webnovel

Bertemu Jean

Jean tiba di luar gerbang dengan nafas terengah-engah. Ia mencari di sekelilingnya dan bertanya kepada semua orang apakah mereka melihat seorang gadis yang tadi menunggu berjam-jam di sana.

"Oh, ya... tadi sih ada. Dia menunggu dari siang," kata James, sang asisten sutradara. "Mungkin sekarang sudah pulang."

"Kenapa tidak ada yang memberitahuku?" tanya Jean cepat.

"Kami tak ingin kau terganggu. Kau tahu sendiri bagaimana gilanya para penggemar zaman sekarang..." jawab James sambil mengangkat bahu. Jean tak bisa menyalahkannya. Hal seperti itu memang sudah sering terjadi sebelumnya.

"Finland...!!!" Ia akhirnya berjalan keliling blok sambil memanggil nama Finland, siapa tahu gadis itu masih ada di sekitar situ dan mendengarnya. "Finlaaaand,...!!"

Setelah beberapa lama mencari Finland tanpa hasil, akhirnya ia memutuskan kembali ke set. Ia berhenti sebentar di depan gerbang dan mengamati kotak musik yang ada di tangannya. Sambil menghela napas ia lalu memasukkan kotak musik itu ke dalam saku mantelnya.

Jean baru akan berjalan masuk ketika tiba-tiba pinggangnya dipeluk dari belakang.

"Jean...."

Jean tertegun. Suara gadis ini tiba-tiba terasa familiar. Ia pernah mendengar suara Finland lewat telepon, tetapi saat itu ia baru pulih dari koma dan belum dapat mengingat dengan baik. Kini suara tersebut terdengar sangat akrab.

"Finland? Kaukah itu?" tanyanya lirih. Ia memegang tangan Finland yang memeluknya dari belakang, "Kau datang?"

Finland hanya bisa menangis tersedu-sedu. Ia sangat lega mendengar suara Jean lagi.

Jean segera berbalik dan memeluk Finland, ia pun tak kuasa menahan air mata.

"Maafkan aku... aku tidak bisa mengingatmu. Maafkan aku karena tidak bisa mengingatmu...." bisiknya berulang-ulang. "Maafkan aku... Kita mulai dari awal lagi ya..."

Untuk beberapa saat keduanya bertangisan dan menarik perhatian banyak orang yang lewat, tetapi baik Jean maupun Finland tidak peduli. Sudah hampir tiga tahun Finland terpisahkan dari Jean dan selama ini ia merasa sangat kesepian.

Jean meminta izin kepada sutradara untuk menunda syuting karena baginya pertemuan dengan Finland adalah peristiwa darurat. Jonah Smith sang sutradara mengerti dan memutuskan untuk menunda syuting bagian Jean selama beberapa hari.

"Dari mana kau tahu aku sedang di Normandy?" tanya Jean saat mereka berdua sudah duduk di dalam trailernya dan minum teh. "Oh ya... Maaf, bagaimana kabarmu?"

Finland mengurut dada karena Jean masih belum mengingatnya, tetapi pemuda itu tahu bahwa di suatu waktu dalam hidupnya, Finland adalah orang yang penting baginya. Rosalind Marchal telah banyak menceritakan tentang Finland kepadanya dan ia juga mulai melihat jejak-jejak Finland dalam akun instagramnya, ditambah lagi artikel di majalah Upkeep yang membuatnya mengerti bahwa Finland adalah sahabat dekatnya.

"Aku... sekarang tinggal di San Francisco," kata Finland berusaha terdengar tenang. Ia masih tak percaya di hadapannya kini ada Jean dan mereka sedang berbincang. "Aku pindah ke sana 2,5 tahun yang lalu."

"Oh, aku punya apartemen di Los Angeles, kapan-kapan kau harus main ke LA..." kata Jean segera, "Kalau naik kereta hanya beberapa jam."

"Iya, pasti aku akan menengokmu ke LA..." Finland tersenyum sambil mengangguk. "Kau masih mempunyai apartemenmu di Robertson Road, SIngapura? Aku pernah tinggal di sana dua bulan setelah lulus kuliah dan belum punya uang untuk menyewa kamar... Kau baik sekali kepadaku."

"Ahaha... itu bukan apa-apa," kata Jean. "Aku sudah menjual apartemenku di Singapura karena aku sudah tidak pernah ke sana. Sekarang aku lebih banyak di Amerika dan kadang-kadang kembali ke Paris."

"Oh... bagaimana dengan apartemenmu di Arr 13, apakah masih ada atau sudah kau jual juga?" tanya Finland lagi.

"Itu juga tidak ada..." kata Jean. "Tempat yang lama sudah diketahui banyak orang sehingga aku tidak bisa tinggal di sana lagi. Tidak ada privasi."

"Oh... banyak sekali yang sudah berubah..." kata Finland lirih. "Tiga tahun adalah waktu yang lama."

"Bagaimana denganmu?" tanya Jean. "Ceritakan kepadaku apa yang terjadi selama ini?"

Finland menggeleng-geleng, "Maafkan aku... Karenaku kau menjadi terseret dalam kekacauan ini..."

"Banyak hal aneh yang terjadi..." kata Jean pelan.

Finland menatap mata Jean yang berwarna cokelat cemerlang dan menyadari bahwa kini Jean memang telah menjadi seperti Caspar, ia juga sudah menjadi bagian dari kaum alchemist. Wajah Jean persis sama seperti yang diingatnya hampir 3 tahun lalu. Berarti selama ini Jean telah hidup sebagai orang baru dan tidak mengetahui apa pun tentang tubuhnya.

"Aku akan menceritakan semuanya kepadamu... tetapi tidak di sini. Terlalu banyak telinga di sekitar sini, dan aku tidak ingin kau menjadi kuatir..." kata Finland kemudian. "Apakah kau percaya kepadaku? Maukah kau menunggu penjelasan dariku? Aku tidak bisa mengatakannya sekarang... Tapi aku berjanji, aku akan menceritakan semuanya."

Jean menatap Finland lama sekali. Terlalu banyak yang ingin ditanyakannya, tetapi ia menahan diri dan kemudian mengangguk setuju.

"Baiklah... aku percaya kepadamu. Kalau dulu kau adalah sahabatku, pasti aku percaya kepadamu. Apa pun itu...." kata Jean kemudian. "Aku sangat senang jurnalis itu menulis artikel tentang kita berdua... Kalau tidak aku tidak akan pernah menemukanmu."

"Aku pun senang, Jean, Kau tak tahu betapa rindunya aku kepadamu," Finland menggenggam tangan Jean dan menepuk-nepuk pipinya. "Dulu kau adalah satu-satunya keluargaku di dunia ini... Saat kau koma dan kemudian melupakanku, aku hampir tak dapat bertahan hidup."

Jean tampak sangat merasa bersalah. Ia tak mengerti bagaimana bisa ia sampai melupakan gadis bermata sedih di depannya ini. Melihatnya berlinangan air mata membuat hati Jean sakit. Ia merasa akan melakukan apa pun demi gadis ini.

"Maafkan aku... Aku tidak bermaksud melupakanmu..." bisiknya.

"Bukan salahmu... Please, jangan menyalahkan dirimu. Itu sebagian terjadi karena kesalahanku juga... Dan sekarang aku sedang menunggu kabar baik. Kemungkinan kita bisa mengobatimu dan memulihkan ingatanmu seperti sedia kala...." kata Finland cepat. "Aku tak mau memberimu harapan terlalu besar, jadi sebaiknya kita tidak usah membahasnya sekarang. Kalau kau bersedia ikut denganku ke Colmar, aku akan menceritakan sebagian apa yang terjadi kepadamu..."

Jean ingat bahwa ibunya mengatakan ia beberapa kali ke Colmar dan bahkan ia baru pulang dari Colmar bersama Finland ketika percobaan pembunuhan terhadapnya terjadi.

"Tentu saja aku akan ikut denganmu ke Colmar. Aku bisa keluar dari produksi film ini kalau perlu. Saat ini tidak ada yang lebih penting daripada mengetahui apa yang terjadi pada diriku 3 tahun lalu..." kata Jean tanpa ragu.

"Tapi kalau kau keluar dari produksi film ini, bukankah akan ada penalti untuk kontrakmu? Atau bagaimana?" tanya Finland kuatir.

"Itu bisa diurus belakangan."

Jean menemui Jonah Smith, sutradara film barunya dan mendiskusikan perubahan jadwal. Ternyata mereka setuju untuk menunda pengambilan gambar perannya dan Jean diberi waktu dua minggu untuk menyelesaikan urusannya. Saat ini kehidupannya sedang menjadi sorotan dan segala publisitas di seputar Jean dianggap bagus untuk promosi film yang sedang dikerjakannya.

Tanpa menunggu lama Jean segera mengikuti Finland kembali ke Paris. Mereka mengunjungi Rosalind Marchal untuk makan malam bersama sebelum Jean mengambil mobilnya untuk pergi ke Colmar keesokan harinya.

"Astaga... Finland...!! Aku senang sekali melihatmu!" seru Rosalind ketika membuka pintu dan menemukan Jean dan Finland berdiri di depannya. Ia segera memeluk gadis itu erat sekali. "Sudah berapa tahun, mon cher.... Kau tambah cantik saja."

Finland merasa terharu karena Rosalind masih mengingatnya dan di sepanjang makan malam berusaha membuat Jean mengingat hal-hal yang pernah diceritakannya tentang Finland. Ia merasa peristiwa makan malam bersama tiga tahun lalu seakan diputar ulang di hadapannya.

Jean masih belum mengingat Finland, tetapi sikapnya sama sekali tidak kaku. Ia memperlakukan gadis itu seperti teman dan ia sangat yakin bahwa di satu waktu dalam hidupnya, Finland mempunyai arti sangat penting baginya.

"Kami akan ke Colmar besok," kata Jean. "Aku mau mengambil mobil untuk perjalanan kami. Aku sudah sulit untuk naik kereta, banyak orang yang akan mengenaliku."

"Oui..." kata Rosalind. "Kalian hati-hati di sana ya. Lalu apa rencana kalian dengan cucu Maman?"

Jean dan Finland saling pandang. Mereka tahu Rosalind memaksudkan Terry.

"Uhm... begitu pulang dari Colmar, kami akan langsung ke Singapura untuk menemuinya dan mengikuti tes donor," jawab Finland. "Semoga aku cocok, dan operasi bisa dilakukan."

Rosalind menekap mulutnya dengan pandangan sedih, "Poor Terry... Semoga kamu cocok ya.. Anak itu malang sekali, harus menanggung ini semua di usia begitu muda..."

"Cocok atau tidak, aku akan tetap ada di sana dan memberi dukungan kepada orang tuanya..." kata Finland. "Dan... ada kemungkinan temanku bisa menyembuhkan Jean juga. Semoga saja semua berjalan sesuai rencana."

"Sembuh? Maksudmu ingatannya?" Rosalind tampak tidak percaya, "Jean bisa sembuh?? Kau serius?"

"Aku tidak mau kita berharap terlalu banyak dulu... Tapi mari kita berdoa supaya temanku bisa melakukannya." Finland mengangguk.

Rosalind menggenggam tangan Finland dan menatapnya penuh rasa terima kasih, "Aku sangat bahagia mendengarnya. Aku akan berdoa.... Terima kasih, mon cher."

Ketika mereka akhirnya meninggalkan rumah Rosalind, suasana antara Jean dan Finland sudah jauh lebih cair. Finland masih berharap bayangan-bayangan ingatan akan kembali kepada Jean saat mereka melakukan berbagai hal yang sudah mereka lalui bersama.

"Kau menginap di mana?" tanya Jean saat membukakan pintu mobil untuk Finland. "Aku akan mengantarmu pulang."

"Aku menginap di Hotel Nobel..." jawab Finland. "Kau bisa menjemputku di lobi besok pagi."

"Baiklah..."

Di perjalanan menuju hotel Jean berusaha mengorek sedikit keterangan dari Finland tentang berbagai hal yang mengganggu pikirannya.

"Aku tahu kau belum bisa menceritakan semuanya kepadaku... tetapi, ada beberapa hal yang membuatku penasaran..." kata Jean di perjalanan. "Kotak musik yang kau berikan lewat Lily... apa artinya itu bagiku? Aku merasa sangat familiar dengan kotak musik itu tapi tak bisa mengingat apa pun. Apakah kotak itu milikku?"

"Kau merasa sangat familiar karena kau menyimpannya selama 4 tahun. Itu merupakan hadiah ulang tahunku yang kau beli di tahun pertama kita kenal, tetapi tidak pernah sempat kauberikan kepadaku, dan kau simpan di apartemenmu di Paris selama 4 tahun. Kau baru memberikannya kepadaku saat aku berhasil datang ke Paris." Finland tersenyum dan mengeluarkan 4 buah kartu keemasan dari dalam tasnya. "Kau selalu memberiku hadiah ulang tahun sesuai jumlah umurku. Di tahun pertama kau memberiku 20 tangkai bunga, di tahun kedua kau memberiku 21 tangkai bunga, dan seterusnya. 3 tahun lalu kau memberiku 24 hadiah, kotak musik ini, glow wine, jalan-jalan di Disney World, dan masih banyak lagi... termasuk 5 kartu pengabul keinginan. Kau bilang kartu-kartu ini dapat ditukar dengan permintaan... Waktu itu aku memintamu memakai kacamata...ahaha.... Kau benci sekali memakai kacamatamu...."

Jean melirik keempat kartu itu dan mengerutkan kening. "Aku melakukan itu semua? Aku tidak tahu aku begitu romantis. Ini seperti sesuatu yang akan dilakukan oleh seorang laki-laki kepada kekasihnya...."

Finland tidak menjawab. Jean memang pernah mengaku mencintainya, tetapi mereka berdua sudah sepakat untuk menjadi sahabat dan keluarga karena Finland mencintai Caspar dan bahkan sudah menikah dengannya.

Jean menyadari diamnya Finland kemudian menjadi semakin penasaran.

"Apakah kita pernah memiliki hubungan romantis?" tanyanya kemudian dengan nada hati-hati. "Maafkan pertanyaanku..."

"Tidak, Jean." Akhirnya Finland menjawab. "Kau dan aku bersahabat, dan kau adalah keluargaku satu-satunya selama bertahun-tahun. Aku hidup sebatang kara dan kau adalah satu-satunya orang yang baik kepadaku. Kau juga mendukungku saat aku jatuh cinta dan menikah dengan Caspar."

"Oh... kau sudah menikah? Di mana suamimu sekarang?" tanya Jean.

Finland mendesah. "Ceritanya panjang. Aku akan mulai menceritakan sebagian di perjalanan menuju Colmar... Malam ini aku tidak enak badan.... Maafkan aku."

"Ah, tidak... aku yang minta maaf. Aku tidak bermaksud mendesakmu." Jean menggeleng-geleng, "Kita bicara besok saja."

Mobil kebetulan sudah tiba di depan Hotel Nobel dan Finland segera keluar dari mobil.

"Terima kasih sudah mengantarku. Sampai jumpa besok pagi..."

"Selamat tidur, Finland. Aku senang bertemu denganmu hari ini..."

Setelah Jean pergi Finland segera naik ke penthouse dan membaringkan tubuhnya di tempat tidur. Ia merasa lega karena akhirnya bertemu Jean dan kini mereka sudah kembali berhubungan baik, walaupun Jean masih belum mengingatnya. Ia sungguh berharap obat dari Lauriel akan manjur dan ingatan Jean bisa kembali. Tetapi kalaupun itu tidak terjadi, ia yakin Jean dan dirinya dapat memulai dari awal dan kembali bersahabat.

Maaf, tadi malam ga bisa update satu bab seperti rencana karena acara yang saya hadiri berlangsung sampai malam... hiks.

Ini saya akan update dua bab hari Senin ini. Ini yang pertama dan nanti malam akan saya publish lagi jam 7 malam ya, sudah ditulis setengahnya kok.

Thank you for reading <3

Missrealitybitescreators' thoughts
Siguiente capítulo