Elisa, Jonathan dan Beni melangkahkan kakinya memasuki area ballroom hotel yang menjadi tempat terselenggaranya acara milik rekan bisnis Jonathan tersebut. Bahkan kedatangan ketiga orang itu seketika menarik perhatian hampir seluruh tamu undangan yang hadir di sana. Tidak, lebih tepatnya kehadiran Jonathan, dan juga wanita cantik yang berada tepat di sampingnya.
Penampilan Elisa malam ini memang terlihat begitu memukau, gaun merah menyala yang membalut tubuhnya membuat kulit putih dan mulus wanita itu semakin tampak bersinar cerah. Juga belahan dada rendah yang dimiliki oleh gaun itu, dan sobekan yang melintang panjang di bagian paha kanan Elisa, menimbulkan kesan seksi dan sensual untuk istri Jonathan tersebut.
Jonathan semakin merutuk dalam hati saat dia mendapati beberapa tatapan lapar yang dilayangkan oleh pria-pria di sana untuk Elisa. Ah, seharusnya tadi dia meminta istrinya untuk memakai baju gamis dan cadar saja agar wajah dan lekuk tubuhnya tidak ter-ekspos begini, namun semuanya sudah terlanjur, tidak mungkin bagi Jonathan kembali melangkah pulang hanya untuk menyuruh Elisa mengganti bajunya.
Lagi-lagi Jonathan merutuk dalam hati. Setelah pulang nanti dia akan menandai sang MUA yang menangani Elisa tadi dan berjanji tidak akan memakai jasanya lagi. Pria itu mendengkus kesal menyadari pikiran anehnya. Kenapa juga dia jadi serepot ini hanya karena pandangan orang-orang kepada Elisa? Bukankah pernikahan antara dirinya dan wanita itu juga tidak akan bertahan lama? Kenapa dia jadi terkesan posesif seperti ini?
Untuk kesekian kalinya Jonathan mendengkus, tetapi apakah salah jika dia ingin melindungi istrinya? Ya, meskipun Elisa hanyalah istri sementara. Tetapi, bukankah selama mereka bersama itu artinya Elisa masih menjadi tanggung jawabnya? Memikirkan itu membuat Jonathan semakin mengeratkan rengkuhannya pada pinggang mungil Elisa. Membuat wanita yang sedari tadi terdiam itu seketika menoleh saat merasakan tangan yang melingkari punggungnya semakin terasa kuat.
"Ada apa?" Elisa bertanya, dalam hati dirinya merasa bingung dengan sikap yang baru saja Jonathan tunjukkan. Apakah dia melakukan kesalahan? Pasalnya ini adalah pesta pertama kali yang dia hadiri seumur hidupnya. Elisa benar-benar takut jika setiap geraknya menimbulkan kekacauan.
Sementara Jonathan yang tidak menyadari sikapnya hanya menatap bingung ke arah Elisa saat tiba-tiba wanita itu melayangkan pertanyaan aneh kepada dirinya. "Tidak ada apa-apa," jawab Jonathan asal agar wanita di sampingnya itu tidak terus terusan menatap lekat ke arah dirinya.
"Sial! Kenapa dia cantik sekali?" dalam hati Jonathan merutuk. Elisa memang selalu terlihat cantik, bahkan saat wajah wanita itu tidak terpoles make-up apa pun. Jonathan tidak munafik untuk mengakui hal itu. Tetapi malam ini ... entah mengapa kecantikan Elisa tampak berkali-kali lipat banyaknya. Dan hal itu membuat jantung Jonathan tidak henti-hentinya berdebar kencang. Di tambah dengan mata indah wanita itu yang menatap lekat ke arahnya. "Tidak. Ini pasti hanya rasa kagum saja." dalam hati Jonathan meyakinkan dirinya sendiri.
"Aku akan pergi sebentar," ucap Jonathan melepas rengkuhannya di pinggang Elisa membuat wanita itu sedikit panik karena dirinya tidak tahu apa yang akan dia lakukan saat Jonathan tidak berada di sisinya. "Aku ikut." Elisa menahan kepergian Jonathan dengan merengkuh tangan pria itu. Rasa takut jelas melingkupi dirinya.
"Aku hanya sebentar. Aku akan bergabung dengan beberapa rekan kerjaku di sana. Dan percayalah obrolan yang akan terjadi nanti tidak akan kamu sukai karena bagaimana pun kamu juga tidak akan mengerti tentang dunia bisnis," ucap Jonathan seolah tengah meremehkan wanita di sampingnya itu.
"Tidak masalah, aku akan diam saja nanti." Elisa masih tidak ingin melepaskan pelukannya dari lengan Jonathan membuat pria itu sejenak menyunggingkan senyumnya. "Ah, aku tahu aku memang tampan. Tetapi aku sangat tidak percaya jika kamu akan menjadi se-begini takutnya untuk kehilangan diriku."
Elisa yang mendengar itu sontak memutar kedua bola matanya malas. "Aku mengikutimu bukan karena aku takut kehilangan dirimu. Tetapi aku bingung apa yang harus aku lakukan saat aku sendiri." wanita itu mengerucutkan bibirnya sebal. "Jika akhirnya begini, kenapa kamu tidak memintaku untuk tinggal di rumah saja? Aku benar-benar takut jika pergerakanku akan merusak pesta ini," imbuh Elisa.
"Apa susahnya mengakui jika aku memang lah tampan?" Sejenak Jonathan menghela napasnya. "Kamu lihat stand makanan di sana? Kamu bisa menghabiskan waktumu menikmati makanan-makanan yang ada di situ. Sudahlah, aku pergi dahulu." dengan cepat Jonathan melepaskan cekalan Elisa dan meninggalkan wanita itu begitu saja dengan perasaan yang semakin kesal.
Sementara Elisa yang melihat kepergian Jonathan sontak panik di tempatnya. Ingin dia menyusul pria itu, tetapi Elisa takut membuat salah dan mengacaukan semuanya. Lagi pula jika dilihat-lihat tidak ada satu wanita pun di perkumpulan patner kerja yang Jonathan maksudkan.
"Mungkin istri-istri mereka juga ditinggalkan begitu saja," gumam Elisa pelan. Kemudian dengan langkah lemah dirinya berjalan menuju stand makanan.
Elisa benar-benar merasa nyaman berada di tempat itu. Banyak makanan di sana. Beberapa sajian catering, camilan, kue, es krim, roti, dan beberapa menu dessert lain. Juga sajian pencuci mulut dan buah, serta berbagai midnight snack tersedia di sana.
Satu hal yang membuat Elisa merasa begitu tenang, dirinya tidak perlu repot-repot berbaur dan mengobrol dengan tamu lain yang saling hadir di tengah ballroom hotel itu. Bagaimana pun Elisa merasa minder jika harus mengobrol dan berkenalan dengan mereka. Hampir semua wanita yang hadir di acara itu berpenampilan sangat berkelas, Elisa hanya takut jika dirinya tidak bisa mengimbangi obrolan mereka dan berakhir mempermalukan Jonathan yang kini berstatus sebagai suaminya.
"Setidaknya di sini masih cukup sepi." Elisa bergumam pelan sembari memilih beberapa makanan yang ada di depannya. Tanpa wanita itu sadari, jika kesendiriannya sekarang justru semakin menarik minat pria-pria yang ada di sana.
"Hallo? Kamu sendirian di sini?" sapa seorang pria dari arah belakang mengagetkan Elisa. Wanita itu sejenak menoleh menatap ke arah sumber suara. "Ah, tidak aku bersama ee ..." Elisa menoleh ke arah kanan dan kiri mencari keberadaan Jonathan.
"Perkenalkan, namaku Bryan," ucap pria di samping Elisa membuat wanita itu kembali memalingkan wajahnya menatap ke arah pria itu. Sejenak pandangan Elisa beralih pada uluran tangan Bryan. Lalu, wanita itu mulai menyalaminya. "Elisa," jawabnya pelan.
Cukup lama mereka mengobrol. Awalnya Elisa merasa tidak nyaman dengan kehadiran Bryan. Bagaimana pun pria itu masih menjadi daftar manusia asing di otaknya. Namun, seiring mereka berbincang dan cara pembawaan Bryan yang tampak begitu santai membuat Elisa sedikit demi sedikit mulai merasakan nyaman.
Hingga sebuah cengkeraman tiba-tiba menarik lengan wanita itu dan membuat Elisa hampir terhuyung jatuh. Seketika Elisa menoleh melihat siapa sosok yang dengan berani mencengkeram lengannya erat. Jonathan. Dengan wajah dan tatapan yang tampak begitu marah.