webnovel

When The Devil Has an Angelic Heart

pernahkah kalian memikirkan bagaimana hidup sebagai seorang yang paling dimusuhi seluruh isi bumi? hidup di dunia yang sangat terpencil dan terkucilkan dari orang-orang. dijauhi oleh semua makhluk. dibenci oleh semesta alam. bagaimana jika terdapat kebaikan dalam setiap hal? seperti halnya Yin dan Yang. semua hal memiliki sisi baik dan buruk. hitam dalam putih dan putih dalam hitam. sebuah cerita yang akan membawa kita berpikir dua kali tentang perspektif berbeda dunia ini. membawa dan mengangkat pemikiran-pemikiran anti-mainstream dari sang penulis. inilah karya fiksi penggemar yang akan membuat siapapun ingin menghabiskan tiap bagiannya dan menemukan jalan baru memandang kehidupan.

wangshinryeok · Fantasie
Zu wenig Bewertungen
8 Chs

DRIZZLE, RAINBOW, AND GRASS SCENT

Woobin menunggu dengan sabar di dalam ruangannya. Dia masih teringat akan pertemuan dengan Jisoo tadi. Dirinya paham dan sudah tahu bahwa Jisoo bukanlah manusia biasa dan merupakan seekor Gumiho. Tetapi yang masih dipikirkan olehnya adalah apa mimpi-mimpinya semua ini berhubungan dengan Jisoo. Mulai dari ular bermahkota sampai dengan gumiho. Woobin masih mempertanyakan hal-hal seperti itu. Dia berpikir bahwa jika semua ini memang terhubung dan merupakan takdir, maka dia akan menjalani hal itu.

Sambil menatap gedung-gedung dan pemandangan kota Seoul dimalam hari, ia teringat mengapa Jongsuk belum kembali dari membeli makanan. Woobin pun bergegas untuk beranjak dari tempat tidur mencari ponsel nya. Tiba-tiba saat dia menoleh ke-belakang, Woobin dikejutkan dengan ular besar berwarna hitam yang berada di depan pintu ruangannya.

Ular itu kemudian mulai bergerak mendekatinya, perlahan-lahan ular itu melata menggunakan otot-otot perutnya. Semakin dekat ular itu, semakin tegak pula ular itu berdiri. Lehernya mengembang dan ketika sangat dekat dengan Woobin, ular itu kemudian berubah menjadi sesosok pria dengan jubah merah diluar dan hitam didalam. Disebelah kiri dada pria tersebut terdapat gambar beruang berwarna hitam, Woobin langsung mengenali gambar itu, kemudian menendang pria tersebut sambil bertanya Siapa kau?.

Pria tersebut kemudian mengeluarkan belati berwarna putih dan dengan cepat bergerak ke arah Woobin. Namun, keberuntungan masih berada di pihak Woobin, pria itu tiba-tiba saja ditarik oleh Jongsuk. Pria itu terlempar ke dinding kemudian terjatuh ke lantai. Jongsuk kemudian mengambil air dari dalam kulkas, kemudian menyiram pria tersebut. Pria itu teriak kesakitan dan kemudian menghilang.

"Woobin, kau tidak apa-apa?" tanya Jongsuk sambil memegang pundak Woobin

"Iya… aku tidak apa-apa. Bagaimana kau tahu orang tersebut bukan manusia biasa? Kau tidak melihatnya dari awal bukan?" tanya Woobin yang heran sambil menaikkan alis matanya.

"Entahlah, aku rasa, pria itu adalah setan. Dan setan akan takut dengan air. Tidakkah kau tahu bahwa ular merupakan perwujudan yang paling dekat dengan setan?"

"Oh…. Seperti itu?" tanya Woobin

"Lain kali, kau harus membawa sebotol air kemanapun kau pergi. Untuk berjaga-jaga. Sudah dua kali mereka menyerangmu bukan?" jelas jongsuk sambil menuangkan Jjampong hangat mereka ke mangkuk keramik.

"Jongsuk, kau tahu, kita sudah lama berteman. Aku tidak ingin ada yang dirahasiakan."

"Apa mungkin… kau mengetahui sesuatu yang aku tidak tahu?" tanya Woobin yang melihat Jongsuk berdiri di depannya.

Jongsuk terdiam sejenak dan berdehem sedikit mendengar pertanyaan Woobin.

"Jisoo…"

"Ada apa dengan Jisoo?" tanya Woobin sambil mengepalkan tangannya di selimut

"Jisoo, bukanlah manusia biasa. Dia adalah Morpheus, sama seperti ku." Ucap Jongsuk sambil membawakan jjampong ke Woobin.

"Morpheus? Apa itu? Tidak kah kau bisa menjelaskan lebih detail?" tanya Woobin sambil mengambil Jjampong dari tangan Jongsuk.

"Morpheus, mereka yang barhati baik…,"

"namun berasal dari kaum iblis" jelas Jongsuk sambil menyeruput kuah jjampong panasnya.

"Maksudmu, Jisoo adalah setan? Bagaimana mungkin setan berhati baik?" tanya Woobin yang masih tak percaya dengan penejelasan Woobin.

"Makanlah terlebih dahulu, aku akan menjelaskan semuanya, siapa, apa, mengapa, dan sejarah apa yang tersembunyi dibalik Jisoo," ucap Jongsuk yang masih melanjutkan memakan jjampongnya.

Mereka kemudian melajutkan memakan jjampong pedas mereka. Makanan hangat dan pedas di malam yang dingin dan berangin. Lampu ruangan yang berwarna kuning memberikan kesan hangat dan akrab sehingga Jongsuk dan Woobin dapat menerima cerita satu sama lain. Jongsuk menceritakan semuanya, Woobin yang mendengar hal itu kemudian merasakan semuanya mulai masuk akal dan terhubung. Takdir yang dia dapat selama ini tidak lepas dari kuasa pemilik alam semesta ini.

"Jadi, kapan kau bisa keluar dari rumah sakit ini?"

"aku sudah bisa keluar besok. Aku akan langsung ke kelasmu,"

Hari ini langit tidak begitu bersahabat. Mendung dan sedikit berangin. Daun-daun berwarna coklat bergoyang dan terjatuh, dibawa angin kesana-kemari. Woobin pergi ke kampus dengan menggunakan baju hangat dan mantelnya. Tak lupa dia juga membawa payung hitamnya. Woobin pergi kekampus menggunakan Mobil dan diantar oleh bibi Ye. Namun Woobin tidak meminta Bibi Ye mengantarnya sampai masuk ke depan halaman hall kampus.

"Tidak usah masuk halaman Hall, sampai sini saja, Bibi Ye," ucap Woobin sambil tersenyum dan berkedip menandakan dirinya tidak apa-apa jika berjalan di tengah hujan

"Baiklah, telpon aku jika sudah selesai urusan mu," jawab bibi Ye sambil menganggukkan kepalanya.

Bibi Ye paham benar dengan sifat Woobin yang selalu melakukan apapun selama tidak melanggar hukum walaupun sudah dilarang oleh dirinya dan ayahnya.

Woobin kemudian turun dari mobil dan mengeluarkan payung hitamnya. Berdiri dia di depan gerbang kampus, dia kemudian menatap langit pada hari itu sambil berkata dalam hatinya Ayolah alam semesta, mari kita bersahabat hari ini, semoga semua urusanku lancar. Dia kemudian melihat hujan yang turun dan mengeluarkan sedikit tangannya. Dia tersenyum kemudian lanjut berjalan. Perasaaan senang, rindu, sedih, semuanya campur aduk hari itu. Dia gelisah seperti anak kecil yang pertama kali pergi ke sekolah, dia senang seperti anak-anak yang pertamakali pergi ke taman hiburan, namun dia sedih seperti anak kecil yang baru saja kehilangan mainan kesayangannya.

Sampai dia di kelas, diapun duduk di barisan paling belakang. Dia kemudian merapikan payungnya, disimpan dibawah bangkunya. Kemdian dia menaruh tasnya di atas meja, dan mengeluarkan buku jurnalnya dari tas tersebut. Dia kemudian mulai membaca buku jurnalnya mulai dari halaman pertama. Lama dia membaca jurnalnya, hanyut dalam kesibukannya, kemudian dia mendengar suara rendah nan indah dari professor Jisoo. Woobin pun kemudian menutup buku jurnalnya dan mulai mendengarkan Professor Jisoo.

Tatapannya tak lepas dari Jisoo yang bergerak berbolak-balik di depan kelas. Woobin tersenyum sepanjang penyampaian materi. Namun, kemudian dia teringat dengan yang disampaikan Jongsuk kemarin malam. Woobin sadar bahwa dirinya hanyalah seorang yang akan membantu Jisoo menjadi manusia seutuhnya. Dirinya juga yang akan mengajarkan Jisoo apa artinya kebencian dan kesakitan. Dia pun menjadi sedih. Dirinya merasa tidak kuat jika harus melihat Jisoo ditinggal sekali lagi dengan cara yang menyakitkan. Jantungnya mulai berdegup kencang, memompa adrenalin nya hinga ia menjadi tegang dan rasa sedihnya semakin dalam.

Disaat semuanya hening, Woobin kemudian mengangkat tangan dan bertanya kepada Professor Jisoo. "Apakah mungkin bahwa terdapat setan yang memiliki hati baik?"

pertanyaan yang memecah suasana hening di kelas. Semua orang kemudian melihat murid tersebut dengan tatapan sinis dan tak percaya bahwa ada manusia yang menganggap setan memiliki hati baik.

"Boleh aku bertanya siapa nama mu?" respon Professor Kim.

"Woobin. Kim Woo Bin" jawab murid itu.

Wajahnya datar, dengan garis wajah yang tegas dan dagu yang tajam. Mata nya menatap dalam-dalam Professor seakan menginginkan pertanyaan nya terjawab saat itu juga.

"Peluang pasti ada. Apapun itu, tidak menutup kemungkinan ada peluang setan yang memiliki hati baik." Jawab Professor.

Woobin kemudian menatap mata sang professor dengan semakin dalam. Professor yang heran bertanya kepada Woobin apakah jawaban itu sudah cukup. Namun Woobin tak bergeming, matanya memerah dan mulai berkaca-kaca. Bibirnya bergetar, kening nya mengerinyit. Tanpa sadar, Woobin meneteskan air mata nya. Professor Kim kemudian bertanya apakah dia baik-baik saja. Woobin masih diam, air mata nya kian mengalir seakan ada yang menyayat hati nya. Sakit dan perih sejalan dengan hujan yang turun, air mata nya jatuh membasahi catatan yang ada di atas mejanya. Tak sempat Woobin menjawab, alarm ponsel professor pun berbunyi tanda mata kuliah selama 150 menit telah usai.

"Jam mata kuliah ini selesai. Silahkan keluar dan buat resume materi hari ini sertakan juga opini kalian mengenai pertanyaan dari Kim Woo Bin. Minggu depan kita akan bahas bersama. Materi untuk 10 September 2009 selesai hari ini." Para murid pun pergi meninggalkan kelas.

Woobin masih bertahan di dalam kelas. Jisoo yang melihat murid nya itu bertanya sekali lagi apakah dia tidak meningglakan kelas. Woobin masih membeku di duduk nya. Air mata nya makin mengalir sederas hujan diluar gedung. Sore itu menjadi sore dengan tanda Tanya besar baik bagi Kim Woo Bin maupun Professor Kim. Tak lama setelah Jisoo keluar dari kelas, terdengar tangisan yang tersedu-sedu dari dalam kelas. Jisoo pun tetap berjalan meninggalkan kelas dan bergegas menuju rumah.

Woobin kemudian keluar dari kelas dan berjalan sendirian ke depan kampusnya. Dirinya berjalan ditengah rintik-rintik hujan. Woobin tak sadar dirinya membawa payung di tangan kirinya. Dia masih melamun apa yang harus ia lakukan agar Jisoo bisa mengingat semua hal nanti. Terbuai dalam lamunannya, dia berjalan sambil menundukkan kepalanya menatap lantai halaman kampus yang terbuat dari keramik. Woobin berjalan dan dapat melihat bayangan dirinya di air yang ada diatas keramik tersebut. Lama dirinya berjalan, kemudian dia mendengar suara Jongsuk di gerbang kampus.

"YO....!" seru Jongsuk sambil mengangkat tangannya ke arah Woobin

Woobin tidak mengindahkan panggilan Jongsuk. Dia terus berjalan melewati Jongsuk yang sedari tadi menunggu nya di depan Gerbang

"Hehey, ayolah, kau harus bahagia sedikit. Bagaimana jika kita pergi minum sebotol soju di seberang jalan sebelah sana?" ucap Jongsuk sambil merangkulnya.

"Lupakan saja, aku akan langsung ke rumah Jisoo" jawab Woobin.

"Baiklah kalau itu mau mu, aku akan mengantar mu. Kau tidak bawa mobil kan?" tanya Jongsuk sambil membukakan pintu mobilnya. Merekapun pergi ke kediaman Jisoo.

"Kau pulang saja, biarkan aku sendiri," ucap Woobin sambil membuka pintu dan turun dari mobil.

"Baiklah, aku pulang duluan," jawab Jongsuk sambil memutar mobilnya kemudian pergi.

Woobin kemudian menekan bell pintu rumah Jisoo. Woobin bergerak kesana-kemari sambil menunggu pintu dibuka. Sambil memgang dagu, dan menggerak-gerakkan giginya. Dia bingung alasan apa yang harus dia berikan saat berhadapan dengan Jisoo nanti.

Haruskah aku berkata aku ingin berbicara serius dengannya? Ah tida, tidak. Itu terlalu berat untuk kami yang baru bertemu empat kali pikirnya dalam hati.

Hey, jika dipikir-pikir, kami sudah lama tahu dan kenal. Baiklah aku akan mengatakan ingin mengajaknya berbicara serius. Woobin memutuskan demikian sambil mengepalkan tangannya. Tiba-tiba saja pintu itu dibuka dan kemudian Woobin mendengar suara Jisoo.

"Apa yang kau lakukan disini, Kim Woobin?" tanya jisoo heran sambil membenarkan selimut di tubuhnya

"aku rindu," jawab Woobin refleks

Jisoo terkejut, suasana menjadi hening.

"Apa?" jawab Jisoo dengan penuh tanda tanya.

Hujan rintik-rintik sore itu kemudian semakin reda, awan-awan hitam mulai menyingkir. Sinar matahari sore mulai memasuki bumi dan menimbulkan pelangi. Harum rumput hijau segar menyerbak ke seluruh halaman rumah Jisoo. Untuk sekali lagi, mata Jisoo dan dan Woobin saling bertatapan. Pupil mata mereka melebar seiring dengan dalamnya tatapan mereka. Jantung dan wajah mereka sama-sama berdegup kencang. Mereka pun menarik nafas dalam-dalam sambil tertawa dan tersenyum tanpa melepas tatapan satu-sama lain.