webnovel

#Kata Yang Tulus

Kriiiinnnggg

Aku terbangun dari tidurku yang rasanya kurang nyenyak, akibat alarm yang berada tepat di atas kepalaku itu berdering dengan keras. Aku langsung bangkit dari tidurku dan berlari menyambar handuk yang tergantung di belakang pintu kamarku.

Aku masuk kamar mandi dengan pikiran yang riuh dan berkecamuk dengan kejadian semalam.

Teringat aku tentang apa yang di katakan oleh ibuku semalam. Aku terdiam sejenak menatap air tenang yang berada di hadapan-ku. Aku basahi badanku dengan perlahan, yang membuat tubuhku menggigil merasakan dinginnya air pagi ini, dimana sentuhan dari air tersebut seperti tusukkan jarum di sekujur badanku.

Tiba-tiba semua pemikiran yang rancau bercampur aduk menyeruak di dalam kepalaku. Ingin rasanya protes kepada Tuhan.

"Kenapa Tuhan aku dilahirkan di rahim orang yang miskin!!" yang terpikirkan pertama kali olehku adalah selalu kalimat tersebut. Yang membuatku selalu protes di saat aku mengingatnya.

Tetapi aku sadar, dan ingat akan perkataan Ibukku yang selalu menjadi alarm di dalam kepalaku di saat aku sudah mulai tidak jelas seperti ini.

"Kita tidak akan pernah tahu kita akan dilahirkan di rahim siapa, dimana, dan dalam keadaan seperti apa! Tetapi kita mempunyai sebuah pilihan yang bisa mengubah diri kita sendiri dan orang disekitar kita, bahkan Dunia!"

Kalimat Itu selalu terbenam di dalam benakku.

Ku ambil handuk, dan ku usapkan di tubuhku, ku keringkan air yang masih melekat di badanku.

Aku berjalan mendekat ke lemari dan ku kenakan seragam pramuka yang agak kusut karena tertindih oleh pakaian lainnya.

Selesai ku berkemas dan merapikan ranjang. Aku berjalan menuju ke kaca besar yang berada di lemari pakaianku, melihat sosok yang sekarang berdiri di depan kaca.  Seorang anak laki-laki berumur 16 th dengan gaya dekil dan kusam, rambut acak-acak-kan, buku didepan dada dengan pelukan erat yang menggenggam buku tersebut.

Aku diam sejenak pada saat melihatnya, namun dengan cepat aku langsung mengalihkan pandanganku melihat sudut kiri atas dinding kamarku

"Wihhh Jam setengah tujuh?"

Aku langsung berlari menuju dapur menyambar kotak bekalku dan ku masukkan ke dalam tasku, sambil berlari ke depan rumah untuk melihat apakah dia sudah disana.

"Bay hati-hati!"

Teriak Ibuk dari dapur.

"Iya buk siap!" jawabku sambil berlari ke teras, memastikan bahwa Yudi sudah di sana.

"Hii Yud!!! udah lama nunggu, sorry ya, aku ada sedikit masalah dengan pelajaran hari ini"

"Gak papa kok, ni aku baru nyampek. Ayo!!"

Aku langsung bergegas naik ke boncengannya.

Kenalin dia Yudi, dia adalah teman sekalipun sahabat terbaik-ku, ya setiap hari beginilah aku selalu mencari tumpangan untuk berangkat ke sekolah dan selalu membawa bekal ke sekolah. Karena keterbatasan ekonomi membuat keluargaku harus benar-benar irit dalam mengatur keuangan.

Kurang 3 hari lagi aku UNAS untuk ke lulusanku, semua sudah ku persiapkan dengan matang.

Dari belajar, seragam putih, alat tulis untuk ujian..? Beres, buku kubawa banyak, nilai is okey lah yang penting lulus, dan SMA...?

Aku belum kepikiran soal itu.

***

Sesampainya di sekolah, aku melihat parkiran sudah hampir penuh, Yudi pun menempatkan sepeda motornya di paling ujung.

Aku turun dan enaknya parkiran ini di sebelah kanan kelasku 9-D.

"Thanks ya Yud!"

"Siap!"

Aku dan Yudi berpisah di lorong menuju antara dua kelas, karena dia di 9-A.

Aku berjalan menuju pintu kelas, suaranya ramai, hmmm kelihatan bahwa anak-anak sudah berkumpul d dalam kelas.

"Hahaha si kere dateng hahaha si kere datang tuh, minggir-minggir ntar ketularan lagi!"

Itulah yang ku maksud, bulian itu di mulai kembali.

Banyak sekali anak-anak yang tertawa dengan teriakan salah satu anak yang memang membenciku sejak SD, karena aku satu sekolahan terus sama dia, jadi dia mempunyai banyak kesempatan buat buli aku kapanpun dia mau.

Aku gak melawan, ngapain?  Karena aku sadar bahwa apa yang perempuan itu katakan adalah benar apa adanya. Panggil saja dia Sari, maaf aku tidak sebutkan nama aslinya. Karena takutnya dia malah riuh jikalau tahu aku menulis tentanganya.

Aku tidak menghiraukan teriakkan tersebut.

Aku berjalan menuju bangku paling belakang dengan menundukkan kepala.

Ku ambil kursi yang roboh berserakan di sebelah kanan mejaku.

Huft, helaku perlahan.

Aku duduk secara perlahan, dengan mata mengintai mereka, ada yang melihatku atau tidak.

Namun mereka pada sibuk sendiri dengan kesibukannya mereka masing-masing.

Rasanya yang memang benar-benar peduli sama aku ya, keluarga aku dan pacar aku sendiri.

Ya memang betul, aku punya pacar. Ya meskipun  belum terlalu lama pacaran namun aku bisa merasakan bahwa dia memang sangat baik sekali kepadaku.

Namanya Widya dia berasal dari desa seberang, aku kenal dia pun di comblangin sama kak Dian. Kak Dian adalah tetanggaku, ya aku sering main ke rumahnya. Hingga singkat cerita dia ngenalin aku sama tetangga pacarnya yang kebetulan satu desa dengan dengan pacarnya kak Dian. Ya dari situlah asal mula hubungan kami berdua dimulai.

Aku jadian sama dia pada waktu hari valentine 2012 lalu.

Rasanya lucu aja kalau di ingat-ingat bisa kenalan dan ketemu sama dia.

Aku buka buku favorite ku,

Seni Rupa, karena aku suka sekali dengan apapun yang berhubungan dengan Art.

Suasana hening cocok sekali untuk membaca, karena beberapa dari mereka lagi sibuk untuk mengerjakan PR mereka.

Aku baca hingga halaman yang paling ku suka, yaitu sebuah kata-kata mutiara yang menghentikan pandanganku.

"Life Is Short, And Art Is Long"

(Hidup itu pendek, dan Seni itu panjang)

Ya bisa di artikan garis besarnya adalah, seni itu tidak ada matinya.

Blakkkkkkk

Pandanganku langsung berpindah ke arah pintu yang terbuka dengan paksa berserta decitan sepatu yang khas.

"Selamat Pagi, Anak-anak!!!!!!"

Suara cempreng nan khas itu berhasil memecahkan keheningan diruangan kelas pada saat itu.

Dalam hatiku bersorak ria, karena yang datang adalah Guru Favorite-ku yaitu Pak Hilal beliau adalah Guru Seni Rupa paling ngetop di ESKADA (SMP N 2 KANDANGAN)

Aku berdiri dan membusungkan dada, memegang buku gambar di tangan kananku.

Perlahan aku berjalan maju, dengan hati yang suka cita, hanya ada aku dan tiga temanku dari tiga puluh lainnya, yang mengumpulkan PR menggambar satu minggu yang lalu.

Baru empat langkah aku berjalan, tiba-tiba aku tersandung dengan sangat keras oleh sesuatu yang aku tidak paham apa itu.

Pada saat aku menoleh ternyata itu adalah kaki dari anak yang sangat membenciku.

Sekarang aku melayang perlahan ke depan, tubuhku tidak seimbang dan badanku condong terlalu ke depan dengan posisi yang sangat tidak nyaman bagiku...

Brakk

Dan dahiku-pun mencium lantai. Benturan yang keras-pun menghampiriku, tetapi aku gagal menahan-nya dengan tangan kiriku.

Aku jatuh ...

Dalam hatiku berteriak sangat keras, aku merasakan kakiku sakit di bagian kanan sebelah mata kaki.

aku kesleo, rasanya.

"Argghhh, aww"

Aku mengerang kesakitan namun tidak aku tumpahkan.

"Hahahahha mati aja lo!!!!!"

Seru Sari sambil melirikku dengan tatapan yang amat tajam.

Hampir semua anak yang ada di ruangan itu tertawa dengan lepas, karena aku terjatuh.

Aku sadar, tidak ada yang menolongku, tidak ada yang peduli padaku, aku mencoba untuk bangkit berdiri, dengan jalan tertatih ku coba untuk berjalan lagi menuju meja Pak Hilal, dan tersenyum dengan-nya walaupun itu sulit untuk ku coba.

Aku tidak pedulikan mengenai apa yang di lakukan oleh Sari, karena aky tahu suatu hari nanti dia akan dapat karmanya sendiri.

Aku berjalan mendekat ke arah Pak Hilal, suara lirih ku dengar keluar dari bibir Pak Hilal

"Tenang aja Tuhan tidak tidur kok Bay, sini tak kasih tahu kamu"

Aku berjalan membungkuk-kan badanku ke samping kanan wajah Pak Hilal.

"Bapak bangga sama kamu, suatu saat nanti pasti kamu berada jauuuhhh diatas mereka"

Ungkapnya sambil tersenyum kepadaku.

Hatiku terasa berdebar-debar di saat kalimat itu kudengar dan merasuki pikiranku.

Orang Ini Tulus mengutarakan ucapannya kepadaku.

Aku bisa merasakannya.

Aku hanya terdiam, perlahan ku langkahkan kakiku, semakin lama, semakin jauh darinya, sekarang aku berada didepan tempat dudukku. u

Aku terdiam sejenak dan memalingkan pandanganku ke depan tepat kepada Pak Hilal, aku tersenyum kecil dan duduk kembali.

Tak ku sangka jam menunjukkan pukul 11.30 pm.

Kriinggg

Itu adalah bunyi yang sangat ku nantikan

"Bell pulang"

Karena hari ini adalah hari Jum'at. Sekolah pulang lebih awal daripada hari-hari biasanya.

Aku berlari menuju lorong dan mencari Yudi, aku lihat di kelasnya dia tidak ada.

Aku melihat sekeliling  tetapi dia juga tidak ada, aku berlari menuju parkiran, sepeda motornya sudah tidak ada juga pada tempatnya tadi.

Berarti dia sudah pulang.

Dengan lesu aku pun berjalan keluar parkiran menuju gerbang, aku putuskan untuk aku berjalan saja. Perjalanan pulang dari sekolah ke rumahku jaraknya sekitar 3.5 km.

"Huft dimana si Yudi? Apakah dia benar-benar udah pulang duluan?"

Aku berjalan perlahan meninggalkan parkiran, menyeberang ke perempatan

Tinnnnnnnn

"Minggirrrrr"

.

.

.

Siguiente capítulo