Perjalanan hidup, adalah suatu Misteri Illahi. Bertahan hidup, harus dengan cara yang berbeda-beda. Suatu saat nanti, akan di pahami. Jika, hidup tak selamanya sejalan dengan apa yang telah di rencanakan. Inilah jalan hidupku Mengedepankan keselamatan dari pada perasaan.
Reno Januarta
Aku berada di kamar Junior Suite di sebuah hotel berbintang lima.
Sebelumnya aku telah janjian untuk menghabiskan waktu bersamanya. Dan dua jam yang lalu, aku mendapatkan pesan darinya bahwa dia lagi mengurus sesuatu terlebih dahulu, sebelum ia menyusulku ke Hotel.
Sudah dua jam lamanya aku menunggu kehadirannya. Dan kini, yang aku tunggu sedang berada dalam pelukanku. Aku tak memungkiri jika kadang kala aku tak mampu menahan gejolak nafsuh saat bersamanya. Kecantikannya selalu saja membutakanku, apa yang dimilikinya selalu saja mengharuskanku untuk menuntaskan apa yang seharusnya di tuntaskan.
5 menit yang lalu, saat aku membuka pintu kamar. Mendapati sosok Yunita berdiri memakai dress berwarna Grey. Dengan make up tipis dan senyum manis terlukis di wajahnya, tanpa menunggu lama langsung saja aku menariknya masuk ke dalam kamar.
Aku sengaja hanya diam tanpa kata. Ku gerakkan kedua alisku, dan ternyata Yunita mengerti apa yang ku mau, dia kini telah membalas ciumanku. Aku pepet tubuh Yunita ke tembok. Memegang lengannya, meletakkan ke sisi kiri dan kanan dengan posisi terbuka, bersandar di dinding. Lalu ku hentikan ciumanku, aroma parfume yang selama ini ku kenal, terhirup dan masuk memenuhi rongga dada ini. Kemudian serangan kedua ku lancarkan. Bibirku bersarang di lehernya, mencium, menjilat, hingga kedua telingaku mendegar desahan penuh gairah darinya.
"Ohhhh Ren! Ka-kamu... uhh, sabar ihhh!" Protesnya. Aku tak memperdulikan.
Aku hanya tersenyum menyeringai, kemudian bibirku mengecupnya dengan penuh gairah, bibir, lalu berpindah ke pipi, mata dan kembali ke leher. Selanjutnya Ku julurkan lidah, bercampur air liur. Aku menjilat keseluruhan leher Yunita, hingga aku merasakan tubuhnya menggeliat. "Ohhh... Ohhhh.... Ohhhh!" Desahan-desahan kecil juga, masih saja terdengar di telingaku.
Tak lupa juga, aku menggelitik lubang telinga Yunita, baik telinga kiri dan kanan bergantian. Mendapati serangan dariku, tangannya bergerak, menyentuh kepalaku. Mengacak-ngacak rambut, saat makin intens rangsanganku meningkatkan birahinya melalui titik sarafnya.
Ini bukanlah hal yang pertama kalinya ku lakukan. Dan aku sangat mengerti, jika Yunita paling gak tahan, saat aku menyerang leher dan telinganya.
Setelah memberikan serangan pertama, aku menghentikan kegiatan sesaat. Sengaja aku membiarkannya mengambil nafas sejenak, ia menatapku dengan sayu menahan gairahnya yang telah naik.
Aku pun tersenyum tipis kepadanya.
"Reno jahat!" gumamnya malu. Aku hanya menaikkan alis.
"Loh... aku kan gak ngapa-ngapain."
Kemudian ia memanyunkan bibirnya di hadapanku. Yunita maju mendekatiku. Dua tangannya ia letakkan di dadaku. Kemudian mendorong tubuhku lembut, hingga membuatku mundur ke belakang. "Kamu tega... aku, gak akan biarin kamu diem saja," katanya.
Yunita Asmara Senyumanmu itu, selalu saja meruntuhkan pertahananku. Aku selalu saja ingin menggaulimu. Yap, nama gadis yang sedang mendorong tubuhku hingga kaki ku mentok di pinggir ranjang, adalah gadis bernama Yunita. Saat ini, walaupun udara di dalam kamar sangat sejuk dan dingin. Namun terasa panas akibat hawa tubuhku, dan juga hawa tubuh Yunita. Apalagi kalau bukan, gejolak birahi kami berdua yang membuat keringat muncul di diri kami masing-masing.
Aku tak akan menceritakan dahulu, tentang Yunita. Yang jelas, dia adalah satu-satunya perempuan yang sedang dekat denganku. Meski sudah tak terhitung lagi, mendengar ungkapan cintanya. Namun, selalu saja ku balas dengan 'Iya... Aku tau,' Hanya itu saja.
"Hayo... kenapa melamun?" Lamunanku tentangnya buyar, ketika mendengar pertanyaan darinya.
"Gak!" Maka dengan cekatan, ia memegang ujung bawah kaosku. Dengan cepat, ia menariknya ke atas. Dan meloloskan dari tubuhku, dengan bantuanku yang mengangkat kedua tangan ke atas.
"Ren... aku kangen kamu." Ia mengecup dadaku yang bidang, lalu kecupannya berpindah. Ia melakukan hal yang sama yang ku lakukan kepadanya tadi.
Leherku jadi sasaran kecupannya...
Aku sih sangat menyukai jika dia melakukan hal ini. Kebinalan Yunita terlihat di hadapanku. Yunita berubah jadi singa betina yang kepalaran. Mungkin sangat lebay jika aku mengumpamakan seperti itu. Namun, hanya seperti itu saja yang mampu ku gambarkan apa yang sedang terjadi terhadap Yunita. Sentuhannya sangat geli dan sekaligus nikmat. Apalagi saat ia menjilatnya, dan memberikan sentuhan-sentuhan erotis, membuat gairahku makin naik.
Karena tak mampu menahannya, aku melepaskan dress yang ia gunakan. Ia tak melawan, hanya diam sambil menatap wajaku genit. Satu persatu pakaian yang digunakan Yunita telah ku tanggalkan, lalu kini ia memandangku begitu sayu dan bibir yang dalam kondisi tergigit sendiri, seakan menantikan untuk ku cumbu ke sekian kalinya.
Kalem dan diam sejenak, yang ku saksikan di depan mataku saat ini. Aku membalas senyumannya, dan mata ini melirik tubuh Yunita berdiri dihadapanku. Hasil perbuatanku, yang menyisahkan Bra dan CD sebagai penutup terakhir tubuh seksi milik Yunita.
"Kenapa di lihatin mulu sih, Ren?" tanyanya malu.
"Gak kok... Pengen aja ngelihatin!" gumamku. Penisku menegang saat melihat keseluruhan tubuh Yunita. Apalagi gundukan milik Yunita, terlihat naik turun seirama nafasnya yang tersengal. Aku lalu menghela nafas, sesaat sebelum aku melangkah mendekatinya.
Jika melihat kondisi Yuanita seperti ini, orang akan menyangka dia adalah gadis yang kalem, lembut dan manja. No! Kalian salah besar. Akan ku ceritakan jika saatnya tiba.
Aku menarik tubuhnya, ku peluk dalam posisi berdiri. Aku yang juga telah bertelanjang dada, menyisahkan celana jeans penutup bagian bawahku. Yunita, menerima ciumanku dengan lembut.
Kami berpagutan, tanganku pun bergerak mengusap telungkuk belakangnya. Mengusap punggung, tanpa melepaskan bibirku dengan bibirnya. Lidah kami saling bergelitik bergantian. Memusatkan ke mulut, kemudian berganti, ku gigit lembut bibirnya karena merasa gemas.
Nafasnya ku rasakan menghembus di wajahku. Lalu, ku lepaskan ciuman ini.
Aku lalu melepas kaitan Bra dibelakang. Ceklek! Terlepas. Dan kedua talinya ku tarik ke depan. Bersamaan tubuhku sedikit mundur kebelakang. Dengan tatapan manja, Yunita meluruskan kedua lengannya ke depan. Dengan gerakan lambat, ku loloskan dua tali yang menjadi gantungan Bra melewati dua lengannya itu.
Kini, gundukan padat tak terlalu besar. Dua puting menghiasinya, begitu sedap di pandang mata. Aku tersenyum, lalu ku lempar begitu saja bra milik Yunita ke lantai.
Mungkin sih, kadang aku merasa bosan jika memikirkan untuk bersetubuh dengan Yunita. Tapi saat Yunita bertelanjang seperti ini dihadapanku, maka rasa bosan itu menghilang. Dan tergantikan untuk segera menggaulinya. Menuntaskan birahi bersamanya.
Aku kembali mendekatinya...
Tanganku bergerak, menyentuh gundukan bagian kanan. "Uhhhh Ren!" ia mendesah! Memejamkan mata, sambil merasakan remasanku di payudaranya. Setelahnya aku membungkukkan sedikit badan, lalu ku sarangkan bibirku menelungkup di kuncupnya. Lidah ini, ku putar ke arah jam. Menggelitiknya hingga ku rasakan tubuhnya menegang.
"Oughhh!." Aku tersenyum, lalu ku lakukan lagi. Kini payudara kirinya, menjadi serangan kedua ku.
Tangan Yunita tak tinggal diam...
Dia membuka resleting celana, dan menarik dua sisi hingga aku tersadar. Aku berhenti dari aktivitasku sejenak, membantunya meloloskan celana jeansku dan menyisahkan CD yang menjadi satu-satunya penutup tubuhku saat ini.
Begitupun dengan Yunita...
Ia menatapku, menggigit bibirnya sendiri. Nafasnya pun ku dengar makin tersengal, menahan gairahnya yang memuncak.
"Yuk!" Maka, aku mengangguk. Ku tarik lengannya dengan tujuan untuk berganti tempat. Dia mengerti, dan lebih dulu naik ke atas ranjang. Selanjutnya Ia berbaring terlentang di atas ranjang, dua payudara berbentuk padat, mengacung dengan dua puting dihadapanku.
Aku lalu menyusulnya naik ke ranjang, menindih tubuhnya setengah dari samping kirinya.
"Ren... aku cinta kamu!" Dia mengucapkan kalimat yang sama. Aku sih bosan mendengarnya, tapi aku tetap tak ingin memperlihatkan kepadanya. Ekspresiku masih saja seperti biasanya.
"Aku tau..." Aku membalas senyumannya, lalu ku sentuh bibirnya. Tanganku tak tinggal diam, ku gerakkan kembali untuk menyentuh titik-titik sensitifnya. Yang menjadi seranganku saat ini, adalah payudaranya. Dua payudara, dengan gemas ku permainkan.
Slurppp!!! Slurppp!!! Aku menggelitiknya, menghisapnya, kemudian tanganku bergantian meremas satu sama lainnya. Desahan makin kuat terdengar, dan memanggil-manggil namaku pun telah ia lakukan. Kini, aku makin bernafsu untuk menggaulinya.
Menikmati tubuh Yunita, yang selama ini selalu saja siap tanpa adanya protes darinya. Meski umurku cukup berbeda, namun jika dalam kondisi seperti ini. Tak layak ku panggil dia dengan panggilan kak. Cukup dengan, panggilan namanya saja.
Meskipun kemanjaannya, keceriannya, kecantikannya, tak pernah memudar. Namun selalu tak bisa membuatku menunjukkan kepadanya sesuatu yang lebih dari pada yang sekarang. Maka, ku tarik CD nya kebawah. Melorotkan melalui kedua kakinya yang ia bantu sebelumnya dengan menggerakkan kedua kakinya bergantian.
Tampak sudah, tubuh telanjang Yunita dihadapanku. Aku melirik ke bagian bawahnya, mahkota terindahnya hanya dihiasi bulu-bulu tipis yang sepertinya sengaja ia bersihkan selama ini. Yang aku ketahui, Yunita adalah gadis yang cukup bersih. Ia sangat pintar merawat dirinya, dan tak sadar sejak tadi ia menatapku penuh sayu.
Aku tersenyum sesaat. "Maaf!..." gumamku. Ia cemberut, lalu tak ku biarkan kecemberutannya berlarut. Ku sentuh kembali kedua payudaranya. Ku kecup berulang kali, dan ia pun sesekali mengerang kenikmatan. Ku gelitik kembali, dan tak mampu terhitung sudah berapa kali bergantian ku lakukan aktivitas ini.
Hingga merasa cukup, aku menurunkan seranganku. Dan kini, lidahku menjulur menjilat mulai dari pusar nya turun ke selangkangannya. Aku berganti posisi, berada dibawahnya. Berposisi tengkurap, kedua kaki berada melewati sudut ranjang. Aku tekuk kedua kakinya, dan sedikit melebarkan kedua pahanya ke sisi berlawanan.
Aku melihat vagina miliknya. Jari telunjukku seakan bergerak sendiri, menyentuhnya lembut. "Oughtttt Ren!" tubuhnya bergelinjang.
Aku menjulurkan lidahku, kemudian menjilat bibir vagina miliknya. Lalu, berganti, menghisap dalam-dalam, cairan kenikmatan miliknya yang merembes keluar dari lubang itu.
Erangan penuh gairah, makin terdengar di telingaku. Tapi aku sengaja tak menghentikan kegiatanku saat ini. Aku makin kuat menghisap-hisap vaginanya, dan sesekali menekan-nekan makin dalam dengan lidah. Sesekali, tangan kananku naik menyentuh pusarnya. Kemudian semakin naik, menyentuh payudaranya bergantian baik kanan berpindah ke kiri.
Aku meremasnya, sedangkan tangan kiriku membantu mulutku untuk memberikan kenikmatan buat Yunita dibagian bawah. "Uhhhhhhh Renooo... aakuuu mau keeeluarrr."
Aku tersenyum masih menikmati vaginanya, merasakan tubuhnya sedikit terangkat ke atas. Bersamaan, dua pangkal pahanya bergerak tak beraturan. "Rennnn... akuuuu keluarrrrr."
Betul saja, aku merasakan jika dia telah klimaks. Orgasmenya telah ia dapatkan, membuatku menghentikan kegiatanku dibawah, kemudian berangsur naik dan memposisikan tubuhku sejajar dengannya di bagian samping.
Ia menoleh. "Kamu lagi yah..." katanya.
Aku hanya mengangguk, lalu baring terlentang menghadap ke atas. Yunita bangun, kemudian menoleh ke samping. Ia pun berganti posisi. Posisi yang sama denganku sebelumnya. Namun, ia sedikit memajukan tubuhnya ke depan. Kemudian, menarik turun CD milikku.
Mengacung gagah, kala ku lirik dibagian bawah. Ia menatapnya, dan senyumannya mulai terkembang lagi. Hingga ku rasakan, CD ku telah tertanggal dan ia melemparnya begitu saja ke lantai. Tangannya lalu mulai menyentuh batang itu.
Yah seperti biasanya. Aku pastinya akan memejamkan mata. Tapi sengaja tak mengeluarkan suara. Aku menahan kenikmatan tersebut. Dan tak butuh lama, ia mengulum batang kemaluanku itu. Slurppp!!! Slurppp!!! Mau gak mau, aku tetap menikmati kuluman darinya. Lidahnya sesekali menjilat dari ujung ke pangkal. Kemudian bergantian, lalu kembali batang itu ku rasakan telah berada di dalam mulutnya.
Bibirnya yang basah, ku rasakan lembut naik turun dibawah sana. Hisapan darinya juga, makin membangkitkan semuanya. Gairahku tak lagi mampu tertahan. Maka, merasa cukup. Tanganku menahan kepalanya. "Sudah Yun, nanti aku muncrat!"
Ia tersenyum menatapku sayu. Anggukan darinya, menandakan jika saat ini kami akan masuk ke menu utama.
"Aku duluan yah!" katanya sesaat.
Kemudian, bergerak naik. Berada di atas selangkanganku, ia mengangkangi batang kemaluanku. Dengan tangannya sendiri, ia membantu memasukkan batang kemaluanku ke vaginanya. "Ohhhh Ren!" aku mendengar dia mendesah, bersamaan ujung kepala penis ini mulai masuk merengsek menembus liang vaginanya.
Sudah tak terhitung lagi, berapa kali aku menikmati vagina itu. Namun, aku tak pernah bosan dengannya. Namanya juga gratisan, iya Gak?.
Kemudian, ku rasakan ia mulai menaik turunkan tubuhnya. Jelas saja aku pastinya merasa nikmat. Vagina Yunita, begitu nikmat naik turun di bawah sana. Sesekali memejamkan mata, lalu membukanya kembali. Kata orang, merem melek gitulah.
Kedua tanganku tak tinggal diam, kini bergerak meraih dua payudaranya yang masih bergantung bebas. Ia pun memegang kedua tanganku itu. Membantu meremas miliknya.
Plok!!! Plok!!! Plok!!!
Aku melihat matanya terpejam, seiring dengan kegiatannya naik turun dibawah sana. Aku menikmati setiap kelamin kami beradu dibawah, menikmati juga pandangan mataku kepada tubuhnya yang begitu seksi.
Lengannya ku tarik, hingga membuat tubuhnya terjatuh ke dadaku. Kemudian Ia mencium bibirku.
Dan kini, berganti. Aku yang goyang naik turunkan kelaminku di dalam vaginanya. Menyerang keluar masuk, hingga terdengar makin kuat ia mengerang.
Selanjutnya aku merasakan, tubuhnya mulai bergerak ke kiri dan kanan. Lalu, ia kembali bangkit. Kedua lengannya berada di kiri dan kanan. Menopang tubuhnya, yang berganti bergoyang. Menghantam naik turun selangkangannya, karena saat-saat inilah adalah kesukaan Yunita. Mulutnya pun terbuka membentuk huruf 'O' yang menandakan sebentar lagi ia klimaks yang kedua kalinya.
Aku pun membantunya mengocok dibawah sana...
Seirama dengan naik turun vaginanya...
Hingga...
"Ohhhhhh... Reeeeeennn, aaaaku keluar lagiiiii." Bersamaan, erangannya ku dengar, dan tubuhnya bergerak-gerak ke sana kemari. Menikmati orgamsenya yang telah tiba.
Lalu, tubuh Yunita ambruk ke dadaku.
Aku memeluknya...
Berhenti menggerakkan kelaminku dibawah sana, membiarkan ia menikmati sisa-sisa orgamsenya.
Kemudian, aku berbisik kepadanya. "Gantian." Ia mengecupku sesaat.
Yunita mengangguk setelahnya, kemudian turun dari tubuhku, membuat kelamin kami terlepas.
Tanpa menunggu lama, aku bergerak menindihnya. Ku tancapkan batang kemaluanku yang masih menegang keras, menembus vagina yang makin terasa licin.
"Reno!"
Ya"
"Aku mencintaimu..." katanya kembali.
"Aku tau!" aku menjawabnya, lalu ku gerakkan naik turun selangkanganku.
Ia pun memejamkan kedua matanya, kedua lengannya pun naik melingkar di belakangku. Tak lupa aku mencium bibirnya, tanpa menghentikan genjotanku dibawah.
"Mmmffffhhhhmmmm...." PLOK!!! PLOK!!! PLOK!!!
Sambil menghentak-hentakkan kelaminku, tanganku bergerak meremas bongkahan payudaranya. Lalu, kini mulutku bergerak turun, ku bengkokkan sedikit badan, hingga mampu menggapai payudaranya.
Aku mengulumnya...
Menjilatnya, dan merasakan sensasi yang begitu luar biasa.
Genjotanku semakin kencang, kenikmatanku makin tak tertahan. Kami masing-masing. Mendesah, mengerang menyebutkan nama masing-masing juga.
Hingga, enjotanku makin tak berirama.
PLOK!!! PLOK!!! PLOK!!! Terdengar selangkangan kami beradu kencang, hingga ku peluk tubuhnya dan tak lupa mencium bibirnya.
"Mmmffhhhhhhhmm!"
Seketika aku merasakan vaginanya mencengram kuat dibawah sana.
Tak lama, aku pun melepaskan semprotan sperma ke dalam vaginanya. Croottt!!! Croottt!!!
Aku tak perduli, karena Yunita selalu mengatakan kalo ia aman. Tak akan hamil, karena dia pake alat kontrasepsi. Dan akhirnya kami klimaks bersama.
Setelah merasakan semuanya mulai mereda. "Aku mencintaimu Yunita..." Ku bisikkan di telinganya dua kata tersebut. Dan respon yang ku dapatkan, hanyalah sebuah senyuman. Yunita mengetahui kebiasaanku ini. Yah! Jika aku berhubungan badan dengan Yunita seperti ini, maka di akhir tak pernah lupa untuk ku bisikkan 'Aku Mencintaimu Yunita' Meski dia mengetahui, jika bisikan itu hanyalah ungkapan atas pencapaian orgasme ku. Karena setelahnya, aku tak lagi pernah membahas masalah cinta-cintaan tersebut.
Aku bergeser ke samping, dan berbaring di samping Yunita...
Setelah puas, maka aku dan Yunita berpelukan mesrah. Tak lupa ku kecup juga keningnya, sembari makin merapatkan pelukan ini ke tubuhnya. Karena berfikir, nanti saja kami membersihkan tubuh. Maklum, lelah banget!
~•○●○•~
Aku membiarkan Yunita tertidur, lalu aku beranjak dari ranjang menuju ke kamar mandi.
Saat aku kembali, tak lupa ku lilitkan handuk ke tubuh. Berjalan menuju ke ranjang. Sangat lembut nafasnya terdengar, dan aku sudah paham jika Yunita sudah terlelap bersamaan mimpinya yang membawanya ke sebuah alam.
Entahlah, lagian aku bukan peramal yang mengetahui apa yang sedang di mimpikan seseorang.
Aku lalu naik ke ranjang, dan kembali ke posisi sebelumnya. Memeluk tubuh Yunita, dan menyempatkan mengecup lembut kepalanya.
Semakin lama, aku merasakan jika aku tak bisa tidur.
Pikiranku di penuhi dengan berbagai hal. Benar-benar, cukup menganggu saat ini. Maka ku lepaskan pelukanku dari tubuh Yunita. Aku menutup tubuhnya dengan selimut berwarna putih. Kemudian, menggeser tubuhku bersandar di ujung ranjang berukuran king size.
Sesaat aku menoleh, dan menatap dalam-dalam wajah Yunita.
Yunita, gadis cantik...
Saat ini, ia bekerja di salah satu perusahaan swasta di ibu kota ini.
Sedangkan aku? Jauh lebih muda darinya. Banyak hal yang telah kami lalui bersama, baik hal yang buruk maupun hal yang menyenangkan. Semua menari-nari di ingataknku saat ini. Mengingat kembali, perkenalanku di awal dengannya.
Berawal, dari adanya sebuah pekerjaan dari Pak Edward.
Pak Edward, seorang laki-laki yang baik hati. Telah merawatku sejak kecil, sejak aku berusia 3 tahun.
Kala itu, aku yang masih berumur 18 tahun langsung merasakan kami berdua cukup Klop. Apalagi ketika berada di samping Yunita yang kala itu berumur 23 tahun.
Dan saat ini, ia berumur 26 tahun. Sedangkan umurku 21 tahun. Yunita, gadis dewasa, sedangkan aku masih seumuran dengan cowok yang berkuliah di semester 5-an.
Namun, perbedaan itu tak berlaku bagi kami. Setahunan lebih, hubungan ini terjalin. Entah karena apa, tiba-tiba saja setelah menyelesaikan sebuah pekerjaan bersamanya. Kami lalu, janjian bertemu di sebuah hotel.
Dan yah! Kami melakukan hubungan intim untuk pertama kalinya. Kondisi Yunita saat itu, memang sudah tak perawan lagi. Aku tak memperdulikannya, dan juga tak menanyakan siapa yang telah merebut perawannya. Toh aku sama sekali gak paham, bagaimana rasanya melakukan dengan perempuan yang masih perawan. Menurutku sama saja sih.
Oh iya! Sepenggal cerita tentangku. Mungkin aku ceritakan ke kalian saat ini.
Setelah aku tamat sekolah, aku memilih untuk membantu usaha Pak Edward. Aku cukup terlatih dengan pekerjaan yang ku geluti, bahkan hingga saat ini.
Sudah segitu saja, selebihnya nanti saja akan ku ceritakan. Dan juga apa bidang usaha Pak Edward. Aku sengaja tak melanjutkan ke perguruan tinggi, karena yah balik lagi! Aku sukanya bekerja, mendapatkan uang meski jumlahnya tak seberapa, menurutku.
Yang jelas aku cukup senang menjalani hari-hariku bersama Yunita seperti ini. Jika aku kuliah saat ini? Jika di samakan dengan cowok lain, aku seharusnya telah berada di semester lima. Seperti yang aku ceritakan di atas.
Sedangkan di umur Yunita saat ini, seharusnya ia mulai berfikir sebuah pernikahan.
Jangan salah, aku kerap kali menanyakan hal itu. Dan menyuruhnya, mencari cowok baik-baik untuk mempersunting dirinya.
Namun, alasannya Cuma satu. Ingin menunggu aku melamarnya ke kedua orang tuanya.
"Maaf Yun! Aku belum memikirkan hal itu..." gumamku sesaat. Lalu, aku kembali mengingat kedua orang tua Yunita. Mereka cukup akrab denganku. Dan tak jarang, aku mengunjungi mereka di daerah jawa barat sana.
"Hufhhhh!" Aku bingung sebenarnya dengan Yunita. Kenapa ia masih saja mengharapkanku yah?
Dan aku saja sampai saat ini, masih bingung dengan perasaanku sendiri. Aku bukan tak mencintai Yunita. Bukan juga tak menyayanginya. Yang jelas, aku selalu merindukannya. Aku selalu, membutuhkannya.
Apakah itu cinta? Atau kah hanya nafsu? Hanya tuhan yang akan menjawabnya.
Beberapa saat, aku memutar memory-ku tentang Yunita. Dan kini aku ingin mencoba memejamkan mata. Kali aja, berhasil...
Ku geser turun tubuhku, dan kembali berbaring, tak lupa ku peluk juga tubuh Yunita. Kemudian saat aku memeluknya, tubuh Yunita menggeliat. Dan kembali terdiam, dengan dengkuran halus nan lembut terdengar di telingaku. Tak lupa ku kecup keningnya, lalu tersenyum sesaat sebelum akhirnya aku memejamkan mata.
Namun...
Aku kembali membuka mata, ketika mendengar ponselku berdering.
Aku mengetahui dering tersebut, dan ponsel mana yang berdering. Senyumanku terkembang, dan meraih sebuah ponsel lawas. Nokia 8210, saat ini berada di genggamanku. Meski tak melihat nomor dari si penelfon, namun aku tau siapa yang menelfonku.
Betul, Pak Edward yang menelfonku.
"Halo Pak!"
"Kamu bersama Yunita?" Yah! Aku tak heran, jika orang sekelas Pak Edward bisa tau keberadaanku saat ini, dan juga sedang bersama siapa.
"Iya Pak Edward, ada apa?"
"Minggu depan, sebuah pekerjaan akan ku serahkan ke kamu!"
"Baik Pak!" Tumben, biasanya juga dia hanya 'SMS' doang.
"Oke, selamat beristirahat."
"Baik Pak, thanks!" Aku terdiam, setelah memutus sambungan telfonku dengan Pak Edward. Ia tadi memberitahuku untuk membantunya minggu depan. Lumayanlah, dapat ongkos lagi!
Yap! Pak Edward menginginkan aku membantunya. Karena adanya pekerjaan yang harus segera di selesaikan.
Tapi, minggu depan...