Angele berlari turun melalui tangga setelah menghabiskan beberapa lama untuk mencerna situasi saat ini. Saat dia tiba di lapangan berlatih, sang baron telah mengumpulkan dan sedang menginterogasi sekelompok pendekar pedang bersenjata lengkap di sana.
"Siapa yang pergi ke hutan bersama Angele waktu itu?" tanya sang baron dengan suara sangat berat.
Beberapa dari mereka saling melihat satu sama lain dengan wajah panik, namun tidak ada yang menjawab.
"Jika kalian mengaku sekarang, kalian tidak akan kuhukum terlalu berat. Kalian tahu kalau kalian telah gagal melindungi Tuan Muda kalian dengan baik, bukan?" Sang baron menarik nafas dan berkata dengan lirih. "Sesuai peraturan, jika kalian menyerahkan diri, hukumannya hanyalah 20 kali cambuk. Namun, kalau aku harus mencari sendiri siapa yang bersalah, aku akan membuat kalian menderita."
Para pendekar itu menjadi lega setelah mendengar perkataan sang baron, dan akhirnya dua orang berjalan keluar dari kelompok.
"Baron Karl, ini semua itu adalah salah saya dan Hank. Tolong hukum kami!" Salah satu dari mereka berkata dengan lantang.
"Siapapun itu, ambilkan cambukku!" Sang baron mengangguk dan memerintah.
Salah satu pekerja mulai berlari mengambilkan cambuk sang baron. Namun, tiba-tiba sang baron menarik pedangnya dan menusuk kepala kedua orang itu hingga tembus. Semuanya terjadi dalam hitungan detik. Kedua pendekar itu terjatuh ke tanah, dan darah mengucur dari kepala mereka.
Lapangan berlatih seketika menjadi sunyi senyap.
"Angele adalah anakku! Jika dia mati, siapa yang akan memimpin Keluarga Rio kelak?!" teriak sang baron sambil tersenyum dingin.
"Seharusnya kalian tidak membiarkan anakku pergi sendirian ke dalam hutan. Kalian ingin membunuh anakku?! Bisa saja aku membunuh seluruh sanak keluarga kalian, tetapi aku sudah mengenal kalian cukup lama. Ini sudah cukup." kata sang baron.
"Aku berharap tidak akan melakukan hal ini lagi." kata sang baron kepada para pendekar lainnya.
"Bakar mayat mereka!" teriak sang baron. Semua yang melihat kejadian itu tidak bisa berkata-kata, bahkan tidak bisa bernafas. Mereka semua berusaha agar sang baron tidak lebih marah lagi. Dua orang pendekar mengambil kedua mayat itu dan membawanya pergi.
"Ambilkan senjata dan baju zirahku. Aku harus pergi ke hutan." perintah sang baron.
"Baik!" jawab salah satu pekerja. Dengan wajah pucat, ia berlari ke gudang senjata.
Selama kejadian itu, Angele berada di tepi lapangan berlatih. Melihat dua pengawal yang telah membantunya mati di depannya membuatnya sedikit iba sekaligus takut. Kini ia lebih paham mengenai temperamen sang baron.
Angele melihat ayahnya mengenakan baju zirah kulit emasnya dan mengambil pedang besar. Kemudian, sang baron meninggalkan kastil dan pergi ke dalam hutan. Angele tahu bahwa ayahnya akan memburu Beruang Gunung Gila itu.
"Ayah…" bisik Angele dengan suara lirih sembari menggenggam pedangnya dengan erat. Beban perasaan cinta ayahnya terasa sangat berat di pikirannya. Dia tahu bahwa ayahnya hanya ingin mencoba menyampaikan sebuah peringatan yang tak terlupakan dengan membunuh kedua pengawal itu sebagai contoh hukuman kesalahan mereka.
Setengah jam kemudian, Angele mendengar suara raungan beruang dan suara-suara pertarungan dari dalam hutan. Setelah beberapa lama, sang baron berjalan keluar dari hutan. Darah keluar dari mulutnya, dan tangan kirinya sepertinya patah. Tetapi, terlihat senyum di wajahnya.
Semua prajurit dan pekerja berdiri di luar kastil menunggu kedatangan sang baron. Old Wade, anak-anak sang baron, dan Angele berdiri di sana dan terdiam menatap sang baron yang berjalan ke arah mereka. Di tangan sang baron terdapat selembar kulit hitam tebal Beruang Gunung Gila yang sebelumnya bertemu dengan Angele.
Angele adalah satu-satunya orang selain sang baron yang pernah bertarung dengan beruang itu, dan dari pertarungan itu dia mengetahui betapa sulitnya menguliti beruang itu. Pertarungan sang baron melawan beruang itu pastilah sangat sengit.
"Panggilkan dokter sekarang juga!" teriak Wade, dan seketika itu sekeliling menjadi ribut. Beberapa pekerja lari masuk ke dalam kastil, sementara yang lainnya mencoba menolong sang baron. Melihat ayahnya berjuang melawan beruang itu untuknya, mata Angele menjadi berkaca-kaca.
Angele berjalan ke arah ayahnya dan membantunya. Ia melihat sang baron, dan seketika ia merasa seperti melihat ayahnya yang ada di bumi.
"Angele" Sang baron melihatnya sambil tersenyum.
"Aku akan melindungimu sampai aku mati." kata ayahnya, dan Angele menjadi sangat terharu. Sebelum kejadian ini, bagi Angele, sang baron adalah ayah tirinya. Namun sekarang, dia merasakan bahwa sang baron adalah satu-satunya orang yang memberikannya kehidupan.
Sepuluh hari berjalan setelah sang baron membunuh Beruang Gunung Gila.
Angele terus memakan rebung bambu untuk membantu meningkatkan kekuatannya. Dia mencoba menyuguhkan rebung itu untuk ayahnya juga, namun chip-nya mengatakan bahwa efek peningkatan kekuatan itu hanya bekerja untuk dirinya sendiri. Dari kejadian itu, dapat disimpulkan bahwa tubuhnya jauh berbeda dengan tubuh orang lain di sekitarnya. Bambu itu banyak membantunya, namun hanya akan membuat sang baron terkena diare. Hasil itu membuat Angele kecewa.
Pada awalnya, Angele mengira tidak ada orang yang tahu kegunaan makanan itu, namun sepertinya makanan itu hanya efektif untuknya karena tubuhnya spesial. Dia juga khawatir ada orang yang akan mengetahui rahasia makanan yang dikonsumsinya, namun tidak ada yang peduli.
Waktu makan siang tiba.
Istri-istri dan anak-anak sang baron duduk di kedua sisi meja, sementara Angele duduk tepat di seberang sang baron. Tidak sembarangan istri sang baron bisa duduk di meja ini, hanya istri yang disukainya. Di meja, tersuguh sekitar sepuluh jenis makanan, ada daging rebus, sayuran tumis, ikan kukus, dan daging panggang besar di tengah meja itu.
Sang baron memotong dan memakan daging di piringnya tanpa berkata apapun. Setiap anggota keluarga sang baron yang makan di situ dilayani oleh seorang pelayan. Para pelayan itu bertugas untuk menyajikan makanan yang mereka mau. Wade berdiri di belakang sang baron. Ia mengenakan baju bangsawan berwarna hitam, dan rambut putihnya terlihat klimis.
Baron Karl adalah yang paling berkuasa di meja makan. Jika ia tidak berbicara, yang lain tidak bisa berbicara kecuali Angele. Namun, Angele tidak ingin mengatakan apapun.
Orang-orang di meja memakan makanannya dengan hening, merasakan suasana berat yang terpancar. Angele mendengar rumor baru mengenai ayahnya dari para pengawal. Karena peningkatan kemampuannya, ia bisa mendengar rumor tersebut dari jarak jauh. Orang-orang membicarakan tentang bagaimana sang baron melawan dan membunuh raja hutan - Beruang Gunung Gila - sebagai manusia. Mereka juga menggosipkan kekejaman sang baron, hingga mulai memberinya panggilan "Sang Baron Iblis".
Panggilan "Baron Iblis" membawa arti bahwa sang baron sangatlah kuat namun misterius, seperti iblis. Orang-orang mulai takut kepada sang baron, hingga mulai berpikir bahwa Wade dan Audis juga sekejam sang baron.
Angele menggigit jamur yang disuguhkan padanya. Walaupun dia sangat merindukan makanan China yang biasa ia makan di bumi dulu, makanan di sini bermacam-macam dan terasa enak. Satu-satunya hal yang menyedihkan baginya adalah orang-orang tidak makan nasi, dan hanya ada roti di kastil. Para bangsawan memakan roti gandum putih, sementara para pelayan memakan roti gandum hitam. Minum sup sambil makan roti adalah hal biasa disini, namun Angele membutuhkan waktu untuk membiasakan dirinya.
Makan siang berlangsung selama 20 menit. Saat sang baron hampir menghabiskan makanannya, seorang pengawal berbaju zirah berbahan kulit berlari masuk ke dalam ruang makan. Pengawal itu dihalangi oleh seorang pelayan. Wade pergi memeriksa keadaan, dan ekspresi wajahnya berubah. Wade segera pergi dan berbisik kepada sang baron.
Tidak ada yang bisa mendengarnya, namun dengan bantuan chip-nya, Angele dapat mendengar apa yang dikatakan Wade.
"Audis menemukan banyak bijih besi di teritorinya. Akan lebih baik jika Anda bisa memeriksa sendiri ke sana." Bisik Wade.
"Bijih besi?" Baron Karl menjadi gembira. Jika dia bisa membangun tambang di sana, dia akan mendapatkan banyak uang. Besi adalah komoditas penting, terutama saat perang.
"Tidak ada waktu yang terbuang percuma setelah penemuan itu. Akan lebih baik jika kita pergi ke sana sekarang." kata Wade.
Sang baron berpikir sejenak sembari memegang tangan kirinya. Dia masih belum sembuh dari lukanya, namun penemuan sumber bijih besi adalah urusan yang sangat penting baginya.
"Tinggalah di kastil. Aku akan pergi ke sana sekarang." kata sang baron.
"Saya mengerti." Wade sedikit kaget dengan perintah itu, namun ia tetap menurutinya.
"Tetapi, saya pikir saya harus menemani Anda karena Anda masih belum sepenuhnya pulih." Wade melanjutkan.
"Tidak apa-apa." Sang baron menjawab seraya mengibaskan tangannya,