Kedatangannya ke kantor pusat menimbulkan kasak-kusuk di antara karyawan yang baru pertama kali melihat bos baru mereka. Ia datang meninjau perusahaan bersama Sam Atlas yang memperkenalkannya kepada mereka semua.
Gadis-gadis di sana banyak yang terpesona dan bersyukur karena di hari yang sama mereka dapat melihat dua pemuda sangat tampan sekaligus di kantor mereka, Jean yang sedang syuting dan Heinrich Schneider, pemilik saham mayoritas perusahaan yang sedang berkunjung.
Seperti biasa Jadeith memberi pengumuman bahwa bosnya tidak suka difoto dan Famke menyita semua ponsel yang diam-diam memfoto Caspar. Keluhan pelan terdengar di mana-mana.
"Jean di mana?" tanya Caspar kepada Sam Atlas. "Aku perlu bertemu dengannya."
"Oh, Anda kenal dengan Jean?" tanya Sam agak terkejut. Putrinyalah yang memaksa agar Jean menjadi ambassador Atlas dan sengaja memasukkan pasal tersebut sebagai syarat agar ia mau menjual perusahaannya kepada Grup Schneider.
"Aku ada perlu sedikit dengannya," jawab Caspar pendek.
Sam memberi tanda kepada Jonathan yang segera memandu mereka ke luar kantor. Sebuah buggy telah menunggu dan kemudian membawa mereka ke sebuah hanggar sangat besar.
Caspar melihat Jean sedang duduk di kursi penumpang pesawat dan terlihat seperti pengusaha sangat kaya yang sibuk dengan laptopnya. Seorang fotografer perempuan setengah baya yang terlihat nyentrik bolak-balik mengambil fotonya.
Caspar tidak punya banyak waktu, jadi ia menoleh kepada Jadeith dan Famke lalu keduanya menghentikan sesi foto dan menghalau semua orang keluar hanggar agar Caspar bisa bicara dengan Jean berdua saja.
"Hei... ada apa?" tanya Jean saat melihat Caspar berjalan mendatanginya. "Kau di Seattle juga?"
Caspar mengangguk, "Atlas Corp sekarang adalah milikku, jadi aku ke sini untuk melihat-lihat."
Jean tidak tampak terkejut mendengarnya. Ia tahu Caspar bisa membeli apa saja yang ia inginkan.
"Aku yakin kedatanganmu ke sini bukan untuk mengatur sesi foto," kata Jean sambil tersenyum sedikit. "Ada apa?"
Caspar mengerutkan keningnya dan dengan suara terpaksa lalu bertanya kepada Jean, "Apa yang kau lakukan untuk meminta maaf kepada Finland?"
"Untuk apa aku meminta maaf?" tanya Jean tidak mengerti.
"Kalau kau melakukan kesalahan, atau kau pura-pura menipunya dengan tujuan hanya bercanda, dan dia marah kepadamu, bagaimana caramu meminta maaf supaya dia mau memaafkanmu...?" Caspar sebenarnya tidak ingin meminta bantuan Jean, tetapi ia tidak punya pilihan.
Jean tertawa kecil mendengar penuturan Caspar, "Aku tidak pernah membuatnya marah dan tidak pernah menipunya."
"Kalian tidak pernah bertengkar?" tanya Caspar keheranan.
"Tidak pernah."
Caspar terdiam. Ia tidak menduga Jean dan Finland tidak pernah bertengkar sama sekali. Hubungan di antara mereka yang sudah bersahabat bertahun-tahun pasti baik sekali.
"Kalau begitu apa yang harus kulakukan? Aku melakukan hal bodoh dan sekarang Finland sedang marah." Akhirnya Caspar menyerah dan meminta nasihat Jean. Untunglah pemuda itu tidak jahat kepadanya dan bersedia membantu.
"Semua gadis menyukai bunga. Tunjukkan kepada Finland bahwa kau menyesal dengan tulus, dan berikan dia bunga. Seharusnya dia akan bisa mengerti dan memaafkanmu, apalagi kalau memang kau tidak bermaksud jahat, dan hanya berniat bercanda."
"Hmmm..." Caspar kemudian mengangguk. "Baiklah, terima kasih."
Ketika ia hendak berbalik pergi, Jean tiba-tiba memanggilnya.
"Heii... aku membelikan oleh-oleh dari Seattle untuk Finland. Tolong berikan kepadanya."
Jean tergesa-gesa mengambil sebuah bungkusan dari tasnya yang terletak di kursi dan menyerahkannya kepada Caspar. Pemuda itu menerimanya dan mengangguk, lalu berjalan pergi.
***
Jean benar, bunga bisa membuat hati perempuan luluh, dan terbukti Finland akhirnya memaafkan Caspar setelah ia mengirim bunga sangat banyak. Tadinya Caspar hanya akan mengirim sepuluh karangan bunga, tetapi ia berpikir bahwa semakin banyak bunga yang dikirimnya, maka hati Finland akan semakin luluh dan kesempatannya untuk dimaafkan juga akan semakin besar.
SMS yang dinantikannya itu datang juga pada pukul 22.00 waktu Seattle ketika Finland menyuruhnya menghentikan kiriman bunga karena gadis itu sudah memaafkannya.
Finland sudah memaafkannya, tetapi hingga hari terakhir ia berada di Seattle gadis itu tidak juga menelepon atau mengirim SMS. Caspar akhirnya sadar bahwa ia tetap harus meminta maaf secara langsung ketika ia kembali ke Singapura.
Dalam hatinya Caspar mengeluh karena ia tak pernah, dalam hidupnya yang demikian panjang, bersusah hati akibat seorang perempuan seperti sekarang ini.
***
Sore itu ketika Finland berjalan ke taman sepulang kantor untuk menemui Ben yang menjemputnya, ia terkejut mendapati Caspar ternyata sudah ada di dalam mobil.
"Lho... kau sudah pulang?" tanya Finland keheranan. "Kenapa ke sini? Tidak langsung ke rumah?"
Caspar menarik Finland ke pelukannya dan tidak berkata apa-apa selama beberapa menit.
"Aku langsung ke sini dari bandara. Maafkan aku yang punya selera humor buruk..." kata Caspar akhirnya. "Aku tidak bermaksud membuatmu menangis."
Finland melepaskan diri dari dekapan Caspar dan duduk di sebelahnya. "Baiklah. Kau dimaafkan. Sekarang mari kita pulang."
"Aku ingin memperkenalkanmu kepada Famke supaya kau tidak cemburu lagi..." kata Caspar.
"Aku sedang lelah dan tidak ingin bertemu siapa pun," balas Finland. Wajahnya terlihat datar.
"Oh, baiklah. Kalau begitu lain kali saja." Caspar menjadi kikuk. Ia lalu mengeluarkan dua buah kotak dari dalam kabinet dan memberikannya kepada Finland. "Ini ada oleh-oleh untukmu dari Seattle."
Finland menerima kotak pertama dan membuka isinya. Di dalam kotak kayu itu ada sebuah kunci.
"Ini kunci apa?" tanyanya heran.
"Ini kunci rumah yang kubeli untukmu. Fotonya sudah kukirim waktu itu..." jawab Caspar.
"Oh... terima kasih." Finland mengangguk dan menyimpan kotak tersebut ke dalam tasnya. "Kalau ini apa?"
Ia membuka kotak karton berwarna hijau dan menemukan sebuah tumbler Starbucks dengan tulisan The Pike Place. Ah.. ini pasti oleh-oleh dari Jean.
"Itu..."
"Oleh-oleh dari Jean, ya?" kata Finland memotong perkataan Caspar, "Terima kasih sudah membawakannya untukku."
Ia mencium pipi Caspar lalu memasukkan tumblernya ke tas juga.
Caspar senang karena Finland sudah mau menciumnya, tetapi ada sedikit rasa kesal di hatinya karena ia menduga ciuman Finland bukanlah untuk rumah yang diberikannya, melainkan karena ia membawakan tumbler dari Jean.
"Aku merindukanmu..." bisiknya kepada Finland. "Apakah kau juga merindukanku?"
Finland menghela napas, lalu menjawab dengan suara paling serius yang pernah didengar Caspar.
"Aku sangat merindukanmu."
Seketika sepasang mata Caspar kembali berbinar-binar dan seulas senyum lebar terukir di wajahnya. Ia menarik bahu Finland ke arahnya dan segera mendaratkan ciuman ke bibir gadis itu dengan penuh semangat.
Ben mengerti bahwa ia harus menyetir lebih cepat agar sepasang kekasih yang sedang dilanda rindu itu bisa segera tiba di rumah.