webnovel

Jeda

Malam ini nggak mau meluk guling Maunya meluk kamu sambil guling-guling.

©

Dua minggu, Tria punya waktu dua minggu untuk menghabiskan hari liburnya tanpa Gean. Sebelum cuti Tria menyiapkan banyak hal yang seharusnya tidak mengganggu cutinya nanti.

"Pak Gean yakin nggak mau minta bantuan Riana?"

Gean tanpa sekretaris, yakin bisa? Tria nggak yakin sih. Karena selama ini Tria tak pernah pergi cuti cukup lama. Paling lama juga karena ia sakit tipes waktu itu, kalau liburan keluar kota paling mengandalkan hari kejepit nasional yang sudah diancang-ancang dari jauh hari.

"Saya bisa tanpa kamu, Tria." kata Gean tak mau menerima saran Tria yang meminta Riana untuk menolong Gean nantinya. Riana adalah tim marketing yang sedikit banyak tahu tentang pekerjaan Tria.

"Saya tahu Pak Gean bisa, tapi memangnya nggak kewalahan?"

Sejujurnya Tria khawatir, rasa tak nyaman mengganggu hatinya. Bagaimana ia bisa meninggalkan Gean selama dua minggu, tanggungjawabnya sebagai sekretaris mungkin akan dipertanyakan. Tria tak suka menelantarkan kewajibannya.

"Nggak akan, saya bisa handle semuanya. Kamu kalau mau liburan, liburan yang tenang aja. Kamu kan selalu komen nggak pernah bisa klaim cuti kamu. Sekarang saya kasih kesempatan sama kamu untuk ambil cuti kamu."

Keras kepala, Tria harusnya sudah bisa menebaknya. Gean dengan sifat keras kepalanya tak akan goyah hanya karena nasehat Tria.

"Kenapa saya merasa Pak Gean lagi marah sama saya ya?" gumam Tria dengan suara yang sedikit ia tinggikan agar Gean yang sejak tadi sibuk dengan laptopnya sedikit teralihkan fokusnya.

"Jangan bahas Aruna lagi, atau kisah cinta saya. Setelah kamu pulang liburan," benar saja Gean terpancing. Ia menatap tajam Tria yang mengernyitkan kening bingung. "Kamu harus lupain semua perdebatan yang terjadi di antara kita. Terutama masalah Aruna dalam hidup saya."

Kenapa kesannya Tria yang menyebabkan semua masalah ini, padahal Gean yang memblow up semua permasalahan Aruna. Sejak awal Tria tak pernah mau ikut ke dalam kisah cinta Gean dan Aruna.

Mau membela seperti apapun Tria pasti salah di mata Gean, memang bosnya saja yang belum bisa move on dari Aruna tapi mau pura-pura udah nggak cinta.

"Lagian tinggal bilang masih cinta aja kok gengsi banget," tukas Tria.

Tapi sebenarnya alasan Aruna lari dari pernikahannya dengan Gean pun tak jelas, Tria masih bingung ada apa di antara mereka sebenarnya.

"Aruna juga diajak balikan masih mau, dia masih lovey dovey gitu liat Pak Gean." lanjut Tria, padahal Gean baru saja mengingatkannya untuk tak membahas soal Aruna dan hidup Gean.

"Kamu kayaknya perlu pacaran beneran deh Tria," ucap Gean. "Biar kamu nggak sibuk ngurusin kisah cintanya orang lain."

Shit...

"Siapa yang sibuk urusin kisah cinta orang?" mata Tria menyipit tak terima. "Saya juga sibuk ngurusin kisah cinta saya, Pak Gean aja yang nggak tau."

"Oh ya?" pandangan Gean yang meremehkan semakin membuat Tria kesal. "Kisah cinta kamu? yang kayak buku baru punya anak SD itu, kosong bergaris aja?"

Kok bener sih. Sialan!

"Saya nggak bilang aja sama Pak Gean," halusinasi Tria mulai diuji di sini. "Ada banyak lelaki yang deketin saya, saya aja yang nggak punya cukup waktu untuk menerima ajakan mereka."

Gean justru tertawa ringan, sedikit meremehkan ucapan Tria. "Pasti itu cuma khayalan kamu aja kan."

"Kok jadi Pak Gean yang nggak terima," duh keselnya nyampe ubun-ubun punya bos yang selalu mengunderestimate kehidupan. "Kalau saya bisa punya pacar kalau saya mau, bukan kayak Pak Gean. Jomblo bertahun-tahun."

Ini gue lagi nggak sadar diri please...

"Jomblo dari lahir aja belagu," cibir Gean.

"Sini kenalin cowok yang deket sama kamu. Biar saya tahu selera kamu itu sejauh mana," ejek Gean.

"Fine," putus Tria. Memangnya dia semenyedihkan itu sampai tidak bisa punya pacar. "Yang pasti bukan cowok yang suka makanan manis tapi maniak sama kecap asin. Bukan cowok yang mempermasalahkan beras pas makan sushi, atau cowok yang nggak mau makan gulali kalau tau gulanya bukan gula tebu asli."

"Kamu lagi nyindir saya?" mata Gean berkedut menatap Tria yang emosi.

"Bagus kalau Pak Gean ngerasa ke sindir, saya nggak usah capek memperjelas." Tria meletakkan dokumen dan catatan yang harus dipelajari Gean di atas meja milik Gean.

"Tria... " geram Gean.

"Sorry."

Walaupun Tria bekerja demi uang, tetap saja ada passion dan tanggungjawab yang tak bisa dia abaikan. Bersama dengan seorang Gean selama lima tahun tak lantas membuat Tria lupa diri.

Tria belajar bagaimana cara bertanggungjawab, belajar sabar bahkan belajar bagaimana caranya tidak menghujat meski rasanya ingin mengumpat setengah mati.

Ada Gean yang masih mempekerjakan Tria, meski Tria sadar bahwa dirinya tak sempurna seperti sekretaris yang lain, bahkan cenderung ceroboh. Gean dengan mulut tak berperasaannya akan memarahi Tria, lalu memaafkan dan berjalan seperti semestinya. Itulah siklus kerja Gean dan Tria.

"Ngomong-ngomong," ucap Gean dengan nada yang sedikit rendah. Tria sedang membantu Gean mengoreksi beberapa price list area luar jawa. "Saya masih belum tau kamu mau liburan kemana?"

"Kalau Pak Gean tau, nanti nyusul lagi."

"Enak aja," Gean mendecih, ia mengabaikan pulpen yang sejak tadi ia pakai untuk mengoreksi pekerjaan tim sales. "Ngapain juga nyusul kamu."

"Ngapain lagi kalau bukan merusak liburan saya," balas Tria.

"Pak Gean kan nggak ikhlas kalau saya bahagia."

"Itu mulut udah kayak petasan," timpal Gean sebelum Tria berceloteh lebih lama.

"Oh iya, Pak Gean tau nggak Sherly?"

"Anak marketing baru itu?"

Iya yang baru, yang gayanya kayak selebgram kemana-mana ngomongnya hay guuyyyssss... Sebenarnya selain membicarakan hal penting, Tria dan Gean juga sering terlibat percakapan paling tak penting.

Mereka pernah membahas soal bulu mata Bu Elina berapa panjangnya sampai terus berkedip jika ada pria tampan.

"Dia katanya ngefans sama Pak Gean, saya sering dapet sbux gratis dari dia."

Berapa kali Tria memanfaatkan wawasan maha bergunanya soal Gean untuk mendapat camilan gratis.

"Terus? yang suka sama saya kan banyak, kamu dapet sbux gratis tiap hari dong." sombongnya Gean memang bawaan dari Zigot. "Pasti rasanya beda ya kalau kopi gratisan."

Tria mendecih, ini nih kalau sel-sel sombong sudah mendarah menjadi tulang. "Lebih enak gratis, nggak usah liat struknya. Inget prinsip metabolisme tubuh pak. Minuman delapan puluh ribu sama minuman delapan rebu, pas pipis warnanya sama aja."

"Emang dasarnya kamu kaum penikmat gratisan."

"Kalau ada yang gratis ngapain bayar," niatnya Tria kan bahas Sherly bukan bahas gratisan. "Terus ya Pak, Mbak Riana itu juga naksir Pak Gean."

"Hmm...,"

"Dia pernah tanya sama saya, Pak Gean pake parfum apa. Dia mau ikutan beli, terus gulingnya mau disemprotin parfum itu. Biar kalau meluk gulingnya berasa meluk Pak Gean," cerita Tria ini memang apa adanya. Jangan heran jika kini Gean yang menjadi objek sedikit bergidik ngeri, Tria saja merinding ketika Riana mengungkapkan niatnya.

"Kamu kasih tau parfum saya apa?"

"Nggak lah Pak," jawab Tria. Gean menghembuskan napas lega, tapi hanya sejenak sebelum Tria melanjutkan ucapannya. "Mana mau saya kasih tau kalau nggak ada imbalannya."

"What?" umpat Gean. "Terus kamu mau biarin saya jadi bahan imajinasi mereka gitu?"

"Santai aja Pak, artis kpop banyak yang dijadiin khayalan jutaan kaum hawa tiap malam aja hidupnya baik-baik aja." ujar Tria tenang.

"Ya ampun Tria," geram Gean. Ia rasanya sudah mau salto saja karena terlalu kesal karena sikap tenang Tria. "Cukup Bu Elina aja yang bikin saya merinding, jangan tambah Riana."

"Ya bagus, kali aja Pak Gean cocok sama Riana. Tinggal ketemuan, nego harga, deal. Jadi deh."

"Dikiranya nyari jodoh sama kayak belanja online," tukas Gean. Lama kelamaan obrolannya dengan Tria makin ngawur saja.

"Beda, kalau belanja online itu mendekatkan yang jauh," Tria memasang senyum lugu penuh kepura-puraannya. "Kalau jodoh, menjauhkan yang sudah dekat. Kayak saya sama Pak Gean."

...

TBC

07-03-2019.

Pagi geennnggggsssss... Yang buka bumbu indomie masih pake gunting😂 Besok Jumat. Kepo-kepo di IG boleh : Sashalia28

Siguiente capítulo