Li Sicheng menangkap apel itu dan mengembalikannya tanpa berkata sepatah kata pun. Su Qianci yang duduk di samping, juga sama diamnya. Ketika Qin Shuhua dan Li Yao kembali dari rumah tetangga, hal itulah yang mereka lihat.
Wajah Li Yao menjadi kelam seraya menyalahkan Li Sicheng, "Sicheng, jangan membuat kakekmu marah."
Li Sicheng melengkungkan bibirnya, melirik ke arah Su Qianci, dan berkomentar, "Tidak ada yang ingin melihatku, jadi tidak ada gunanya bagiku untuk tetap berada di sini."
Ketika dia mengatakan itu, semua orang menjadi mengerti apa yang sedang terjadi. Dengan segera, semua mata tertuju pada Su Qianci. Raut wajahnya diliputi oleh ekspresi bersalah, muak, cinta, dan ambiguitas1. Merasa gugup, Su Qianci berkata, "Aku tidak …."
Kapten Li memelototi Li Sicheng dan melemparkan sebuah apel lagi padanya, meraung, "Apa yang harus kau katakan untuk dirimu sendiri?"
Apel itu mengenai perutnya, Li Sicheng menjadi terdiam. Mengambil apel itu dan meletakkannya kembali, Li Sicheng berdiri dan berkata, "Aku akan mandi."
Melihat itu, Qin Shuhua menatap Su Qianci dengan senyum setengah hati. Su Qianci balas menatapnya tanpa rasa takut.
"Aku terkesan karena kau bisa menyiksa putraku seperti ini," kata Qin Shuhua dengan ambigu dan meninggalkan ruangan. "Li Yao, ada yang ingin kukatakan padamu."
Li Yao mengangguk dan melirik Su Qianci. "Cobalah untuk tidak mengganggu generasi senior dengan masalah pribadimu. Kalian sudah dewasa dan seharusnya bersikap selayaknya orang dewasa. Sicheng bersikap baik padamu."
Li Yao tidak terlalu peduli dengan Su Qianci. Meskipun cantik, dia bukan berasal dari keluarga yang terkemuka dan tidak memiliki karakter yang menarik. Karena Su Qianci dipilih sendiri oleh Kapten Li, Li Yao tidak membantahnya. Dia tidak menduga, bagaimanapun juga, wanita itu akan memiliki dampak yang sedemikian rupa pada putranya.
Meskipun Li Sicheng tidak mengatakannya, dia jelas sangat memperhatikan istrinya. Setidaknya Li Yao belum pernah melihat Li Sicheng memperlakukan seseorang seperti ini sebelumnya. Seluruh keluarga Li cukup keras kepala.
Su Qianci menundukkan kepalanya, mengangguk, dan berkata dengan patuh. "Aku tahu, Ayah."
Li Yao tidak mengatakan apa-apa lagi dan mengikuti Qin Shuhua ke ruang kerja.
"Jangan dengarkan ayah mertuamu. Jika bocah ini berani mengganggumu, katakan saja padaku. Dan kakek akan mendukungmu." Kapten Li merasa tidak setuju dan menepuk dadanya. "Kakek selalu menjadi tempat berlindungmu."
Hidung Su Qianci bergerak-gerak dan matanya menjadi berkaca-kaca. Menganggukkan kepalanya, Su Qianci menarik napas panjang dan bertanya, "Kakek … kenapa kakek begitu baik padaku?"
"Tentu saja. Haruskah aku bersikap baik pada Li Sicheng? Bocah itu cukup nakal. Dan aku mengandalkanmu untuk memberiku seorang cicit."
Selain itu, Li Sicheng harus bersyukur bahwa dia mempunyai seorang istri. Dengan temperamennya, nyaris tidak ada yang bisa tahan dengan dirinya. Li Sicheng kebetulan bertemu dengan seseorang yang disukai oleh dirinya dan kakek, jadi tentu saja kakek harus membuatnya tinggal. Kakek tidak mengatakan apa yang sedang dia pikirkan. Melihat Su Qianci merasa tersentuh, kakek merasa cukup puas. Dia beruntung bahwa istri cucunya adalah seorang gadis yang mudah dibuat senang. Jika istrinya gadis Tang itu ….
Saat memikirkan Tang Mengying, Kapten Li tidak bisa menahan diri untuk merasa kesal. Saat senyumnya perlahan menghilang, dia dengan cepat mengganti topik pembicaraan, menggenggam tangan Su Qianci. Setelah mengobrol sebentar, dia merasa lelah dan menyuruh Su Qianci pergi tidur.
Berdiri di ambang pintu, Su Qianci merasa sangat canggung saat memikirkan bahwa dia akan menghabiskan waktu berduaan dengan Li Sicheng. Dia tidak tahu bagaimana harus menghadapi pria itu …. Setelah beberapa saat, dia membuka pintu dan masuk.