webnovel

Ciye ...

Saling diam, Kanaya melirik, "Curi-curi pandang," ledek Azam singkat. Kanaya memandang istrinya yang menggambari kaca dengan jari telunjuknya.

Entah apa isi hati Azam terlihat merana dan merindukan sesuatu.

"Sudah sampai," ujar Kanaya ketika mereka berhenti di Bank.

"Masih ada waktu satu jam. Semoga cepat," ucap Azam. "Ayo masuk, uang banyak nanti."

Belum selesai telapak tangan Kanaya di depan bibir Azam.

"Syuttt. Jangan katakan hal buruk, takutnya nanti ada malaikat lewat terjadilah masalah. Ayo turun," ajak Kanaya, Azam tersenyum lalu turun.

Keduanya masuk ke dalam Bank. Kanaya menunggu sambil terlihat khuwatir dan Azam santai. Mata Kanaya terbelalak saat melihat tabungan dari suaminya.

'Dia sangat beruang. Gila, Miliarder Gila. Ngak nyangka pemuda desa kaya juga,' batinnya terkejut. mengambil kertas.

[Dengan ini saya membeli mobil Pajero Sport, dengan harga lima ratus juta, dibayar tunai. Tanda tangan suamimu.]

Tulisnya lalu dia menyodorkan ke Kanaya yang terlihat masih syok dengan nominal

tabungan dari suaminya.

"Tanda tangan sini," pinta Azam, Kanaya pun menuruti suaminya dengan berat hati.

"Mohon tunggu dan silahkan duduk ya Pak, Bu," ujar pekerja. Azam tersenyum lalu menggandeng istrinya keduanya duduk bersama.

"Aku ingin membangun panti asuhan dengan. Hingga mereka merasakan kasih sayang dari orang-orang yang peduli," jelas Azam sambil mengambil ponselnya dari tasnya. Kanaya memperhatikan suaminya.

"Aku ganteng dan mempesona ya? Kok memandangi terus," tegur Azam dengan sikap pedenya.

"Angkat tangan!"

DOR

DOR

Tiga preman masuk dengan memakai senjata api. Pas Azam menelpon Farah. Azam dan Kanaya mengangkat tangan.

"Jongkok kalian!"

Kanaya dan Azam saling menatap keduanya menuruti. Para sanabah Bank tertunduk takut. Apa lagi ketika petugas hendak membunyikan alarm. Petugas bank ditahan dan perampok itu menodongkan pistol di kepalanya.

Kanaya mendekat. "Kamu bisa bantu aku?"

"Apa? Jangan macam-macam. Bahaya," ujar Azam berbisik.

"Heh diam!" teriak salah satu sambil merebut tas milik Kanaya. Bedak bayi jatuh. Azam segera mengambil, Kanaya tau lalu mengode tiga orang di sampingnya, dia memejamkan mata. Azam berdiri dan naik ke atas meja, lalu menyiram ke ruangan itu dengan berputar dan menutup mata. Petugas segera menginjak kaki perampok lalu membunyikan alarm. Dan yang lain bersembuyi. Hanya tersisa delapan orang di dalam Bank.

DOR

DOR

Perampok itu asal menembak. Azam melihat arah pistol itu, dia turun.

"Kanaya merunduk ...." teriak Azam. Dia segera mendekap, memeluk Kanaya yang meringkuk tubuh. Dia menutupi Kanaya dan peluru pun menggores pundaknya.

Brug

Salah satu perampok ditendang hingga pistolnya terlempar, dan bodyguart bertarung. Farah dan anak buahnya telah tiba dan menyelamatkan. Tidak lama polisi datang dan menangkap para perampok itu. Kanaya dan Azam berdiri.

"Maaf, aku segera melacak keberadaanmu," ujar Farah.

"Terima kasih. Untung Anda datang tepat waktu," ucap Azam. Kanaya mengambil tisu lalu mengelap lukanya.

"Sana puji dia terus," gumamnya. Azam menoleh kearahnya. "Apa? Lihat-lihat," kilahnya dengan nada tinggi.

"Maaf ya, mungkin ke Hotelnya akan terlambat. Tapi masih ada waktu empat puluh lima menit," jelas Azam sambil melihat jam di pergelangannya.

"Baik saya duluan. Hati-hati," ujar Farah memegang lengan Azam. Azam terdiam. Kanaya menendang kursi, saat Farah keluar dari Bank.

Broak.

"Kenapa? Cemburu?" tanya Azam dengan meledek. Kanaya duduk.

"Tadi kamu terluka? Ya Allah ... maaf ya," ujar Azam setelah sadar istrinya terluka. Azam mengambil sesuatu dari tasnya. Antiseptik dan perban. Kanaya merasa malas dia menepis tangan Azam.

"Kenapa sih selalu kamu seperti itu. Coba bayangkan kamu jadi aku, kalau kamu aku diemin. Kamu betah?" tanya Azam lalu mengobati luka Kanaya. Kanaya hanya pasrah seperti seorang anak yang kena marah dari orang tuanya.

"Kamu mau diam atau mau apa. Mau marah, terserah kamu. Tapi biarkan aku, izinkan aku menjadi istri yang berbakti. Saat ini aku tidak memperdulikan perasaanmu entah kamu cinta atau tidak kepadaku, yang penting aku melaksanakan tugasku. Bagimu cinta mungkin sangat penting. Namun, aku sudah mencintaimu Nona. Seringnya kamu diam kepadaku membuat aku semakin bertekat. Dan ibadahku saat ini adalah bersamamu. Kamulah jalan pelantara dan memudahkan amalku untuk mencapai surgaNya," jelas Azam serius sambil mengobati luka Kanaya.

"Mas Azam," panggil kariawan Bank. Azam melangkah maju, Kanaya pun berdiri. Azam menerima amplop tebal. Dia segera masukkan uang ke tasnya. Kanaya dan Azam pergi bersama.

"Terima kasih tadi sudah menutupiku, agar aku tidak terkena tembakan. Kamu keren Mas. Kesatriaku," puji Kanaya, Azam hanya diam namun dalam hatinya dia sangat bahagia, lalu berjalan keduanya masuk mobil.

"Ini langsung kemana? Nanti mobilnya di parkir di mana?" tanya Kanaya sambil melajukan mobil.

"Parkirnya di hatiku aja," jawab Azam. "Pasti nggak lucu. Lagian aku tidak bisa nyetir karena pernah kecelakaan dan membuatku troma, jadi kalau nona bisa antar jemput ya Alhamdulillah. nona pakai saja mobil ini. Dan ini langsung ke hotel ya," pinta Azam lalu mengeluarkan amplopnya.

"Ingat tugasmu hanya di dapur. Jangan masuk ke kamar hotel dengan wanita lain," ucapan Kanaya membuat Azam berkaca-kaca dan kesal. "Karena aku tidak bisa menjagamu sepenuhnya. Apalagi dengan Farah, aku meragukannya. Maksudku, kamu sendiri yang bisa menjaga agar tidak kejebak dalam lubang buaya. Hati-hati," lanjut Kanaya.

"Aku kira kamu tadi meragukanku. Aku lebih baik diacuhkan ketimbang aku tidak dipercayai. Terima kasih," ujarnya. Keduanya menikmati perjalanan.