webnovel

Tidak Perlu Memperbaiki Kesalahan Ini

Editor: Wave Literature

Jing Jiu lalu bertanya, "Jika Jing Yang masih hidup, apa yang akan ia katakan padamu?"

Tentunya, Zhao Layue mengerti bahwa ia dipilih oleh Senior Grandmaster untuk mewarisi pedangnya dan Senior Grandmaster pasti berharap agar ia bisa terus berjalan menapaki jalan menuju ke surga. Namun... jika Senior Grandmaster memang telah melakukan kesalahan, sebagai murid pewaris pedangnya, bagaimana mungkin ia membiarkannya begitu saja?

Jing Jiu lalu berkata, "Ketika aku menunduk dan melihat ke bumi saat aku sedang terbang mengendarai pedang terbang tadi, sungai - sungai itu terlihat bagai ranting - ranting pohon yang ramping dan arus aliran sungai itu seakan terhenti di pandanganku, mengapa ini bisa terjadi? Karena kita terbang di ketinggian yang cukup tinggi dan jarak kita dengan bumi cukup jauh. Ini sama halnya dengan, mengapa para praktisi Kultivasi itu menjaga jarak dengan semua permasalahan yang terjadi di dunia fana."

"Jika seseorang tidak bisa mendarat di tanah, apakah akan ada artinya, walau ia bisa terbang lebih tinggi lagi?" bantah Zhao Layue.

"Tujuan dari Kultivasi bukanlah tentang menang ataupun mengejar sebuah arti ataupun makna, semuanya hanyalah tentang terbang lebih tinggi lagi." ujar Jing Jiu.

"Kenapa?" tanya Zhao Layue.

Jing Jiu lalu berkata, "Tujuan yang ingin dicapai oleh para praktisi Kultivasi, ketika mereka mengejar keabadian adalah untuk mendapatkan lebih banyak lagi waktu untuk menikmati keindahan langit dan bumi. Tujuan dari terbang lebih tinggi adalah untuk bisa melihat lebih jauh. Inilah tujuan utama dari Kultivasi. Para praktisi Kultivasi, seringkali dikatakan tidak berperasaan. Pernyataan ini tidaklah salah, karena para praktisi tersebut tidak pernah peduli pada apa yang sedang terjadi di depan mereka. Mereka hanya memperhatikan apa yang ada di jarak puluhan ribu mil di depan mereka. Hati mereka mungkin terlihat kosong, namun hati itu justru digunakan untuk menampung langit dan bumi."

Zhao Layue tidak menanggapi apa yang baru saja dikatakan oleh Jing Jiu dan ia justru berkata, "Aku tahu kalau kamu sudah pernah terbang sebelumnya."

Hanya mereka yang sudah pernah terbang di langit dengan bebasnya yang bisa bersikap seperti Jing Jiu, ketika mereka mengendarai pedang terbang untuk pertama kalinya, tetap terlihat tenang dan tidak bersemangat.

Jing Jiu tidak mengatakan apa - apa. Tentu saja, ia sudah pernah terbang sebelum ini. Ia bahkan telah pergi ke tempat dimana tidak ada satu orang pun yang pernah pergi ke sana, ia telah melihat pemandangan yang belum pernah dilihat oleh orang lain. Jadi, tentu saja ia mengerti dengan lebih baik dibanding orang lain tentang bagaimana ia seharusnya menjalani kehidupan, bukan untuk bersekongkol dan membuat rencana jahat dan juga bukan untuk membalas dendam. Hal itu hanyalah cara untuk mengakhiri sesuatu dan bukan akhir dari sesuatu itu sendiri.

Akan tetapi, hal ini bukanlah apa yang ingin ia sampaikan ketika ia berbicara dengan Zhao Layue. Ia hanya mengkhawatirkannya dan karena itulah, ia memintanya untuk menyerah.

Jika gadis muda ini berhasil menemukan sesuatu, Jing Jiu khawatir bahwa ia mungkin tidak akan bisa melindunginya.

Bahkan, jika ia adalah Jing Jiu sekalipun.

...

...

Keesokan harinya, Jing Jiu terbangun di kursi bambunya karena teriakan monyet - monyet itu.

Arang yang berwarna keperakan itu sedang terbakar di tungku dan air yang ada di teko sudah mulai mendidih dan mengeluarkan suara - suara letupan. Dengan memegang sebuah kipas bundar yang kecil, Gu Qing tampak sedang berjongkok di depan tungku dan ia mengerjakan tugasnya dengan lihai.

"Apakah Shisui yang menyuruhmu untuk melakukan ini semua?" tanya Jing Jiu.

"Iya." jawab Gu Qing yang merasa sedikit malu.

"Kamu tidak perlu melakukan ini semua." ujar Jing Jiu.

"Aku sudah biasa melakukan pekerjaan seperti ini di Puncak Liangwang." ujar Gu Qing.

Sebelum ia berhasil membuktikan bakatnya dalam berlatih pedang, ia hanya dikirim begitu saja oleh keluarganya ke Puncak Liangwang dan di sana, ia melayani Guo Nanshan sebagai pelayan pedangnya.

Ia sudah berulang kali melakukan pekerjaan - pekerjaan itu, semisal mempersiapkan tempat tidur dan menyeduh teh.

Ketika ia berjalan keluar dari rumah gua dan kemudian melihat kejadian ini, Zhao Layue lalu berkata padanya, "Gu Han pasti akan kesal."

Gu Qing tidak mengatakan apa - apa. Ia lalu menuangkan air yang sudah mendidih itu ke dalam teko dan kemudian, pergi setelah mengucapkan salam perpisahan pada mereka.

Melihatnya berjalan menyusuri jalan setapak itu, Zhao Layue pun lalu bertanya, "Bagaimana menurutmu?"

"Bakatnya tidak terlalu buruk dan meskipun ia tidak sekuat dirimu dan Shisui, namun temperamennya lebih stabil dibanding kalian berdua." ujar Jing Jiu.

"Ia tumbuh besar di Puncak Liangwang dan ia adalah adik kesayangan Gu Han. Mengapa kamu masih menginginkannya berada di sini?" tanya Zhao Layue.

Zhao merasa harus menanyakan pertanyaan, yang Jing Jiu sendiri tidak ingin menanyakannya.

Sebagai Pimpinan Puncak Gunung, ia harus bertanggung jawab atas puncak gunung yang baru saja dibuka itu dan ia juga harus bertanggung jawab untuk mereka berdua yang berada di puncak gunung dan juga untuk... para monyet itu.

"Ia sudah terlanjur ada di sini." jawab Jing Jiu setelah ia menyempatkan diri untuk berpikir sejenak.

...

...

Gu Qing kembali ke lereng gunung yang rusak itu dan ia meneruskan pekerjaan pembangunan rumahnya.

Ia telah melakukan begitu banyak hal sejak ia masih muda, namun ia belum pernah mendirikan sebuah rumah, sehingga pengerjaannya menjadi sangat lambat dan tampaknya, ia masih perlu waktu sepuluh hari lagi untuk bisa menyelesaikan pembangunan rumahnya itu.

Namun, ia adalah seorang praktisi yang memiliki tubuh yang kuat dan sehat, yang membuatnya terhindar dari penyakit, selama ia berkemah di alam liar yang dingin ini, tapi ia mungkin tidak akan bisa bertahan hidup, jika ia tidak makan dan minum.

Gu Qing terus memangkas ranting - ranting kecil yang ada di batang pohon itu dengan menggunakan pedangnya dan ia juga membawa sejumlah besar tanaman rambat yang sudah tua dari lereng - lereng gunung untuk digunakan sebagai kayu bakar.

Saat ia sedang melakukan pekerjaan ini, entah kenapa ia mulai merasa sedih.

Meskipun ia tidak seperti Zhao Layue dan Liu Shisui yang memiliki kualitas Dao alami, namun ia sendiri merupakan murid yang cukup berbakat dan ia telah mencapai level Inherited Will di usia muda, yang mana, level nya ini jauh lebih tinggi daripada level yang dimiliki oleh Jing Jiu.

Namun sekarang, Jing Jiu lah yang menjadi murid pewaris pedang dari Puncak Shenmo dan sepanjang hari, ia hanya berbaring di kursi bambunya yang ada di puncak gunung dan berjemur di bawah sinar matahari. Sedangkan Gu Qing harus membersihkan ranting - ranting pohon dan membangun rumahnya sendiri di sini.

Beberapa hari sebelumnya, ia tidak tahu kemana ia harus pergi, namun sekarang, ia menyadari, bahwa ia tidak tahu mengapa ia harus melakukan semua pekerjaan ini.

Ia tidak mengeluh ataupun merasa iri. Ia hanya merasa sedikit sedih.

Ia adalah adik kecil Gu Han, yang lahir dari ibu yang berbeda. Pada kenyataannya, bagi keluarga Gu, ia hanyalah seorang anak laki - laki yang lahir dari seorang selir dan keberadaannya tidaklah penting.

Alasan mengapa ia dikirim ke Puncak Liangwang sebagai pelayan pedang, adalah karena Keluarga Gu ingin menyenangkan Guo Nanshan.

Hingga akhirnya Guo Nanshan secara tidak sengaja menemukan bakatnya dalam berlatih pedang dan saat itulah takdirnya mulai berubah.

Beberapa hari yang lalu, ia dikalahkan oleh Jing Jiu dalam pertarungan pedang di Turnamen Pewaris Pedang, Gu Han menegurnya dengan begitu keras, namun Guo Nanshan hanya terus berdiam diri.

Dan setelah itu, ia menjadi korban yang dikorbankan oleh Puncak Liangwang.

Ia mengakui bahwa ia mempelajari teknik pedang itu secara diam - diam. Dengan begitu, Puncak Shangde tidak bisa menggunakan kejadian ini untuk mengecam Saudara - Saudara nya yang ada di Puncak Liangwang ataupun para elder dari Puncak Tianguang. Namun, mengapa aku yang harus menjadi korbannya? Ia memang tidak seharusnya menggunakan teknik pedang Enam Naga di depan begitu banyak orang, namun... bukankah kalian yang menyuruhku untuk mengalahkan Jing Jiu walau harus menggunakan segala cara?

Ia lalu menyeka air mata yang ada di wajahnya dengan menggunakan lengan bajunya dan kemudian, melanjutkan kegiatannya memotong ranting - ranting kecil itu dengan pedangnya.

Dengan berlalunya waktu, puncak kesembilan pun bermandikan sinar matahari yang hangat. Gu Qing lalu meletakkan pedangnya, menyeka keringatnya, dan bersiap untuk beristirahat.

Ia duduk bersila di samping tumpukan ranting - ranting pohon dengan mata yang tertutup. Ia mulai menyerap energi langit dan bumi, saat bekas tetesan air mata di wajahnya telah mengering karena hembusan angin yang bertiup lembut.

Setelah cukup lama beristirahat, ia pun kemudian terbangun karena suara yang terdengar begitu dingin.

"Kamu ternyata ada di sini."

Gu Qing pun berpaling.

Tampak Gu Han yang berdiri di atas jalan setapak itu, sambil memandangnya dengan wajah yang tanpa emosi.

Gu Qing menjadi gugup karenanya dan ia bergegas berdiri, lalu berusaha untuk memberi penjelasan.

Ekspresi yang terlihat diwajah Gu Han tampak begitu dingin bagaikan es.

Merasakan tekanan yang begitu berat yang terpancar darinya, bibir Gu Qing pun tampak gemetar.

Namun, Gu Qing terpikirkan akan sesuatu dan bibirnya kembali seperti sedia kala dan tidak lagi gemetar, matanya pun menjadi begitu tenang.

Ia tetap diam dan hanya membalas tatapan Gu Han.

Keadaan di depan lereng gunung itu begitu hening.

Gu Han tidak melihat ada kepanikan yang seharusnya muncul di mata Gu Qing dan hal itu membuatnya sedikit terkejut.

Semenjak Gu Qing belajar teknik pedang dengan Kakak Nanshan, bajingan satu ini menjadi semakin tidak takut padanya.

Apa yang membuatnya semakin marah adalah, ia tidak merasa ada sedikitpun penyesalan di mata Gu Qing.

"Kamu menjadi seperti ini karena kamu kalah dengan sangat menyedihkan, sampai - sampai kamu harus menggunakan teknik pedang, yang dengan diam - diam diajarkan oleh Kakak Guo." ujar Gu Han dengan tegas dan ia lalu memandangi Gu Qing. "Apa kamu sebenarnya berpikir bahwa itu semua adalah salahku dan kamu sama sekali tidak melakukan kesalahan?"

"Aku tahu, aku memang salah." ucap Gu Qing setelah beberapa saat terdiam.

Ekspresi Gu Han pun menjadi sedikit lebih hangat.

Gu Qing lalu lanjut bicara, "Karena itulah, aku mengakui bahwa aku telah mempelajari teknik pedang itu secara diam - diam. Sebagai akibatnya, Aku telah dikeluarkan dari Puncak Liangwang dan dilarang untuk mewarisi pedang selama tiga tahun dan itu semua adalah harga yang telah aku bayar."

Gu Han pun tertegun dan ia tidak tahu harus berkata apa.

Siguiente capítulo