Unedited
Jam sudah menunjukan pukul sembilan ketika Alex tiba di kantornya. Ia menyesap sampai habis Americano yang ia beli di starbucks tadi dan dengan satu lemparan dari tangannya, membuangnya ke tempat sampah.
"Selamat pagi, Pak." suara parau seorang wanita menyapa Alex saat hendak masuk ke dalam ruang kerjanya.
Alex mengerutkan dahi saat melihat penyapa tersebut. "Ada apa dengan mata kamu?"
"Ah, ini? Alergi pak." Delilah berbohong.
"Alergi?" Alex menatap mata Delilah lekat.
"Iya, pak." Jawab Delilah sekali lagi tanpa menjelaskan.
'Alergi katanya? Dia pikir aku bodoh? Sweetheart, aku tahu mata bengkak merah mu ini karena habis menangis. Tapi, apa yang membuat dia menangis?' Terka Alex sembari bertanya-tanya dalam hatinya.
Alex pun mulai berasumsi sendiri. 'Jangan bilang dia menangis karena menyesali keputusannya untuk menikah denganku. Oh, No. Bisa gawat kalo begitu.' Batin Alex khawatir
"Pak, pak Alex…" suara Delilah membuat Alex tersadar dari lamunannya.
"Ha, ada apa?" tanyanya mengerjapkan mata.
"Anda baik-baik saja?"
"Memangnya ada apa dengan saya?" Alex merasa bingung dengan pertanyaan sekretarisnya itu.
"Ah, Itu. Saya panggil bapak dari tadi. Tapi bapak tidak menjawabnya." jelas Delilah
Alex kembali memandangi wanita itu mencoba memperhatikan ekspresinya dan siapa tahu bisa membaca pikirannya. Normal. Alex menghembuskan nafas lega. Ia takut sekretarisnya ini akan membatalkan kesepakatan mereka lagi.
'Apa mungkin mata bengkaknya karena alergi? Tapi kok, ah, sudahlah. Yang terpenting Delilah tidak berbuah pikiran.'
Alex lantas berbalik dan berjalan ke arah ruang kerjanya. Tiba-tiba ia menghentikan langkahnya dan membalikan badannya. "Ke ruang kerja saya. Ada yang ingin saya bicarakan." sahutnya pada Delilah.
Dengan sigap, Delilah mengikuti Alex dari belakang.
Di dalam ruang kerjanya, Alex mempersilahkan Delilah duduk. Tanpa berlama-lama Alex pun mengutarakan apa yang ingin dibicarakannya itu pada Delilah.
"Saya mau kita menikah secepatnya." tegas Alex serius dengan omongannya.
"Maksud bapak secepatnya apa?" Delilah terpengarah.
"Saya mau kita menikah bulan depan."
"Apa? Bulan depan? Apa itu tidak terlalu cepat, pak?" tanya Delilah belum siap.
"Bulan depan itu termasuk waktu yang lama bagi saya. Saya sebenarnya ingin kita melangsungkan pernikahan kita itu dua minggu depan. Tapi mengingat kamu, saya memperpanjangnya menjadi satu bulan." jelas Alex merasa sudah berkorban.
Mata Delilah terbuka lebar. Seolah tak percaya dengan apa yang baru saja Alex katakan. Alex menatap Delilah sedikit tidak suka.
'Apa? Terlalu cepat? Dia sudah tahu kalo aku harus secepatnya menikah karena kondisi eyang. Apa maksudnya reaksinya ini? Dia ingin menolakku? Tidak akan ku biarkan!' Batin Alex bertekad.