webnovel

Seal The Witch's Magic

Cerita ini hanyalah fiksi/fiktif(tidak nyata) Blurb: Riro dan Nalia. Mereka berdua adalah Yinhir dan Yanghir, penyihir dengan kekuatan istimewa yang berbahaya. Kesamaan di antara mereka membuat Riro dan Nalia menjadi dekat. Setelah melalui serangkaian peristiwa, keduanya harus menghadapi organisasi yang mengincar mereka, yaitu Red Goat.

Raya111 · Fantasie
Zu wenig Bewertungen
23 Chs

Ch. 20 - Mall dan Memukul Tikus

Nalia, Maya dan Lina mendatangi permainan yang sama, yaitu permainan memukul tikus.

Di depan mereka ada meja dengan sembilan lubang. Dari dalam lubang tersebut akan ada tikus mainan yang keluar lalu masuk ke dalam lagi. Pemain harus memukul tikus tersebut dengan palu mainan untuk mendapatkan poin.

"Siapa yang mau bermain duluan?"

Saat Maya bertanya, Lina menggelengkan kepalanya. Sedangkan Nalia terlihat antusias meskipun dia tidak mengatakan apapun.

"Baiklah Nalia. Kau duluan."

Maya pun mempersilahkan sambil tersenyum. Antusiasme Nalia yang disembunyikan membuat gadis itu sedikit menahan tawa.

"Fuh ... aku siap."

Nalia sudah memegang palu dan menatap lubang-lubang itu dengan serius. Dia terlihat tidak sabar saat menunggu tikus-tikus itu keluar dari lubangnya.

3 ....

2 ....

1 ....

Permainan dimulai.

Satu tikus keluar dari lubangnya. Gerakannya saat keluar masuk ke dalam lubang masih sangat lambat karena ini masih awal permainan.

Meskipun begitu, Nalia dengan sekuat tenaga memukul tikus-tikus mainan tersebut seolah memiliki dendam kepadanya. Saat suara hantaman benda tumpul terdengar keras, Maya dan Lina buru-buru mengingatkan.

"J-Jangan rusakin alatnya Nalia. Pelan-pelan saja."

"Kalem woi. Kalem."

Ucapan Maya dan Lina tidak didengar oleh Nalia. Nalia terlalu fokus dengan permainan hingga mengabaikan suara disekitarnya.

*BRAK! BRAK! BRAK!*

Jumlah tikus yang muncul kini lebih dari satu. Gerakannya saat keluar masuk lubang juga cepat. Nalia sedikit kewalahan, namun berhasil memukul semuanya tanpa ada yang lolos.

Setelah waktu permainan melebihi tiga puluh detik, Nalia kalah cepat dengan tikus-tikus itu. Dia tidak lagi bisa memukul semua target. Ada beberapa yang berhasil lolos dari pukulannya.

Itu adalah hal yang wajar karena Nalia lebih fokus pada kekuatan hantaman daripada kecepatannya.

Setelah beberapa waktu, permainan akhirnya selesai. Durasi permainan ini hanya satu menit, dan Nalia sudah menyelesaikan gilirannya.

"Wah ... poinmu banyak!" Maya memuji. Nalia tertawa pelan mendengar itu.

Selanjutnya, giliran Lina yang bermain game memukul tikus. Gadis itu terlihat sangat percaya diri saat memegang palu.

"Hahaha! Liat ini baik-baik!" Lina terlihat bersemangat saat hitungan mundur dimulai.

3 ....

2 ....

1 ....

Permainan dimulai.

*Brak! Brak! Brak! Brak!*

Lina memukul tikus-tikus itu dengan baik di awal permainan, sama seperti Nalia.

Seiring berjalannya waktu, kecepatan tikus itu bertambah, begitu juga dengan jumlahnya. Lina tetap fokus dan semangat. Kemampuannya dalam memainkan game ini tampaknya lebih tinggi dari Nalia.

Setelah waktu permainan melewati 30 detik, Lina kewalahan. Sama seperti Nalia, ada beberapa tikus yang gagal ia pukul. Namun jumlahnya lebih sedikit dari permainan Nalia sebelumnya.

Beberapa waktu kemudian, waktu bermain pun habis. Lina mendapatkan skor yang lebih tinggi dari Nalia. Meskipun selisih skornya tidak seberapa, Nalia sedikit frustasi. Tapi dia tidak marah pada Lina.

"Hebat banget Lina!" Maya bertepuk tangan. Begitu juga dengan Nalia. Lina hanya mengangguk-ngangguk dan berkata, "Itu sudah pasti."

Selanjutnya giliran Maya yang bermain.

Gadis itu mengambil palu. Ia terlihat santai, tidak bersemangat seperti teman-temannya yang lain.

Hal itu membuat Nalia dan Lina menaruh ekspetasi rendah kepadanya. Mereka berpikir Maya bermain hanya untuk bersenang-senang, bukan untuk bersaing.

3 ....

2 ....

1 ....

Permainan dimulai.

Tikus-tikus pun keluar lalu masuk kembali ke dalam lubangnya.

Sama seperti yang lain, Maya berhasil memukul mereka dengan baik. Kecepatan dan kekuatan hantamannya terlihat seimbang. Gerakan-gerakannya juga efektif dan tidak membuang banyak stamina.

Waktu permainan pun melewati tiga puluh detik. Meskipun tikus-tikus itu semakin cepat, Maya tidak kewalahan dan masih terlihat santai. Tidak hanya itu, ia juga berhasil memukul semua tikus tanpa terkecuali.

Maya sangat luar biasa dalam permainan ini. Dia bahkan bisa menebak dari lubang mana tikus itu akan muncul. Seolah-olah ia bisa melihat masa depan.

Hal itu tentunya membuat Nalia dan Lina terkejut. Mereka tidak menyangka Maya sejago itu dalam permainan ini. Tampaknya gadis itu juga belum mengerahkan seluruh kemampuannya.

Setelah beberapa waktu, permainan pun berakhir. Maya menjadi peraih skor tertinggi, mengalahkan Lina dan Nalia.

"Yeeyyy! Aku berhasil mengalahkan kalian!" Maya terlihat gembira. Nalia dan Lina terdiam selama beberapa saat.

"G-Gila ... hebat juga kamu May."

"Aku tidak menyangka."

Reaksi dari teman-temannya itu membuat Maya sedikit malu dan tertawa hampa.

"Oi, bagaimana caramu melakukannya?" tanya Lina.

"Aku hanya memukul tikus-tikus itu kok. Tidak ada yang spesial."

'Bohong ....' Lina dan Nalia mengatakan hal yang sama di dalam hati. Mereka tersenyum masam mendengar jawaban yang tidak memuaskan itu.

"Sepertinya kau memiliki segudang talenta." Nalia mengelus dagunya.

"Berlebihan ah." Maya sedikit malu.

"Tidak, aku juga setuju dengan Nalia. Prestasimu kan sangat tinggi baik dari segi akademik maupun non-akademik. Kau memiliki banyak keahlian dan mampu menggunakan sihir. Bahkan dalam permainan ini saja kau sangat jago."

Maya tertawa kecil mendengar pujian itu. "Aku jadi malu," ucapnya.

Setelah puas bermain game memukul tikus, ketiga gadis itu menghampiri para lelaki.

Riro and the boys saat ini sedang duduk di depan game center. Baru beberapa saat yang lalu mereka selesai bermain, sama seperti Nalia and the girls.

"Selanjutnya kita ke mana nih?" tanya Wahyu. Pemuda itu bertanya pada Maya karena gadis itu yang memimpin kelompok ini.

"Um ... bagaimana jika kita nonton bioskop?"

Mereka berenam saling memandang setelah mendengar usulan Maya. Karena mereka semua belum lapar dan bingung ingin ke mana dulu, usulan itupun diterima.

....

Riro dan kawan-kawannya sempat berdebat sebelum membeli tiket. Mereka berdebat mengenai film yang nanti mereka tonton. Ada yang ingin nonton film aksi, ada yang ingin nonton film romance, ada yang ingin nonton film horor, dan lain-lain.

Perdebatan itu memakan waktu hingga lima menit. Setelah berdiskusi, akhirnya mereka sepakat menonton film fantasy romance.

Tidak seperti teman-temannya yang membeli popcorn dan minuman. Riro tidak membeli apapun selain tiket. Bukan berarti dia miskin, dia hanya ingin menghemat pengeluarannya.

"Ah, pintunya sudah dibuka. Ayo masuk ke dalam!" Maya mengajak teman-temannya.

Mereka bertujuh pun berjalan ke pintu teater. Sebelum masuk ke dalam, tentunya mereka menyerahkan tiket terlebih dahulu.

"Apa!? Kenapa kau menyobeknya!?"

Merlin berteriak. Riro dan teman-temannya yang lain kaget mendengar itu. Tampaknya Merlin baru kali ini ke bioskop.

"Hoi Merlin!" Nico memanggil untuk menegur, namun pemuda itu tidak mendengarnya dan masih sibuk berdebat dengan penyobek tiket.

"Sudahlah Nico, ayo kita duduk saja. Biar kita nggak disangka temannya Merlin." Wahyu berbisik.

"Iya iya, ayo duduk saja." Riro berbisik juga. Dia terlihat buru-buru.

Para lelaki pun pergi ke tempat duduk mereka. Nalia dan Lina juga demikian karena memikirkan hal yang sama. Hanya Maya saja yang tampaknya masih peduli dengan si pengkhayal itu.

"Merlin, jadi begini."

Maya memberikan penjelasan panjang kali lebar kali tinggi. Akhirnya Merlin tersadar dengan kebodohannya lalu meminta maaf pada orang yang ia marahi.

Setelah masalah kecil itu selesai, Maya dan Merlin pun ikut duduk bersama yang lain. Beberapa waktu kemudian, film pun ditayangkan.