webnovel

Sembilan Hari

Editor: Wave Literature

Empat puluh lima menit kemudian, pemuda itu membuka matanya lagi dan mengambil baju yang sudah kering dari pohon. Ia menatap puncak gunung di kejauhan, yang sekali lagi telah menghilang di balik kabut dan kemudian berjalan turun mengikuti aliran sungai.

Dibandingan waktu ia berjalan keluar dari danau, langkahnya lebih mantap, ia seperti sedang belajar berjalan dan mulai terbiasa dengan ritme tubuhnya.

Area tepi sungai juga berkabut dan tampak tak ada bebatuan di situ, maka ia dapat berjalan menyusurinya dengan mudah dan tidak memakan banyak waktu. Ia berjalan menjauhi gunung dan sampailah di sebuah desa.

Para petani sedang membajak sawah, para orang tua menarik gerobak mereka melindati padang rumput kering, para wanita mengirimkan sesaji di gunung dan anak - anak bermain di bawah pohon di pintu masuk desa, semua perlahan menghentikan kegiatan mereka dan terpaku.

Pria berjubah putih itu berjalan memasuki desa. 

Cangkul terlepas jatuh dari tangan seorang petani, hampir saja mengenai kakinya sendiri. 

Rokok pipa terjatuh dari mulut seorang pria tua, dan keledai penarik gerobak yang terpercik air panas meringkik kesakitan. 

Seorang wanita tua memeluk erat - erat periuk berisi makanan, mulutnya menganga lebar, lebih lebar dari mulut periuk yang dibawanya. 

Anak - anak berlari semburat, menangis sambil berlari ke desa, di antaranya ada yang meraung sangat keras.

Pria berjubah putih itu menghentikan langkahnya, tidak memahami apa yang sedang terjadi. 

Suara langkah - langkah kaki penduduk desa yang berisik dan tergesa - gesa, berkumpul di pintu masuk desa. Wajah - wajah mereka tampak kagum dan sekaligus gugup.

Dipimpin oleh seorang pria tua, para penduduk desa serentak berlutut, dan berbisik satu sama lain, mereka berseru, "Immortal Master, ini adalah sebuah kehormatan."

Ekspresi wajah pemuda berjubah putih itu tak berubah. Bertahun - tahun yang lalu, kadang - kadang, ia berjalan - jalan di dunia fana dan melewati desa seperti ini berkali - kali.

Namun, dengan cepat, ia mencium ada yang tak beres. Bagaimana mungkin para penduduk desa biasa mengenalinya?

Tidak ada jawaban atas pertanyaannya, karena ia tak bertanya dan para penduduk desa pun tak memberi jawaban. 

Para penduduk menatap hangat kepadanya, namun, juga tersirat sedikit rasa takut, bak sedang menatap papan nama di kantor hakim.

Pemuda itu tidak salah tingkah meskipun banyak mata yang menatap lekat padanya, dan setelah berpikir untuk beberapa saat ia berbicara. 

"Salam semuanya."

"Terpujilah Immortal Master!"

Di bawah pimpinan pria tua itu, para penduduk desa menjawab dengan serentak. 

Itu nampak seperti semacam upacara penyambutan. 

Para penduduk desa memberi hormat sekali lagi dan beberapa anak yang tidak memberi hormat, langsung mendapat pukulan keras di pantat mereka.

Beberapa anak lain bahkan tidak menangis, hanya menatap dengan saksama, seakan - akan sedang melihat permen yang paling unik di dunia.

Suasana hening, hanya terdengar suara gemerisik dari pepohonan yang bergoyang. 

Tak satupun penduduk berani bersuara, tetap berdiri dengan sikap hormat sedikit membungkuk. 

Beberapa saat kemudian, pemuda berjubah putih itu tiba - tiba berkata, "Aku ingin tinggal di sini selama satu tahun."

Pria tua yang memimpin sangat terkejut dan hampir tak percaya yang didengarnya. Para penduduk juga penasaran dan bertanya - tanya, apa maksud Immortal Master ini sebenarnya.

Melihat tanggapan penduduk desa, pemuda berjubah putih itu berusaha mengingat - ngingat dan menemukan beberapa hal. Sepertinya, uang perak adalah hal yang terpenting di dunia fana.

Ia mengulurkan tangan kepada pria tua itu dan di tangannya, terdapat segenggam daun emas. 

Pada umumnya, para penduduk desa akan kegirangan melihat daun - daun emas tersebut, tetapi, kali ini, mereka hanya melihatnya dan kemudian, kembali menatap pemuda berjubah putih itu.

Di mata mereka, pemuda itu jauh lebih berharga dari daun - daun emas itu, dan juga, bagaimana mungkin mereka menerimanya?

"Kami sungguh beruntung, jika Immortal Master ingin tinggal di sini.."

Kemudian, pria tua itu berkata lagi dengan gelisah, "Tetapi, desa ini dingin dan kami miskin. Sesungguhnya, kami tidak dapat menemukan tempat yang tepat bagi Guru untuk melatih tenaga dalam."

Pemuda berjubah putih tidak menyangka, bahwa pria tua itu mempertimbangkan banyak hal dalam waktu yang singkat, ia juga tak bisa menduga pikiran para penduduk desa.

Ia tak keberatan, tentu saja; ia tahu, bahwa mereka akan mengabulkan permintaannya. Ia mengarahkan pandangannya kepada para penduduk, sebelum akhirnya berhenti di seorang anak laki - laki.

Anak laki - laki itu berkulit gelap dan tubuhnya tegap, wajahnya tampak tulus dan ia memberi kesan apa adanya dan jujur.

"Di mana kamu tinggal," tanya pemuda berjubah putih sambil melihat anak laki - laki itu. 

Anak lelaki itu sangat kaget dan tidak menjawab sampai ia ditampar ayahnya.

"Gen, cepatlah! Ajak Immortal Master berkeliling!"

Pemimpin desa tua berteriak gugup. 

... ...

Di halaman sisi barat desa, ruangannya gelap. 

Anak laki - laki yang diingatkan ayahnya itu, memberi hormat dengan takzim kepada pemuda berjubah putih dan bersiap mengantarnya.

Pemuda berjubah putih tiba - tiba bertanya, "Siapa namamu?" 

Anak laki - laki itu berhenti berjalan dan menjawab, "Guo Baogen."

Pemuda berjubah putih terdiam sesaat, kemudian bertanya, "Umurmu?"

"Sepuluh tahun," jawabnya.

"Baogen tidak enak didengar."

Pemuda berjubah putih berkata, "Mulai sekarang, aku akan memanggilmu Shisui 1[1]."

Anak laki - laki itu menggaruk kepalanya. 

Maka sejak saat itu, ia adalah Liu Shisui. 

... 

... 

Saat meninggalkan halaman, Liu Shisui langsung dikerubuti oleh para penduduk desa. 

Pria tua pemimpin desa, bertanya dengan hati - hati, "Apa perintah Immortal Master?"

Liu Shisui berkata dengan polos, "Ia menanyakan umurku...dan ia memberiku nama baru."

Mendengar hal ini, pria tua itu sedikit terkejut. Ayah anak laki - laki itu sangat gembira dan tidak dapat berhenti menggosok - gosokkan kedua tangannya. 

Namun Liu Shisui tidak terlalu menyukai nama barunya, dan ia berkata. "Nama macam apa itu?"

Ayahnya langsung mengangkat tangan hendak memukulnya, tapi kemudian teringat, bahwa Immortal Master ada di dalam rumah, maka ia menahan diri. 

Pria tua mencacinya, "Immortal Master telah memberimu nama, dan itu adalah hal yang luar biasa. Orang - orang mengharapkan hal tersebut tapi tak mendapatkannya. Jangan bicara sembarangan."

Tiba - tiba, Liu Shisui teringat percakapan terakhir mereka di dalam rumah, dan berkata, "Tetapi, ia bilang kalau ia bukan Immortal Master."

Para penduduk desa kebingungan. Jika ia bukan Immortal Master, siapakah dia?

"Menurutku, ia tampak seperti orang bodoh."

kata Liu Shisui terang - terangan. "Ia ingin aku mengajarinya."

Pemimpin desa dengan ragu - ragu bertanya, "Apa... yang Immortal Master ingin pelajari darimu?"

"Bagaimana merapikan ranjang, mencuci baju, memotong kayu, dan membajak sawah...umm, begitulah; itu semua yang kuingat."

Para penduduk desa terkejut, mereka keheranan, kalau demikian, apakah mungkin orang di dalam rumah itu bukanlah Immortal Master, dan mungkin hanya seorang idiot?

Pemimpin desa tertawa dan berkata, "Di Green Mountains yang hebat, Immortal Master mempunyai banyak pelayan yang siap sedia melayaninya. Ia minum kaldu dan makan buah keabadian. Kenapa ia mau melakukan hal demikian?"

... 

... 

Dalam hari - hari selanjutnya, Immortal Master tinggal di rumah keluarga Chen dan menjadi pusat perhatian dan perbincangan seluruh penduduk desa.

Para penduduk menerima semua perkataan pemimpin desa dan tidak sedetikpun meragukan identitas Immortal Master. 

Satu - satunya hal yang mengherankan mereka adalah, mengapa Immortal Master tidak kembali ke Green Mountains, melainkan tinggal di desa kecil mereka, dengan anak laki - laki itu mengajarinya bermacam - macam hal.

Banyak yang iri dengan Liu Shisui, bahkan membencinya. Mereka tidak mengerti, bagaimana ada orang yang tidak senang melakukan tugas ini.

Malam itu, Liu Shisui mulai mengajarinya merapikan tempat tidur, karena ia butuh beristirahat. 

Keesokan paginya Liu Shisui masih harus mengajarinya melipat selimut. 

Dan pemuda itu menemukan, bahwa ia memang tak pernah melakukan hal itu sebelumnya!

Saat menemukan hal - hal lain yang tak pernah dilakukan sebelumnya, pemuda itu sangat heran. 

"Saat meniriskan air, jangan sampai berasnya ikut terbuang!"

"Jangan membelah kayu terlalu tipis, nanti susah terbakar!"

"Kau harus mengikis sisik ikan, mencungkil pipinya, dan bagian - bagian hitam itu...kau harus membuangnya."

"Potong sebelah kiri, potong sebelah kanan, tapi jangan sampai putus, maka, mantel anyaman akan jadi... Lihatlah."

"Ini bukan keladi, ini buah pare...cepat taruh; Ibuku tidak suka itu."

"Jangan menancapkan terlalu dalam!"

... 

... 

Liu Shisui tidak menyangka ada orang yang sangat penurut seperti itu di dunia.

Sampai ia bertemu dengan pemuda berjubah putih itu. 

Tetapi sembilan hari kemudian, ia mulai meragukan pendapatnya sendiri...

...karena pemuda itu mempelajari segala sesuatu darinya dalam waktu sembilan hari. 

Hari pertama, pemuda berjubah putih itu belajar merapikan tempat tidur, melipat selimut, membelah kayu bakar, dan merebus air. 

Di hari kedua, pemuda berjubah putih itu melakukan pekerjaan rumah yang lebih sulit, membersihkan rumah keluarga Chen dari atap sampai lantai, sampai lantai itu berkilap.

Di hari ketiga, ia belajar memasak, pertama belajar menyembelih ayam, memotong daun bawang dan mengupas bawang putih dengan mengamati.

Di hari keempat, kelima, keenam...

Di hari kesembilan, matahari terbit dan pemuda berjubah putih itu, memotong bambu, membuat kursi bambu yang sangat indah dibanding hasil kerja pengrajin bambu manapun.

... 

... 

Sekarang, pemudah itu bisa membuat salad mentimun berbentuk spiral sepanjang dua kaki, yang potongannya seragam. Dan kayu bakar yang dipotongnya berukuran sempurna.

Bahkan, jelas - jelas menggunakan air dan beras yang sama, ia juga mencabut ubi yang sama, dan menggunakan kompor dan kuali yang sama, tapi, makanan yang dimasak pria berjubah putih lebih enak dari makanan manapun yang pernah dimakan Liu Shisui.

Pemuda itu juga bahkan membangun ulang dinding halaman belakang. Atap, yang sudah lama rusak, telah diperbaiki dan disesuaikan, sampai terlihat baru.

Liu Shisui jadi sulit meragukan identitasnya sebagai Immortal Master. 

Jika bukan Immortal Master sendiri, siapa yang bisa melakukan hal - hal demikian?

Liu Shisui juga tak pernah melihat pemuda itu mencuci bajunya. 

Sangat mengherankan, setelah melakukan banyak hal, bajunya tetap putih bersih, seperti beras yang terbaik.

... 

... 

(Aku teringat gadis pengupas bawang yang mengenakan mantel bulu musang putih di Timur Laut...)

Siguiente capítulo