webnovel

Aroma Manis

"Han, kamu ikut kan nanti malam," tanya Rani sambil menyerahkan beberapa sisa berkas.

"Gimana yaa ..., aku ada janji kencan malam ini dengan Morris, kau kan tahu sendiri bagaimana Morris, dia nggak akan suka kalau aku pulang kerja keluyuran nggak jelas, " sahut Hana, namun tangannya masih sibuk dengan ketikan.

"Over protect Morris kadang tidak jelas, kamu yakin dia tulus sama kamu Han, atau jangan-jangan dia tuh lagi nutupin kesalahannya lagi," Rani yang memberikan kode pada Hana karena seminggu yang lalu Rani tanpa sengaja melihat Morris sedang makan siang dengan wanita lain.

"Enggak Rani, Morris itu pria paling jujur, setia dan sayang banget sama aku," Hana yang sudah bucin di butakan cinta Morris.

Ya... ampun Han, gimana aku ceritanyaa kamu tuh baik dan polos banget di bohongin buaya darat seperti Morris. Pekik Rani di hati.

"Sesekali-lah Han, lagian kan ini pesta ulang tahun pak Gerry nggak enak lah kalau sampai tidak hadir. Coba kamu chat dia minta izin dari sekarang," bujuk Rani.

Hana berpikir, mengingat kembali kalau dia memang sama sekali tidak pernah keluyuran ke mana pun setelah pulang kerja. Pulang selalu on time laporan kemana pun dia akan pergi. Sedangkan Morris selalu seenaknya sendiri kalau hatinya sedang buruk langsung memaki Hana dan kalau dia sedang butuh sesuatu sikapnya manis seperti gulali.

"Aku coba dulu Ran izin dia," mengambil tas dan mengeluarkan ponsel.

"Oke, cepat Han ...," menunggu di sudut meja sambil bersandar.

Deringan telpon berbunyi di ponsel Morris, ia meraih ponselnya,

"Ada apa Hana ..., cepat katakan?" sahut di seberang dengan nafas tertahan.

"Kau sedang apa Morris?" Hana seolah mendengar sesuatu yang tidak beres, namun dia hanya bisa menebak-nebak.

"Ada apa cepat katakan!!," teriakannya terdengar tidak sabar.

"Aku izin pulang telat ya ..., dari kantor ada acara ulang tahun bos dan semua karyawan di undang hadir,"

"Begitu saja, mengganggu!!" telpon terputus lalu tangan seseorang meraih perut Morris, "Sayang ..., siapa sih ayok kita lanjutkan," suara manja bergelayut leher Morris.

"Wanita bodoh itu selalu saja membuatku kesal, dua tahun pacaran apa pun di sentuh tak boleh sungguh membosankan kalau tidak karena uangnya mana mungkin aku menempel padanya,"

"Sudahlah sayang ..., jangan marah lagi kan ada aku apa pun boleh kau sentuh dan nikmati ...,"

"Lona, lona ..., untung ada kamu teman Hana yang selalu bisa memuaskanku," meraih tengkuk Lona dan mereka melanjutkan adegan panasnya di balik selimut.

Hana terkejut telpon nya ke Morris langsung terputus,

"Gimana Han?" Rani yang menunggu jawaban Hana.

"Mmm, oke aku ikut!"

"Sip, kalau begitu aku balik meja ya, selesaikan sisa pekerjaanku," Hana mengangguk.

Morris di mana ya, sepertinya aku tadi mendengar sesuatu. Hana yang merasa hatinya tidak enak hati.

Jam Kantor usai para karyawan bersiap ke undangan ulang tahun pak Gerry.

"Loh kok turun di sini Ran ..., apa kita tidak salah tempat?" raut wajah Hana berubah takut saat turun dari taksi.

"Nggak kok Han, ayok kita masuk ...," tarik Rani menggandeng masuk Hana ke dalam pub.

"Ta-tapi Ran ...," kaki Hana seakan menolak untuk masuk ke dalam.

"Tuh Han ..., anak-anak kumpul di sana," tunjuk Rani yang sudah melihat para teman kantornya dan melepaskan gandengan lengan Hana kabur menghampiri mereka.

Karena canggung dan bingung dengan suasana pub bagi Hana ini pertama kalinya dia masuk ke tempat seperti ini, ia hampir terseret jatuh oleh kakinya sendiri, namun seseorang menangkap tubuh Hana,

Ah, wanita ini ..., aroma manis nya membuatku lapar.

"Maaf Tuan, saya tidak sengaja ...," Hana segera menarik tubuhnya menjauh dari laki-laki yang menatap tajam dan memeluknya bergegas lari bergabung dengan yang lain.

Lelaki tadi tak bergeming dia seakan tidak rela melepaskan pelukan nya dari Hana.

"Tuan, mata anda ...," segera tersadar dan menunduk bola mata birunya kembali berubah menjadi hitam kembali.

"Aku lapar,"

"Makanan anda ada di atas Tuan," melirik ke arah Hana yang sedang di paksa minum oleh yang lain. Hana berusaha menolak, namun kalah dengan permainan yang membuatnya menerima hukuman minum tiga gelas besar penuh.

Lelaki tadi melewati Hana, menaiki tangga ke arah makanan yang sudah di persiapan untuknya.

"Ini kamarnya Tuan, ruangan kedap suara jadi anda bisa makan sampai kenyang, kami akan berjaga di sini," mereka membuka pintu hawa dingin langsung terasa suasana remang terlihat di atas ranjang seorang wanita menggunakan lingerie merah kedua tangannya di ikat di tepi ranjang dengan matanya yang di tutup.

"Tu-Tuan, apakah itu anda?" suara wanita tadi manja, menggoda.

Lelaki tadi duduk di pinggir ranjang mengusap pipi membelai rambut wanita tadi dengan lembut mengusap lembut bibirnya yang merona seperti mawar melepaskan perlahan ikatan kedua tangan wanita tadi seperti gayung bersambut wanita langsung melepaskan ikatan kedua matanya.

"Tuan ..., kenapa lama sekali aku sudah kedinginan dari tadi loh ...," menggoda tanpa rasa malu.

Lelaki tadi tersenyum dengan bibir rapat, wanita tadi membuka bibirnya mengalungkan kedua tangannya di leher dan bersiap memberikan serangan manja, namun seketika matanya membulat lebar ketika melihat mata laki-laki tadi berubah menjadi biru, menyeringai penuh amarah,

"Aaakkhhh" teriak wanita tadi berusaha melarikan diri, memberontak, namun satu terkaman mendarat di lehernya dengan cepat, sepersekian detik kemudian wanita tadi sudah tak bergerak dan berontak lagi.

"Hmm ..., rasanya tidak enak," lelaki tadi melemparkannya berdiri dan mengusap bibirnya yang penuh darah.

Ia membuka pintunya,

"Aku sudah selesai, kalau kalian suka bisa habiskan," melewati beberapa orang mereka berebutan masuk ke ruangan dan menutup pintunya.

"Lebih cepat dari dugaan saya Tuan,"

"Rasanya tidak enak aku masih lapar. Malam ini biarkan aku mencari makananku sendiri," sambil terus menatap Hana dengan tajam.

"Ta-pi Tuan," memberi isyarat tutup mulut dengan jarinya.

"Kau siapkan saja mobil, aku akan menjemput makanannya dulu,"

"Baik Tuan," pergi menatap Hana yang tengah berpamitan pulang.

"Ran, aku pulang duluan yaa," Hana yang merasa tubuhnya sudah tidak sanggup, kalau dia lanjutkan dia pasti tidak akan bisa pulang.

"Lanjut saja Han nanti kamu menginap di tempat ku besok kan libur,"

"Terima kasih Ran, aku takut Morris mencariku, aku pulang ya daghh semua ...," pamit Hana yang berjalan sedikit sempoyongan.

Aduh, pusing banget, sepertinya aku telpon Morris saja ..., minta dia menjemputku.

Hana berjalan memegangi tembok, keluar dari pub tangan satunya mencari ponsel dalam tasnya, dia tak sadar seseorang dari belakang terus mengikutinya. Baru beberapa langkah keluar pub sambil memegang ponsel perutnya bergetar terasa mual, dia segera berlari dan tak tahan mengeluarkan semua isi dalam perutnya.

Mencari tissu dalam tasnya, namun tidak ketemu, seseorang memberikan tissu dan air mineral, Hana melihatnya, mencoba berdiri namun sempoyongan, meraih apa yang di berikan orang tadi,

"Terima kasih," segera mengusap bekas mutah dan membuka air mineral tadi.

"Mau di antar, sepertinya sangat berbahaya kalau anda pulang sendiri," tatapannya seperti membuat hipnotis kepada Hana.

Sesaat Hana terpaku, " Terima kasih Tuan, tapi saya sudah ada yang jemput," tak lama deringan ponsel Hana berbunyi,

"Saya pamit, sekali lagi terima kasih," Hana berlari kearah mobil yang melambaikan tangannya.

Ah, sial, makan malamku lepas. Geram lelaki tadi menyaksikan kepergian Hana.

Bersambung

Nächstes Kapitel