webnovel

Yes, Nona

Season 2 Setelah kedua sahabat terbaiknya hidup dengan bahagia, Bryan Smith mulai memikirkan masa depannya. Ia ingin menikah dan merasakan bahagia seperti yang dirasakan Nona dan Franz. Apakah dia akan berhasil bertemu dengan wanita yag ia cintai? Season 1 Franz Rainer adalah Taipan kaya asal Jerman yang sangat suka berfoya-foya. Dengan kekayaan yang tiada habisnya, ia memiliki hobi buruk yaitu suka bergonta-ganti pasangan. Bukan wanita kelas bawah yang selalu mengejar-ngejarnya. Beberapa anak konglomerat di beberapa negara besar juga kerap mengejar-ngejarnya dan berharap menjadi istrinya. “Aku tidak pernah secandu ini kepada wanita. Kau wanita pertama yang membuat jantungku berdebar cepat. Tubuhmu yang hangat seperti selimut yang sangat lembut.” Nona Anastasya. Wanita karir yang bekerja sebagai Manager di perusahaan yang ada di Indonesia. Baginya, harta bukan hal yang sulit di cari. Tidak dengan cintanya. Wanita itu menikah dan bercerai tepat pada hari pertama pernikahan mereka. Wanita yang benci dengan rasa cinta. Franz dan Nona bertemu di waktu yang sangat indah. Sayangnya, Franz juga harus menghilang. Membuat wanita itu semakin benci dengan pria dan memutuskan untuk tidak mengenal pria lagi. Apakah Franz dan Nona akan bertemu lagi? Apa yang terjadi saat mereka bertemu kembali? Apakah Nona masih memberi kesempatan kepada Franz untuk memperbaiki semuanya?

SiscaNasty · Urban
Zu wenig Bewertungen
303 Chs

Pemaksaan

Nona membuang tatapannya ke arah lain. Ia tidak tertarik sedikitpun untuk ikut dengan Franz pergi ke Jerman. "Jika kau ingin pergi, ya pergi saja. Untuk apa mengajakku. Ingat ya, aku bukan barang yang bisa kau bawa sesuka hatimu. Aku memiliki banyak tanggung jawab di sini. Ada pekerjaan yang menantiku setiap harinya. Aku tidak mau," jawab Nona dengan suara yang tegas. Wanita itu tidak mau ikut dengan Franz begitu saja. Selain baru saja kenal, Franz juga tidak terlihat seperti pria baik di mata Nona.

Franz mengangguk pelan. "Jika kau tidak ingin pergi, maka aku juga tidak jadi pergi. Kita akan bersenang-senang di Indonesia saja," jawab Franz dengan senyuman indah. Pria itu terlihat tenang dan tidak merasa bersalah sama sekali dengan apa yang ia katakan.

"What? Apa kau gila? Apa maksudmu?" Nona beranjak dari duduknya. Wanita itu menatap wajah Franz dengan tatapan protes. 

"Sayang, aku akan tinggal di rumah ini. Tunggu, aku akan menghubungi Waren untuk menyuruhnya membawa barang-barang milikku," ucap Franz sambil mengambil ponselnya dari dalam saku.

"Hei, apa yang kau inginkan? Siapa yang menginjinkanmu untuk tinggal di apartemenku?" teriak Nona dengan wajah memerah marah. Wanita itu berusaha mendorong  tubuh Franz agar segera pergi dari rumahnya. Nona tidak ingin ada pria asing tidur di rumahnya. Nona tidak bisa membayangkan hari-hari yang ia lewati bersama dengan Franz nantinya.

Franz menatap tajam mata Nona. Pria itu mengukir senyuman kecil sebelum menarik tubuh Nona ke dalam pelukannya. Tanpa permisi lagi, Franz mendaratkan bibirnya di bibir Nona yang basah. Memang sejak tadi pria itu kesulitan menahan hasratnya. Ia ingin menyerang wanita itu dan menikmati tubuhnya lagi. 

Nona mendorong dada Franz dengan sekuat tenaga. Bibirnya ia bungkam agar Franz tidak leluasa memasukkan lidah panjangnya di sana. Namun, tenaga Franz jauh lebih kuat. Pria itu mendorong tubuh Nona dan mendaratkan kecupan panasnya di leher jenjang milik Nona. Tidak puas dengan leher wanita itu, ia mencium bibir Nona lagi.

Kali ini Nona tidak ingin memberikan kesempatan kepada Franz. Wanita itu mengigit bibir bawah Franz dengan sekuat tenaga. Ia tidak peduli dengan rasa sakit yang akan dirasakan oleh taipan kaya itu nantinya.

"Shit! Apa kau seekor binatang? Kau mengigit seperti hewan peliharaan yang mengigit musuh majikannya," protes Franz sambil mengusap lembut bibirnya yang memerah. Bahkan bekas gigitan Nona masih terlihat jelas di sana.

Nona melipat kedua tangannya di depan dada. Rasa sakit yang sempat ia rasakan seakan hilang begitu saja. Perbuatan Franz memang cukup menguras emosi. Tidak salah jika rasa sakitnya tidak lagi terasa karena Nona kesal dan geram melihat tingkah laku Franz.

"Apa kau masih memutuskan untuk tinggal di rumahku? Kau akan mendapatkan gigitan yang lebih parah lagi," ancam Nona dengan tatapan tajam miliknya. Ia benar-benar menantang pria bule yang berada di hadapannya.Tidak ada rasa takut sama sekali di raut wajahnya walaupun sebenarnya di dalam hatinya kini sudah tidak karuan.

"Aku akan membalasmu, Honey. Kau suka main gigit-gigitan, Eh?" Franz melonggarkan dasinya. Pria itu menatap tubuh Nona dengan tatapan mesum.

Hal itu membuat Nona merinding. Wanita itu melangkah mundur secara perlahan. Ia merasa takut dan terjebak. Bahkan Nona sendiri juga sempat menyesali perbuatannya barusan. Ia tidak ingin Franz menyentuh tubuhnya lagi seperti tadi malam. Hal memalukan itu cukup terjadi saat ia tidak sadarkan diri saja. Nona tidak sanggup jika hal itu terjadi saat dia dalam keadaan sadar seperti itu. Ia akan merasakan dan mengingat semuanya dengan begitu jelas.

"Maaf. Aku Cuma bercanda tadi. Jangan lakukan itu, maafkan aku. Jika kau ingin tidur di rumah ini silahkan. Kau bisa menggunakan sofa ini untuk tempat tidurmu," ucap Nona takut-takut.

Melihat wajah takut Nona membuat rasa tidak tega di dalam hati Franz. Pria itu mengurungkan niatnya untuk berbuat lebih terhadap tubuh Nona. "Hem, baiklah. Sekarang aku ingin istirahat. Menyingkirlah."

Franz berjalan di samping tubuh Nona. Pria itu mendorong tubuh Nona agar menyingkir dari hadapannya. Setelah Nona menyingkir, Franz segera menjatuhkan tubuhnya di atas sofa. Pria itu berbaring dengan posisi yang sangat nyaman. Ia merasa sangat tenang dan cocok tidur di sofa berukuran sedang tersebut.

"Pria yang aneh," umpat Nona kesal. Wanita itu memutuskan untuk pergi meninggalkan Franz sendirian di sana. Ia juga ingin tidur di dalam kamarnya. Tubuhnya terasa lelah dan sakit semua. 

***

Waktu berlalu dengan begitu cepat. Langit di luar telah berubah gelap. Sudah banyak taburan bintang di sana. Franz merasakan aroma masakan kini menusuk-nusuk hidungnya. Pria itu membuka matanya dengan tubuhnya yang terasa jauh lebih baik. 

"Siapa yang masak?" gumamnya di dalam hati. Franz duduk di sofa sambil mengusap wajahnya dengan kedua tangan. Pria itu kembali menguasai kesadarannya dan memperhatikan rumah yang kini ia tempati. Pikirannya teringat dengan Nona. Bibirnya mengukir senyuman sebelum beranjak dari sofa tersebut.

Di dapur, Nona terlihat sibuk memasak. Wanita itu memasak cumi-cumi asam manis dengan potongan timun dan tumis sayur. Ia terlihat sangat telaten saat memasak menu-menu untuk makan malamnya. Bukan karena kehadiran Franz di sana. Tapi, memang seperti itu rutinitas Nona selama ini. Selama ia tidak merasa malas, maka ia akan memutuskan untuk memasak sendiri dari pada beli.

"Apa yang kau lakukan?" tanya Franz penasaran. Ia berjalan mendekat untuk melihat kegiatan yang dilakukan oleh Nona. Wajahnya terlihat sangat serius ketika melihat nasi panas dan cumi-cumi asam manis yang sudah masak tertata rapi di atas meja. Kini Nona sedang sibuk menumis brokoli.

"Tentu saja memasak. Apa kau tidak bisa melihatnya?" ketus Nona tanpa mau memandang. Wanita itu mengambil sendok danmengambil sedikit kuah masakannya. Ia memberikannya kepada Franz. 

Tanpa banyak protes. Franz membuka mulutnya. Pria itu menurut begitu saja untuk mencicipi masakan Nona. "Kurang garam," ucapnya saat kuah masakan itu telah terasa jelas di dalam mulutnya.

"Terima kasih," jawab Nona dengan senyuman. Wanita itu mengambil sejumput garam dan mengaduk-ngaduk lagi masakannya.

Franz mengukir senyuman kecil. Sudah sangat lama ia tidak merasakan kehangatan seperti itu. Berada di dekat Nona membuat Franz merasa seperti dekat dengan keluarganya. 

"Jika aku membawa Nona ke Jerman dan membawanya bertemu dengan Papa dan Mama, apa mereka akan setuju dengan pilihanku? Tidak tahu kenapa, tiba-tiba saja aku ingin segera menikahinya," gumam Franz di dalam hati. 

Nona memandang wajah Franz yang saat itu sedang melamun. Malam itu Nona menghindari perdebatan dengan Franz. Ia ingin makan malamnya tidak mengalami gangguan sedikitpun.