Terlihat jelas kalau semua murid baru yang ada di Paviliun Pinus Selatan berlatih dengan sangat keras.
Saat mereka melontarkan tinjunya, tinju itu terlihat begitu bertenaga dan luar biasa, namun sebenarnya, tinju itu dilontarkan dengan penuh perhitungan. Karena berdasarkan petunjuk latihan level awal, mereka harus bisa mengontrol tenaganya dengan sangat akurat. Karena itulah wajah para pengurus terlihat kecewa, saat ada murid yang tidak sengaja mematahkan ranting pohon saat mereka berlatih di hari - hari pertama mereka latihan.
Para pengurus itu dulunya juga murid - murid disini. Tapi sekarang, mereka harus tinggal di sini dan bekerja sebagai pengurus di Pine Pavilion Selatan, karena mereka tidak berhasil melewati ujian masuk inner sect. Karena itulah murid - murid baru ini tidak takut pada mereka.
Tiba - tiba ada ranting pohon besar yang jatuh.
Seorang murid menarik tinjunya yang kebas. Ia tertegun dan lupa akan keberadaan pengurus yang ada didekatnya.
Lalu terdengar lagi suara bergedubuk, yang berasal dari murid lain yang menarik tinjunya yang berlumuran darah. Di pohon yang ada di depannya, terlihat sebuah lubang yang tidak begitu dalam yang terbentuk karena tinjunya. Tapi, murid ini malah tidak terlihat kesakitan.
Ada lagi murid lain yang jatuh ke tanah dan mendarat dengan bokongnya, saat ia sedang berlatih kuda - kuda dengan bersandar pada pohon pinus di dekatnya.
Kejadian serupa terulang di banyak tempat dan dalam waktu yang hampir bersamaan, sehingga keadaan di hutan menjadi kacau.
Kemudian, terdengar suara perbincangan yang berasal dari banyak tempat.
"Ada apa barusan?"
"Apa kamu lihat - lihat?"
"Dia keluar!"
"Orang itu keluar!"
Suara angin dari tinju yang dilontarkan murid - murid di lapangan di sisi bukit perlahan menghilang dan asap putih yang muncul dari tubuh murid - murid itu juga menghilang. Dan seketika itu juga semuanya menjadi sunyi senyap.
Beberapa pengurus keluar dari aula latihan dengan wajah bingung, namun kemudian, mereka merasa takjub saat pandangan mereka tertuju ke arah yang sama dengan murid - murid itu.
Dengan angin pegunungan yang bertiup lembut menyentuh rerumputan dan pakaian putih yang melambai di tengah hembusan angin, membuat semua orang yang melihatnya berpikir, apa orang itu benar - benar keluar dari pondoknya?
…
…
Selama lebih dari sepuluh hari, sejak ia melangkahkan kakinya melewati Gerbang Gunung Selatan, Jing Jiu tidak pernah muncul di depan orang - orang itu.
Dan bagi murid - murid yang sekarang berada di lapangan di sisi bukit ini, pemuda berpakaian putih ini adalah sosok yang sangat misterius dan juga aneh.
Hari ini adalah pertama kalinya Jing Jiu meninggalkan pondok kecilnya. Tentunya, tindakannya ini menarik perhatian banyak orang, juga mengejutkan dan membuat mereka penasaran.
Jing Jiu tidak memperdulikan orang - orang yang masih terus saja mengawasinya. Ia terus berjalan menuju ke aula latihan yang ada di hutan, dengan kedua tangannya berada di punggungnya.
"Halo, Kakak Jing Jiu." terdengar suara seorang gadis cantik yang memberanikan diri untuk menyapanya.
Jing Jiu menoleh ke arah gadis itu untuk memastikan kalau ia tidak mengenal gadis itu, ia lalu kembali meneruskan perjalanannya tanpa berhenti.
"Ia bahkan tidak menganggukkan kepalanya." komentar seseorang yang marah melihat kejadian ini.
"Dia tadi mengangguk." jawab gadis itu dengan cepat.
Apa yang dikatakan gadis itu memang benar, Jing Jiu tadi memang menganggukan kepalanya, disaksikan oleh murid - murid yang ada disekitarnya.
Tapi anggukannya memang sangat halus dan gerakannya itu bagaikan batu yang tertiup angin, hampir tidak terlihat, jika tidak diperhatikan dengan baik.
"Dia itu mengangguk atau beramal?" cela beberapa murid lain. "Kenapa ia begitu berbangga diri dan berlagak seakan - akan ia jauh lebih baik daripada kita? Apa karena ia berasal dari keluarga kaya dan punya wajah yang tampan? Tampaknya, ia masih tidak mengerti kalau kita sekarang ada di Sekte Gunung Hijau, tempat orang - orang berlatih kultivasi. Apa artinya hal - hal duniawi di tempat ini?"
"Apa yang bisa membuatnya berbangga diri sekarang?"
"Sekarang, malah Adik Liu yang luar biasa dan yang dulunya pelayan sekarang menjadi seseorang yang berada jauh di luar jangkauan majikannya. Ia pasti merasa terhina dan karena itulah akhir - akhir ini ia tidak mau meninggalkan pondoknya."
Ada banyak opini tentang mengapa Jing Jiu tidak pernah meninggalkan pondok kecilnya, salah satunya adalah karena kemalasannya dan ada banyak murid yang setuju dengan opini ini.
Gadis yang menyapa Jing Jiu tadi, ingin membelanya, namun, gadis itu tidak tahu harus berkata apa untuk membantah perkataan teman - temannya tadi, karena gadis itu sendiri merasa bahwa apa yang dikatakan temannya tadi tidak salah.
Karena siapapun yang berada di posisi Jing Jiu pasti akan merasa malu dan bahkan terhina.
…
…
Di aula latihan, ada belasan murid yang duduk dilantai dan mereka semua memegang buku pelajaran di tangan mereka masing - masing, tapi, mereka tidak sedang membacanya, mereka justru sedang berbincang - bincang tentang hal lain.
Xue Yong'e yang memiliki beberapa koneksi penting, sedang duduk di tempat yang menonjol. Tapi, bukan dia yang jadi pusat perhatian, karena semua murid yang ada disana termasuk Xue sendiri, justru duduk mengelilingi Liu Shisui.
Sepertinya mereka sedang berdiskusi tentang cara latihan dan kultivasi mereka, dan jelas ini bukan pertama kalinya mereka melakukan diskusi seperti ini, karena wajah kecil Liu tidak terlihat gugup.
Dengan suaranya yang lantang namun kekanak - kanakan, Liu menjelaskan persiapannya melewati levelnya yang sekarang. Murid - murid itu lalu tersenyum. Bukan karena ingin menyenangkan Liu, tapi karena mereka menghormatinya.
Kedua murid perempuan muda itu memandang Liu Shisui dengan tatapan yang penuh kekaguman.
Walaupun Master Lu dan Liu Shisui tidak pernah membicarakan tentang hal ini, beberapa murid sudah menebak kalau Liu mungkin atau bahkan sudah berhasil mencapai tahap Spiritual Stability.
Sesungguhnya, seseorang dengan usia semuda itu dan hanya memerlukan waktu singkat untuk memasuki tahap Spiritual Stability, adalah sebuah pencapaian yang menakjubkan.
Siapa yang bisa menebak seberapa jauh kualitas Dao alaminya akan berkembang?
"Cepat kemari."
Terdengar suara yang halus, tegas, dan datar di dalam aula latihan. Suara itu memecah keheningan dan suasana tegang di aula itu.
Para murid memalingkan wajah mereka ke arah pintu masuk aula. Terlihat sebuah gaun seputih salju yang memantulkan sinar mentari senja, membentuk lingkaran cahaya yang indah.
Ada dua orang gadis yang nyaris berteriak karena pemandangan yang mengejutkan ini, tapi, tangan mereka dengan cepat menutupi mulut mereka.
Reaksi dari para murid laki - laki jauh lebih lambat dibandingkan dengan teman - teman perempuan mereka dan mereka baru menyadari, bahwa orang yang berdiri disana adalah Jing Jiu setelah semua yang terjadi.
Ada banyak emosi yang terlihat di mata murid - murid itu, saat mereka melayangkan pandangan mereka ke arah Jing Jiu. Selain terkejut, ada juga simpati, kasihan, ejekan, bercampur dengan rasa jijik dan benci.
Seperti yang dikatakan murid - murid di hutan, semua murid di Pine Pavilion Selatan berpikir bahwa alasan kenapa Jing Jiu menolak untuk pergi dari pondok kecilnya adalah karena performa Liu Shisui sangat luar biasa.
Tapi kenapa ia ada di sini hari ini?
Memandang ke arah Jing Jiu, Xue Yong'e mencibir. "Apa kamu tidak lihat kami sedang mendiskusikan tugas kami?" Dan lagi, kepada siapa kamu memberi perintah itu? 'Cepat kemari' Kamu pikir siapa dirimu? Apa kamu masih berpikir kalau kamu adalah seorang tuan muda?
Tidak ada seorangpun yang mengikuti Xue Yong'e, sehingga suaranya menjadi semakin pelan, sampai akhirnya menghilang. Saat itu, ia melihat sesuatu yang tidak ia duga, Liu Shisui yang terpengaruh ucapannya, mengabaikan Jing Jiu dengan muka merah.
"Tuan Muda, kamu akhirnya mau pergi ke luar!" ucap Liu Shisui bersemangat sambil berlari kearah Jing Jiu, ketika Xue sedang mengoceh.
Semua orang bisa melihat dengan jelas, bahwa Liu memang benar - benar senang melihatnya, senyum Liu yang terbentuk di wajah kecilnya terlihat seperti bunga yang sedang mekar.
…
…
Ketika mereka kembali ke pondok Jing Jiu, Liu Shisui masih merasa gembira dan ia terus menanyakan banyak hal. Ia bertanya kenapa Jing Jiu keluar dari pondoknya hari ini? Bertanya apakah Jing Jiu akan lebih sering lagi keluar dari pondoknya? Apa Jing Jiu sudah memikirkan semuanya matang - matang? Sudah siapakah Jing Jiu untuk mulai berlatih kultivasi?
Untuk pertama kalinya, Jing Jiu merasa kalau anak ini sangat cerewet dan ia kemudian mengangkat tangan kanannya.
Liu kemudian segera menutup mulutnya.
"Setelah kamu pergi tadi pagi, aku baru teringat kalau aku melupakan sesuatu, karena itulah aku pergi ke sana untuk memanggilmu."
"Bukannya aku tidak mau keluar dari pondok, tapi aku cuma malas keluar." Jing Jiu menjelaskan setelah ia berpikir untuk beberapa saat. Ini adalah kejadian yang sangat jarang terjadi.
Liu Shisui mengangguk tanda mengerti. "Apa yang bisa aku bantu, Tuan Muda?" tanya Liu penuh dengan rasa ingin tahu.
"Apa kamu sudah mencapai level itu?" tanya Jing Jiu.
Liu tidak berani menatap mata Jing Jiu. "Guru tidak menginzinkanku untuk mengatakannya..." bisiknya dengan kepala tertunduk.
Alasan kenapa Guru Lu melarang Liu memberitahu orang lain tentang keberhasilannya, karena ia takut kalau berita ini justru akan mengganggu latihan murid - murid lain. Berita ini bagaikan pedang bermata dua. Di satu sisi, talenta Liu bisa memacu murid lainnya. Tapi di sisi lain, hal ini juga bisa menghancurkan kepercayaan diri mereka.
Tapi, Liu punya alasan lain, mengapa ia tidak memberitahu Jing Jiu.
Akhir - akhir ini Liu sering mendengar percakapan yang entah disengaja atau tidak. Ia mendapat banyak pujian yang tentu saja membuatnya merasa senang. Tapi, ejekan yang dilontarkan kepada Tuan Mudanya yang ia sayangi, membuatnya merasa sangat tidak nyaman.
Liu tidak tahu apakah ejekan mereka itu benar atau tidak. Jika benar, apakah Tuan Mudanya akan merasa sakit hati karena ia berhasil melewati level itu?
Liu sendiri pun merasa kalau pemikirannya naif. Tuan Mudanya berpengetahuan luas dan tahu banyak hal, namun sedikit malas. Sebenarnya, ia tidak perlu mengurus hal - hal seperti ini. Namun jika...
"Minumlah teh ini."
Jing Jiu tidak memperhatikan apa yang dipikirkan oleh anak kecil ini, ia hanya ingin secepatnya menyelesaikan urusan ini, agar ia bisa bermain dengan barang yang baru ia temukan untuk mengisi waktu luangnya.
"Apa yang ada di teh ini?" tanya Liu sambil mengangkat cangkirnya.
Ini pertama kalinya Jing Jiu meninggalkan pondok kecilnya untuk memanggil Liu, jadi teh ini pasti bukan hanya teh biasa.
"Aku mencampurkan pil kedalamnya dan itu akan membantu menstabilkan tahap Spiritual Stability mu."
Namun, Jing Jiu tidak memberitahu anak ini kalau ada pil Zixuan yang sangat berharga dalam cangkir teh ini dan ia juga tidak mengingatkan Liu untuk tidak bercerita pada yang lainnya.
Liu Shisui tidak meminum tehnya. "Tapi, Guru juga memberiku beberapa pil, menurutmu apa ini akan jadi masalah?" tanyanya sambil memandang Jing Jiu dengan wajah muram.
"Pil - pil itu tidak bagus, tidak layak dikonsumsi." ujar Liu.
"Oh" jawab Liu dan kemudian meminumnya tanpa bertanya lagi.
Entah kenapa, Jing Jiu merasa senang melihat Liu meminum teh itu tanpa ragu, walaupun ia sebenarnya sedang membantu Liu.
Pemuda berpakaian putih ini tidak pernah merasa sesenang ini sejak ia bangun di gua itu.
"Karena mood ku sedang baik hari ini... mungkin, biasa saja, tapi... sepertinya membosankan, iya, bosan..."
"Kamu bisa bertanya padaku jika ada yang tidak kamu mengerti." ujar Jing Jiu.
Teknik latihan bagi murid - murid baru di Sekte Gunung Hijau sangat aneh, para pengajar hanya memberi murid - murid itu buku pelajaran dan kemudian membiarkan mereka belajar sendiri. Walaupun ia memiliki kualitas Dao alami, Liu tetaplah seorang anak kecil yang belum berpengalaman dan ia punya banyak pertanyaan mengenai kultivasi dan latihannya selama ini. Sudah sejak lama ia ingin bertanya pada Jing Jiu, seperti saat di desa dulu, tapi, ia tidak berani. Namun hari ini, entah karena mood Jing Jiu sedang bagus atau karena ia sedang bosan, Liu mendapatkan kesempatan untuk bertanya pada Jing Jiu.
"Baiklah!"
…
…
Sesi tanya jawab antara Jing Jiu dan Liu Shisui terus berlanjut, dimana satu orang bertanya dan yang lainnya menjawab. Hingga akhirnya senja pun tiba dan sinar matahari membuat bayangan pohon menjadi semakin panjang.
Pada akhirnya, Liu Shisui mendapatkan jawaban dari semua pertanyaan dan permasalahan yang ia hadapi dalam kultivasi dan latihannya.
Jawaban yang diberikan Jing Jiu sangat tepat, seakan datang dari pedang yang paling tajam di dunia. Pedang ini dapat dengan mudah memotong simpul yang paling sulit sekalipun dan memperlihatkan kebenaran dari latihan Dao. Prinsipnya sendiri sebenarnya sangat lurus dan sederhana.
Memandang Jing Jiu dengan tatapan yang penuh dengan kekaguman, Liu tahu Tuan Mudanya memang hebat, tapi tidak sehebat ini. Tersadar akan kenyataan ini, ia merasa bahwa kekhawatirannya benar - benar naif dan konyol.
Biasanya, Liu sudah pulang ke pondoknya, setelah ia membagi kue dan buah - buahan kering yang diberikan oleh pengurus, dengan Jing Jiu.
Tapi, hari ini, Jing Jiu menyuruhnya untuk tinggal lebih lama.
"Sebenarnya, ada yang ingin aku tanyakan padamu." ujarnya pelan sambil tetap menatap mata Liu.
Liu Shisui terkejut, "Bertanya apa?"
"Kenapa kamu melakukan hal itu?" tanya Jing Jiu.
Liu terus berpikir dan akhirnya ia mengerti apa yang dimaksud oleh Jing Jiu, "Tuan Muda sudah..."
Jing Jiu mengangkat tangannya.
Liu pun tidak meneruskan perkataannya.
Apa yang ingin ditanyakan oleh Jing Jiu tidak ada hubungannya dengan ejekan - ejekan itu, ia ingin bertanya tentang hal lain.
"Kamu anak yang cerdas, dan baik hati. Dan kamu punya karakter dengan tekad yang kuat yang tidak sesuai dengan usiamu. Kamu juga punya pemikiran yang naif namun teguh. Jadi, kenapa kamu memilih untuk tetap ikut denganku?" tanya Jing Jiu sambil menatap mata Liu.