webnovel

Kubah

03 September 1274 AG - 03:20 Pm

Southforest Dungeon - Stage 1

—————

Ucapan Ottuso lagi-lagi membuat bulu kuduk Preponte berdiri. Dia utus beberapa pengawal untuk memeriksa apapun yang ada di balik pintu gua itu. Dia siap berlari jika omegra itu terlalu berbahaya baginya. Setelah mendengar prajuritnya meneriakan kata aman, Preponte mengikuti mereka dari belakang.

Dia menengok ke kiri dan ke kanan. Dia melihat beberapa pengawalnya sudah menyebar di beberapa bagian kubah itu bersama obor mereka. Namun dia tidak melihat apapun selain kubah luas dan tiang besar di tengah-tengahnya. Tidak ada boss monster, tidak pula omegra biasa. Merasa idiot karenanya, dia menatap Ottuso penuh kemarahan.

"Sudah aku bilang obati dulu hidungmu yang tak berguna itu!"

"Tapi Tuan! Aku mencium bahaya!"

PLAAKKKKKK!!!

Preponte memukul hidung Ottuso hingga berdarah.

"Aku tidak butuh hidungmu, Keparat!" Preponte meradang. Tapi kemarahannya terjeda saat seseorang menegurnya dari belakang.

"Anda baru saja hidung merusak satu-satunya aero di sini, Tuan Preponte. Belajarlah bijak pemimpin jadi."

Melihat siapa yang baru berbicara, Preponte menundukan kepalanya. Di hadapannya adalah seseorang yang sama kuatnya seperti dua petualang rank-S yang tadi menghinanya.

"Saya tidak kuatir karena ada Tuan Yadz dan pasukan Qalamist di sini. Justru penghuni dungeon ini yang seharusnya takut dengan anda-anda semua."

Kata-kata menjilat itu berbalas picingan mata dari orang yang dia panggil Yadz. Orang berwajah serius itu menoleh ke arah 10 anggotanya dan berbicara dengan bahasa mereka.

Preponte tidak tahu satupun kata yang mereka ucapkan. Dia senyum-senyum saja saat Qalamist itu menoleh lagi ke arahnya.

"Saya memang bukan petualang. Tapi saya tahu anda sekali sama tidak pengalaman, Tuan Preponte."

Preponte terbelalak kalimat belepotan itu Yadz ucapkan tanpa pertimbangan. Dia banting obornya setelah 11 Qalamist itu pergi agak jauh.

"Keparat kalian Stauven palsu!" umpatnya lantang penuh amarah. Dia pelototi pasukannya dan memerintah mereka. "Cari tiga keparat itu sampai ketemu! Jangan banyak alasan!"

"Tuan! Lihat ini!" Seseorang prajurit mengayunkan tangannya dari kejauhan.

Preponte terburu menghampiri beberapa prajurit yang mengerumuni sesuatu. Tapi begitu melihat gambar segitiga, angka-angka rumit dan gambar segitiga lain yang sangat jelek, dia semakin meradang.

"Kalian tak berguna!! "Dia tampar pipi beberapa prajuritnya. "Cari yang benar! Jangan main-main!"

"Tuan!" Prajurit lain berlari mendekat dari arah berbeda.

"Ada apa lagi? Mau menunjukan aku gambar-gambar aneh lagi?"

Preponte semakin jengkel. Namun ekspresinya berubah setelah mendengar apa yang prajurit itu sampaikan. Pria ber-chainmail mewah itu tertawa dan berkacak pinggang.

"Aku sudah menemukan tiga keparat itu! Mereka juga tidak menyadari kehadiran kita, hahahaha!"

"Yakin anda, Tuan Stauven?"

Mendengar teguran dengan Bahasa Camelota yang kurang fasih itu, sekqli lagi Preponte menunjukan wajah ramah.

"Saya yakin, Tuan Yadz! Mereka terlihat meneliti sesuatu di balik pintu lorong itu."

"Terima kasih, Tuan Preponte," balas Yadz, masih menunjukan wajah tanpa ekspresi. Orang brewok miskin senyum itu menoleh ke 10 anggota di belakangnya dan mengayunkan tangan ke arah mereka. "Wajadah! Yalla! Yalla!"

Preponte mengikuti 11 orang Qalamist itu dari belakang menuju pintu gua yang sudah dijaga beberapa pengawal pribadinya. Senyumnya mengembang mengingat 11 orang Qalamist itu dengan senang hati membantunya, tanpa harus bayar satu copper-pun. Meski dia belum pernah merasakan medan perang melawan mereka, tapi dia tahu sekuat apa para bar-bar padang pasir itu.

Langkahnya berasa ringan ketika memasuki pintu lain yang sama lebarnya seperti pintu masuk kubah. Stauven berwajah kapalan itu semakin ceria ketika memasuki lorong lanjutan yang ternyata selebar 10 meter. Matanya melihat temaram obor yang kira kira 200 meter jauhnya dan beberapa prajurit mengacungkan tombak pada seorang pria berambut merah.

"Aku ingin memujimu bisa mengatasi dungeon ini, Stauven palsu. Kamu pasti sudah tahu apa tujuanku mencarimu, 'kan? Hahahahaha!"

"Minta tips merayu gadis? Menyerahlah, kamu tidak tertolong."

"Diam kau!" hardik Preponte kesal bercampur heran Simian masih bisa meledeknya. "Kalian juga diam!" Dia pelototi para prajurit yang memegang tombak gemetaran karena menahan tawa. Sekali lagi dia menoleh Simian dengan wajah provokatif. "Aku rasa kamu menyelamatkan dua saudara pungutmu itu begitu menyadari kehadiranku. Tapi percuma, Bocah, kalian sudah terkepung! Aku sudah suruh anak buahku menghalangi pintu keluar, Hahahaha!"

"Aku sudah suruh anak buahku bla bla bla! Cih!" Simian menirukan ucapan Preponte dengan nada falsetto sambil meludah. "Aku tersanjung kamu bahkan membawa elite ini hanya untuk menghabisi rank-B sepertiku. Takut duel satu lawan satu, Tuan rank-A?"

Preponte tidak menjawab. Dia tahu apapun jawabannya pasti Simian kembalikan sebagai lelucon.

"Tenang Preponte, aku tidak setega itu menantang anak manja sepertimu. Apa kata Earl Moltavide nanti putera kesayangannya kukunya patah? Hiks! Aku jadi mau menangis," ledek Simian, semakin menunjukan wajah merendahkan. Dia menoleh 11 orang Qalamist itu dan menyapa mereka. "Hal taerafin min ana?"

Spontan, Preponte dan semua orang terkejut. Orang-orang Qalamist itu juga nampak bingung dan saling menoleh. Hanya Yadz yang tidak mengubah ekspresi dinginnya. Dia memutar leher dan menjelaskan sesuatu ke anak buahnya dengan bahasa mereka.

Seorang anak buahnya langsung meradang.

"Hu shaear alnaar!"

Prajurit itu hendak menyerang setelah mengenali siapa Simian. Tapi Yadz merentangkan satu tangan untuk menghalanginya. Pemimpin pasukan elit itu melangkah maju dan menyuruh minggir prajurit Preponte satu-persatu. Dia mendekati si rambut merah itu dan meneruskan bercakap-cakap dengan bahasa asing.

Jelas sudah, percakapan Bahasa Iram yang fasih itu semakin menenggelamkan harga diri Preponte ke dasar lubang. Apalagi ketika Simian ikut menyuruh mundur prajurit pengawalnya seakan mereka hanya lalat yang mengerubungi kotoran.

"Aku heran Preponte, bagaimana caranya pecundang sepertimu bisa membawa perwira tinggi Qalamist mencariku? Kamu lihat cara mereka melihatku? Kita berbeda kelas, Pecundang, hahahaha!"

Preponte tidak bergeming. Dia menahan nafas terburu karena hinaan Simian itu.

"Apa kau menjilat pantat mereka, Anak manja? Apa kau rajin menabung sekarang demi bayar pasukan?"

Preponte masih diam meski badannya mulai gemetaran.

"Pantas saja akhir-akhir ini kamu puasa ke pelacuran, cih!"

Bagaikan tombak menusuk jantung, hilang sudah kesabaran Preponte. Hinaan terakhir itu ibarat anak panah Mascara yang tidak pernah meleset. Preponte menatap tajam Simian dan berteriak sekencang mungkin.

"An—anak manja, katamu? Pelacuran!!!?"

Siguiente capítulo