Setelah melakukan bujukan maut pada sang orang tua, akhirnya Misha berhasil mendapatkan izin untuk tidak pulang Seminggu untuk tinggal di Mansion nya sendiri.
Tentu Misha tidak mengatakan yang sejujurnya, dia hanya bilang ingin menginap di rumah teman lama nya. Untung lah dulu orangtua nya terlalu sibuk dengan pekerjaan, sehingga tidak terlalu tahu siapa teman temannya.
Kringgg..
Ponsel Misha berdering, ia melirik sebentar. Mengambil ponselnya dengan cepat dan mengangkat telfon itu, "Ada apa Va? Udah sampai?"
Di seberang tampak ribut, bisa ditebak kalau adiknya itu tengah ada di bandara. Hanya saja dia tidak tau, adiknya itu di bandara Italia, atau bandara Soekarno Hatta.
"Udah sampai di bandara Soekarno Hatta kak! Lu dimana? Gua enggak lihat sama sekali," seru Eva. Misha menjauhkan ponsel dari telinganya, "Ini dalam perjalanan," ujar nya santai.
Misha melajukan mobilnya sangat lambat, sengaja. Kali saja adiknya dan Rien bisa jatuh cinta. Kan lumayan, Misha lebih memilih adiknya itu dengan Rien, dibandingkan dengan Shakeel yang sudah memiliki pacar.
Merasa kakaknya sangat lama, Eva berseru kencang. "Kakakk!" Misha sangat kaget mendengar seruan Eva, saking kagetnya ia melempar ponselnya ke luar.
Ckiit..
"Oh astaga," gumam Misha memijit pelipisnya pelan. Misha melepas seatbelt yang melingkar dari bahu kiri ke pinggang kanannya.
Ia membuka pintu mobil sport nya dan berjalan menghampiri hp yang tergeletak begitu saja di aspal, "Ck, pake acara pecah lagi"
Misha menggerutu kesal karena ponsel pintarnya mati dengan layar pecah sempurna. Mungkin, tanpa sadar Misha mengerahkan seluruh kekuatannya untuk membanting hp itu.
"Kalo lebih lama, gue jamin. Eva bakal ngamuk," tebak Misha santai, ia segera memasuki mobilnya dan membawa mobil sport itu kencang.
***
"Lama amat!!"
Begitu Misha menghampiri Eva dan Rien yang duduk dikursi tunggu, dia langsung disembur oleh lahar amarah dari Eva. "Tadi karena lu teriak, gue kaget. ponsel gue ke banting di jalan" terang Misha menggidikkan bahunya.
Desahan lelah terdengar dari mulut Eva, setelah meminta kunci mobil pada Misha, Eva melangkah pergi duluan. Di sana tersisa Misha dan Rien.
"Selamat siang Miss, akhirnya kita bertemu lagi" sapa Rien senang, ia membungkuk 45 derajat untuk memberi hormat pada Misha.
Hug..
Tanpa aba-aba Misha memepuk Rien, ia memeluk pria itu dalam bentuk rasa rindu terhadap seorang adik. Ya, Misha menganggap Rien adiknya. Pria itu sebenarnya lebih tua 3 tahun darinya, tapi sifat pria itu seperti remaja yang 3 tahun lebih muda dari Misha.
"Aaah, Rien.." gumam Misha tanpa melepas pelukannya, Rien tampak membalas pelukan Misha dengan kaku.
"Miss, sepertinya kita harus ke mobil.. Miss Eva pasti kesal sekarang," ujar Rien di angguki Misha.
Keduanya melenggang menuju mobilnya yang ada di parkiran bandara, baru mereka sampai. Misha sudah mendapat lemparan bantal leher dari Eva. "Lama!" ketusnya membuat Misha terkekeh, "Ya maaf Va, gue tadi melepas kerinduan dulu"
Eva hanya memutarkan bola matanya malas, yah.. Wajar saja, hanya Rien yang sangat dikagumi Misha selama dua tahun belakangan, tentu nya sebelum Ryan ada di fikiran Misha.
Ketiganya pergi ke wilayah Jakarta Timur, tempat dimana Mansion Misha berada. Yah, memang sangat jauh dari Mansion orang tuanya yang ada di Jakarta Barat.
"Selamat datang Miss!" sapa para Maid, mereka berseru begitu melihat Misha dan Eva keluar dari mobil.
"Siapkan makan siang" tanpa basa-basi Misha menyuruh para maid menyiapkan makanan, ia sedang tidak ingin membuang buang waktu sekarang.
Selesai makan, acara ngobrol nya dengan Rien berjalan sangat cepat. Mereka berbicara sejak jam 13:40 sampai sekarang, pukul 18:40. Astaga, mereka mengabiskan waktu selama 6 jam hanya untuk berbicara?
"Sekarang kau boleh istirahat Rien, maaf telah mengajakmu berbicara selama ini.. Aku Lupa waktu," ringis Misha menatap langsung kedalam manik biru Rien. Bukannya kesal. Rien malah tersenyum maklum, "Tidak masalah Miss.. Saya senang berbicara dengan anda" ujar Rien serius.
Setelah Rien pamit ke kamarnya yang berada dilantai tiga, Eva baru muncul dari balik pintu dapur. "Lu ngapain, dari tadi di dapur?" tanya Misha. Eva melempar buah apel ditangannya dan berkata, "Gapapa sih, cuma gak pengen ganggu quality time kalian"
"Ck, yaudah gue naik dulu." ujar amisha pamit pergi.
***
Tap..
Misha meletakkan sebuah kurungan kecil di meja, ia beranjak menjauh dan mulai mengotak-atik 'NLAW' didepannya. Setelah lama menunggu, akhirnya waktu seperti ini terjadi.
"Kak, lu ngapain bawa Kukang ke tempat kerja?" tanya Eva, nyaris. Benar-benar nyaris saja Misha melempar pisau ditangannya ke arah Eva. "Bisa gak sih jangan bikin kaget? Kalo pisau ini menancap di kening lu gimana?" tanya Misha ketus.
Cengiran Eva lagi lagi terlihat, ia bercanda dengan Kukang yang kakaknya kurung dalam sangkar burung. "Jadi mau buat pajangan aja?" tanya Eva lagi.
Misha melirik sebentar dan kembali bekerja, pekerjaannya banyak hari ini. "Enggak, gue mau jadiin dia senjata."
Mata Eva membola, apa? Kakaknya ingin menjadikan hewan lucu ini sebagai senjata?! Tidak berperikehewanan banget! "Serius?! Kak, dia unyu!" pekik Eva panik.
"Dih, lu pikir si kukang bisa gue jadiin senjata? Orang gue cuma pen ngambil racun tang ada di siku nya," ketus Misha, melepas kacamata khusus nya dan berbalik menatap sang adik.
Tang..
Tang..
Misha memukul NLAW di sampingnya menggunakan kunci inggris, membuat suara gaduh khas besi terdengar. "NLAW itu cuma bisa dipake sekali, menyedihkan memang.. Makanya gue pengen rombak dengan bentuk yang lebih kecil, tapi bisa dipakai berulang kali" ujar Misha menjelaskan.
"Tapi kenapa.. Kukang?" heran Eva. "Ck, inilah yang membuatmu harus belajar." ketus Misha.
"Slow Loris atau Kukang, memiliki kelenjar beracun yang terdapat dibagian siku nya. Kelenjar beracun itu bisa memberi dampak yang lumayan buruk untuk manusia,"
"Kukang menjilati siku nya untuk mencampur racun itu dengan ludahnya, karena itulah. Gigitan kukang adalah Racun yang dihasilkan bisa membuat manusia mengalami reaksi alergi serius dan dalam kondisi tertentu bisa berakibat kematian."
Eva tak percaya, ia berulang kali melihat Kukang dan kakaknya. Siapa yang bisa ia percaya? Apa kukang menggemaskan, atau kakaknya?
"Setelah ngambil ludahnya, si Kukang mau lu apain?" tanya Eva ragu. Dengan santainya Misha berkata, "Ya gue bunuh.."
Menggeleng tak setuju, itu lah yang Eva lakukan. "Gak! Buat gue aja! Nanti gue lepas ke hutan,"
Misha menggidikkan bahunya tak peduli, terserah sajalah. Toh ia hanya memerlukan racun dari Kukang, "Yaudah serah."
Setelah berkutat selama berjam-jam dengan senjata NLAW, Misha akhirnya mengeluarkan Kukang dan menyedot ludah Kukang menggunakan alat khusus.
"Nih, bawa pergi!" usir Misha menyerahkan sangkar burung berisi Kukang.
"Makasih kak, btw.. Ryan ada di ruang tengah" beber Eva tak peduli.
"What?!"
***
Maaf Fifi telat update hari ini,, sibuk banget eaaa