat black rice pudding. Let's start!" monolognya.

"Pertama, siapkan beras merah terlebih dahulu," gumamnya sambil menyiapkan bahan-bahan yang akan digunakan. "Kemudian, satu buah mangga," lanjutnya.

Tiba-tiba Johnny datang dan menyapanya. "Morning chef. Kau sedang membuat apa?" tanyanya.

Jaehyun menoleh singkat. "Kau akan tahu nanti, jangan menggangguku."

"Biar kubantu chef," ucap chef Taeyong yang baru saja tiba, lalu mengenakan apron miliknya. "Baiklah, bisa tolong ambilkan pisang, susu dan sirup hazelnut, serta markisa," sahut Jaehyun.

Taeyong mengangguk cepat. "Baik chef," jawabnya dan melaksanakan perintah sang executive chef. Sedang, Johnny hanya tersenyum kecil dan berkata, "baiklah aku tidak akan mengganggu. Pastikan aku mencicipinya nanti sebelum dihidangkan."

"Cerewet sekali, sudah sana," usir Jaehyun sambil terkekeh. Ia tengah mengambil jeruk nipis, madu dan yoghurt di tempat khusus.

Johnny menyunggingkan sebelah bibirnya. "Ck, baiklah." Ia melangkahkan kakinya menuju function order untuk mengecek orderan pagi ini. Restoran La Bosseade selalu ramai saat breakfast time.

"Ini chef, aku akan mengupas mangganya," ucap Taeyong sambil membawa bahan-bahan masakan yang diminta oleh Jaehyun.

Jaehyun mengangguk dan berkata, "kupas, lalu potong dan blender. Kemudian campurkan dengan air jeruk nipis ke dalam mangkuk." Taeyong menjalankan tugas yang diberikan chef Jaehyun.

Sedang, Jaehyun tengah memasak beras merah dan memanaskan sirup hazelnut dan parutan kelapa dalam wajan. "Chef Taeyong, tolong ambilkan madu yang kau bawa tadi," pintanya.

"Ini chef," jawab Taeyong sambil memberikan madu tersebut. Kemudian, Jaehyun mulai memblender pisang, ekstrak vanila dan susu hazelnut, lalu ia menambahkan madu ke dalamnya.

Taeyong menghampiri Jaehyun. "Markisanya untuk topping?"

"Ya, bisa tolong kau handle? Aku sedang menyipkan pendampingnya," jawab Jaehyun. "Baiklah chef," sahut Taeyong.

Saat ini di dapur terlihat dua chef senior tengah berkolaborasi dalam hal memasak. Pemandangan yang begitu mempesona bila dilihat. Jaehyun yang tengah sibuk membuat nasi merah dengan pendampingnya dan Taeyong menyiapkan topping-nya.

Setelah beberapa menit, jadilah menu utama breakfast hari ini yaitu black rice pudding.

"Sepertinya lezat chef," ucap Taeyong sambil tersenyum cerah. Jangan lupakan tatapannya yang menginginkan makanan tersebut.

Jaehyun terkekeh. "Kau boleh mencicipinya nanti chef, sudah kusiapkan untukmu dan Johnny. Ah, untuk chef Jeno juga. Apa dia sudah datang?"

"Terima kasih chef Jung. Chef Jeno mendapat shitf siang," jawab Taeyong sambil tersenyum lebar. Ia sungguh menginginkan menu andalan Jaehyun yang selalu dibicarakan orang lain. Black rice pudding cukup terkenal.

Chef Jaehyun mengangguk mengerti. "Baiklah, aku permisi kalau begitu. Tolong kirim menu ini ke B & B product. Kurasa para tamu sudah menunggu," ucapnya.

"Baik chef," jawab Taeyong.

Jaehyun melepaskan apron dan menuju ruang kerjanya. Sebelum itu, ia memerintahkan pada bawahannya untuk menyiapkan menu sarapan itu dengan sepenuh hati. Ia sudah membuat bahan utamanya, sisanya bisa dibuat oleh chef de partie.

"Baiklah, menu apa ya yang akan kubuat untuk lunch time? Ah, apa Aya akan datang lagi?" monolog Jaehyun sambil menyender di kursi ruang kerjanya.

Jaehyun menopang dagunya dengan satu tangan, kemudian ia menjetikkan jarinya. "Baiklah, aku akan membuat masakan yang akan membuat Aya tersentuh." Ia mulai melakukan misinya.

Siguiente capítulo