webnovel

Twins Bad Girl And Mafia

Misi~ kasih power stone setiap hari untuk karya ini ya, supaya masuk rank dan dibaca lebih banyak orang! *** "Aku selalu berfikir apa alasanmu mengajakku mendirikan Clan Mafia kak" Adeeva Mishall Mandres "Sesuatu yang berharga tidak bisa dilindungi hanya dengan kasih sayang, lakukan apa yang bisa membuatmu kuat dan membuat lawanmu tunduk terhadapmu" Adeera Mishall Mandres. Adeera Mishall Mandres dan Adeeva Mishall Mandres, dua gadis kembar yang menaklukan dunia malam 4 tahun setelah mereka mendirikan dua clan mafia berpengaruh.

FIFIanNUR31 · Teenager
Zu wenig Bewertungen
297 Chs

Keraguan

Happy reading...

***

"Gue cuma mau ngasih makan kucing di pangkuan Eva," terang Shakeel meringis. Dengan penuh keraguan, pria itu melangkah maju, mendekati Eva dan Misha.

Tentu saja Misha tidak tinggal diam, dia segera berdiri dan mengambil sebuah besi sepanjang satu meter. Menodongkan benda itu ke wajah Shakeel tanpa beban, "Lo maju, gue gak yakin besi ini gak menusuk tubuh kesayangan lo."

Tubuh Shakeel bergetar hebat, Perkataan Misha sangatlah dingin. Apalagi pada wajah Misha, tidak ada sedikit pun rasa ragu yang ditunjukkannya. Seolah-olah, Misha bisa saja membunuhnya jika tidak menuruti keinginan gadis itu.

"T-tenang Misha, l-lo engga ada niatan bunuh gue kan?" tanya Shakeel ketakutan, ia melanjutkan perkataannya, "G-gue cuma mau ngasih makan kucing itu, E-eva... T-tolong suruh kakak lo berhenti, gue minta maaf soal kemarin..."

Degh!

Iris mata Eva membesar saat mendengar perkataan Shakeel, tangannya bergetar dengan keringat dingin mengucur deras. Lain hal nya dengan Misha, jika Eva terdiam setelah mendengar perkataan Shakeel, Misha malah tertawa sinis.

"Apa gue salah denger? Semudah itukah lo minta maaf? Kalau semudah itu... Silahkan loncat dari sini, SEKARANG!" tekan Misha sinis. Shakeel menggeleng cepat, dia tidak bisa melakukan hal itu. Sangat berbahaya!

Malas melihat reaksi Shakeel, Misha membuang mukanya, Ia berdecih tak suka karena pria itu sangat pengecut. Setidaknya, Dean, sang pacar, lebih baik dari pengecut di depannya ini!

Tunggu... Kok dirinya malah membandingkan Shakeel dan Dean? Hei, ini... Sangat buruk kan? Tidak, ini sangat buruk! Selama ini dia belum menerima Dean sebagai pacarnya!

"Jika lo aja mikir ribuan kali untuk lompat, trus kenapa dengan mudahnya lo nyuruu Eva loncat? Gila? Stress? Gak waras?" tanya Misha menuntut.

Diam membisu. Itulah yang di lakukan Shakeel, pria itu terdiam dengan pandangan menatap ujung sepatu putihnya, mengabaikan rasa intimidasi dari Misha, dan ke hampaan dari Eva. Saat ini, Shakeel tengah berperang dengan hati dan otak nya, dia harus bagaimana? Langkah apa yang harus di ambil?

"Diam kan lo? Cih, pengecut sialan!" rutuk Misha mengacak rambut pirangnya yang terurai. "Eva, ayo pergi dari sini!" ajak Misha sambil mengulurkan tangan pada Eva yang termenung, Misha sangat tahu, adiknya itu tengah perang batin dengan perasaannya.

Matanya menatap tangan kiri yang tengah memegang besi berkarat itu, dengan tanpa bebannya, Misha melempar besi tersebut ke sembarang tempat.

Trang!

"Upss..."

Misha baru menyadari, mereka tengah berada di ujung rooftop. Artinya, besi itu jatuh dari lantai lima ke lapangan upacara.

Semoga saja tidak ada korban__gumam Misha di benaknya, ia melirik ke arah kanan, tempat dirinya melempar besi sepanjang satu meter itu.

"Ah, kena ternyata..." gumam Misha menggaruk lehernya yang tiba-tiba panas. Ia menatap adiknya dan bertanya, "Kucingnya mau di pelihara, atau di buang?"

"..."

Eva tidak menjawab, adik perempuan satu-satunya itu terus saja melamun. Sangat terpaksa baginya untuk menampar Eva, kalau tidak dengan cara itu, Eva tidak akan tersadar.

Plak!

"Ha?! Apa kak?" tanya Eva linglung. Misha memijit pangkal hidungnya dan berkata dengan penuh kesabaran, "Kucing di pangkuan lo, mau di pelihara, atau di buang?"

"Di pelihara!" ucap Eva cepat.

Misha mengangguk paham, dengan tangan kirinya, ia meraih kucing kurus itu. Sedangkan tangan kanannya, menarik Eva berdiri, dan membawanya berlari turun. Mereka harus segera bergegas jika tidak ingin di jadikan tersangka.

Merasa Eva bisa berlari mengiringinya, Misha melepaskan genggaman tangannya, ia merogoh saku almameter dan segera menelfon Richard, anak buahnya yang paling setia.

"Halo Bang," sapa Misha, begitu telfon terhubung.

"Halo juga Miss, ada perlu apa?" tanya Richard formal. Tidak ada guna nya memarahi pria itu perihal ke formalan-nya, ia akan terus begitu sampai akhir hayat, 'Katanya'.

"Gue membuat kekacauan, segera datang ke sekolah sebagai perawat yang datang dengan ambulance, dan hancurkan besi itu." titah Misha, walau dirinya malu karena untuk hal sepele ini harus menghubungi Richard, ia tetap berusaha tebal muka.

Yah, sangat tidak mungkin kan, kalau Misha turun menghampiri korban. Mencabut besi yang menancap di lengan si korban, lalu dengan tanpa dosa nya pergi begitu saja bukan?!

"Baiklah Miss, saya akan berangkat."

Tut!

Seperti yang dirinya harapkan pada Richard, pria berusia 20 tahun itu bisa sangat di percaya olehnya. Misha berjanji, ia akan melindungi istri dan anak Richard kelak saat anak buahnya itu menikah. Oke, sepertinya hal ini tidak akan terkabul dalam waktu dekat.

"Eva... Lo mau makan dulu?" tanya Misha tanpa berhenti menuruni tangga, mereka berdua baru saja sampai di lantai 2.

Napas adiknya itu tidak beraturan, Misha merasa bersalah karena membuat adiknya seperti itu. Ia berharap bisa mengabulkan keinginan Eva sekarang, namun, adiknya itu malah menggeleng.

"Gausah kak, Air di kelas kek nya masih ada. Langsung ke sana aja yuk," ajak Eva membuat Misha murung, dirinya mengambil saputangan yang tersimpan rapi di almamater bagian dalam miliknya.

"Lu keringatan, nanti bau, lu sendiri nanti yang kesal."

Melihat Eva, sang adik hanya menerjab bingung, dengan sabarnya Misha menjelaskan maksud dari sebuah pemberian saputangan miliknya.

Setelah paham, Eva segera mengambil saputangan itu dan menyeka keringatnya yang terus berjatuhan. Keduanya melenggang pergi menuju kelasnya tanpa tergesa-gesa.

"Nanti gue cuci-in dulu kak," ujar Eva hendak memasukkan saputangan Misha kedalam almamaternya.

Srek

Misha mengambil saputangan itu dengan gesit dari tangan Eva, ia tersenyum hangat, tangannya yang lain bergerak menarik pelan kuncir kuda Eva. "Biarkan saja, ini kan punya gue. Jadi gak perlu di cuciin segala," ucap Misha tanpa bisa di protes oleh Eva.

Ia segera memasukkan saputangan itu kedalam saku almamaternya, menyerahkan kucing di tangannya dan masuk ke kelas terlebih dahulu.

"Tumben kakak baik, ya kan, Babi?" gumam Eva menatap kucing di pelukannya.

Miaaww!

Kucing putih berbelang oren dan hitam itu mengeong tanda memberi jawaban pada omongan Eva yang tidak di mengerti oleh sang kucing, ia hanya memberi respon pada gadis muda di depannya.

"Menurut lo, gue harus maafin Shakeel, atau engga?" tanya Eva menghentikan langkahnya, ia terdiam di lorong yang menghubungkan kelas 11 Ipa 2, dan kelas 11 Ipa 1.

Miaaw!

"Jadi, Babi... Gue harus maafin Shakeel atau engga?" tanyaa Eva lagi.

Miaawwwww!

Oke, kucing itu mulai kesal dengan manusia yang tengah memeluknya. Kenapa dirinya malah di jadikan tempat curhat oleh manusia ini? Hei, dia tidak paham perkataan manusia ini!

"Lo laper yah, Babi?" tanya Eva menatap kucing itu kasihan. Sekarang emosi kucing itu membara, dengan cepat ia mengeluarkan cakarnya dan menerjang wajah Eva.

Mati lah kau manusia yang tidak ku pahami!__ seru kucing itu di benaknya.

"Kyaaaaa!"

Eva tentu saja terpekik panik melihat kucing kesayangannya hendak menerjang wajahnya! Pikiran Eva sontak blank seketika!

Srek...

***

Huhuhu, maaf gak apdet dua harii..

kemarin ketiduran pas mo pura-pura tidur hiksrot..