"Hadiah kelulusan apa?" pikir Yibo. Dia sebenarnya pernah kepikiran meminta, tapi tidak tahu barang apa itu. Mungkin karena Mile terlalu banyak memberinya role model, Yibo akhirnya tidak request apapun lagi. Dia merasa cukup dengan pesta pora bersama teman, lalu pulang ke rumah. Hmm, ralat. Yibo pasti senang kalau Mile nanti datang ke acaranya wisudanya demi berfoto bersama.
Mile pun mengangkat sebuah kado besar dari kursi di sebelahnya. Agak peyot di bagian pojok, sih--wah itu agak tak terduga, dan Mile menyodorkannya dengan tawa cengengesan.
"Coba buka. Ini cocok untuk calon mahasiswa budiman di luar sana."
Mata Yibo memicing kepada Mile. "Gege agak mencurigakan," katanya.
Mile hanya geleng-geleng saat kembali mengetik di keyboard laptop. "Buka saja ...." katanya.
Sepertinya Mile sudah siap-siap tertawa saat Yibo mengodel kado. Sayang, kakak lelakinya itu tiba-tiba dipanggil ke belakang.
"Mileeeeeeeeee! Ya ampun brownies-nya hancur ketimpa gelas! Aku tidak sengaja memecahkan gelasmuuuuuu!"
Sial. Benar-benar berisik sekali, pikir Yibo. Dia tidak tahu bagaimana rupa pacar kakaknya, yang pasti telinga Yibo kurang suka. Bahkan gelas yang menimpa brownies itu pecahannya tak terdengar, melainkan teriakannya yang super toa.
"Oh ...." desah Yibo ketika sudah membuka kado. Dia tidak tahu kakaknya menabung sejak kapan, yang pasti ini hadiah yang mewah sekali. Ada laptop, ponsel, tape recorder, headphone, pena, parfum, dan jam tangan untuk kuliah. Dia tahu Mile bekerja juga di sebuah perusahaan, tapi jabatan kakaknya masih belum tinggi untuk membeli semuanya secara langsung. Mile juga menyambi kuliah. Jadi, pastinya butuh biaya besar, dan semua ini kentara direncanakan sudah lama.
"Tunggu, yang satu ini apa?" gumam Yibo, lalu mengambil benda bulat yang mirip kemasan bedak. Dia membukanya dengan ekspresi yang tetap datar, tapi nyaris membanting ketika tahu isinya. "Shit! Kondom!" makinya. Lalu memasukkan benda itu kembali.
Bukannya Wang Yibo antipati dengan benda itu, sih. Dia juga lelaki biasa. Kadang solo kalau bergairah, tapi belum pernah kepikiran untuk melakukan seks sebenarnya. Melirik seseorang saja belum pernah minat, apalagi cari pacar? Mile pasti lebih bebas kalau soal ini.
Hm, sebenarnya Yibo maklum. Bagaimana pun pergaulan kakaknya sering di luar sana, lagipula usianya tidak lagi remaja.
Mile pria perkasa umur 25. Dia hampir ulang tahun lagi Januari nanti, maka tidak heran kalau sudah punya kekasih.
Sayangnya, berapa kali pun Mile ganti pasangan di luar sana, Wang Yibo benar-benar tidak suka lelaki yang dibawa pulang kakaknya hari ini. Namanya Chimon Wachirawit Ruangwiwat. Panggilannya Chiye. Seorang half-werewolf Omega imut umur 21, dan sudah pasti kekanakan kalau dengan kekasihnya.
"Wahhh, Mile. Apa dia adik yang pernah kau ceritakan? Namanya Yibo? Kau itu tampan sekali ...." puji Chiye.
Bukannya merasa tersanjung, Yibo hanya bilang "Terima kasih" sebelum melipir pergi. Sosok adik yang tadi senyum tipis saat membuka kado Mile sudah menghilang. Dia benar-benar tak peduli Chiye karena aura penggodanya, apalagi mata besar itu jelalatan meski ada Mile di sana.
Sinting kau, pikir Yibo. Kakaknya saja dibegitukan, apalagi kalau Yibo ramah padanya? Dia benar-benar tidak habis pikir.
"Bagaimana? Apa kau suka kadonya? Setidaknya semua cocok kalau kau tetap di jurusan bisnis," tanya Mile setelah Chiye pulang ke rumah. Dia masuk ke kamar Yibo untuk mengecek, dan ternyata sang adik sedang mencoba jam tangan.
Yibo malah mendengus daripada membahas kado. "Bisa Gege cepat ganti pacar? Yang begitu kok disukai. Aku benar-benar malas."
"Hah? Tidak bisa. Wkwk. Kan dia mengandung anakku--"
DEG
"WHAT?!" kaget Yibo, tapi segera memperbaiki ekspresi wajahnya. "Maksudku, seriusan, Ge? Yang tadi itu? Gila ... kenapa sampai punya anak segala."
"Ya tak masalah, toh kita saling suka," kata Mile dengan santainya. "Dia juga sudah menerima lamaranku sebelumnya. Minggu ini pasti kukenalkan kepada Pa dan Mae."
Wang Yibo tidak bisa berkata-kata. Dia pun mengalihkan pembahasan ke topik kuliahnya nanti, tapi tidak bisa mengabaikan soal Chiye lagi. Setelah Mile keluar kamar, lelaki 19 tahun itu bahkan mencatat nama kekasih kakaknya dalam buku. Dia khawatir sang Omega benar-benar masuk ke keluarga mereka, apalagi jadi kakak iparnya.
Cih, no. Setidaknya jangan yang begitu juga spesifikasinya. Ah, kakaknya ini diapakan sampai buta mata begitu?
"Chimon Wachirawit, hm? Jadi kau seorang selebgram kecil," gumam Yibo setelah beberapa hari mengadakan penelitian ke teman-temannya yang aktif sosial media. Mereka menunjukkan Yibo akun Chiye yang penuh foto imutnya, bahkan lelaki itu dapat endorse di beberapa produk pakaian.
Tapi, coba pikir sekali lagi. Seorang selebgram umur segitu mau dinikahi kakaknya begitu muda? Janggal. Apalagi hamil anak Mile. Rasanya Yibo tidak bisa menerima saja.
"Memang kenapa sih kau cari-cari tahu tentangnya? Naksir?"
"Cih sudi," kata Yibo yang menanggapi omongan Luo Yunxi. Dia menatap malas temannya, tapi berterima kasih juga di akhir. "Ngomong-ngomong, kalau ada informasi lagi bilang saja padaku."
"Oke, asal kau top up-kan saja game-ku nanti," kata Yunxi dengan cengiran.
"Gampang, aku punya saldo koin banyak," kata Yibo santai. "Nanti kutransferkan akunmu." Lagipula dia sudah pernah di-nerf sangking overpower-nya Avatar yang dipunya di dalam game. Gift, skin, weapon, dan privillege yang tercantum pun banyak sekali, tapi mulai jarang main semenjak persiapan masuk kuliah.
Luo Yunxi senang karena simbiosis mutualisme mereka. Dia bilang "Hati-hati", saat Yibo pamit. Khawatir karena temannya agak emosi, tapi Wang Yibo sendiri mungkin tidak menyadari.
Setidaknya sampai dia masuk ke dalam kereta.
"Ah ha ha ha ha ha, mudah. Nanti kubagi uangnya denganmu," kata sebuah suara yang menarik Wang Yibo hingga menoleh. Kedengarannya benar-benar familiar, apalagi Yibo sudah diganggu beberapa kali kemarin. "Toh dia cuma lelaki tua. Untuk apa kalau bukan dimanfaatkan? Kita bisa tebus perabotan baru lagi untuk apartemennya."
Itu adalah Chiye. Seseorang yang bercanda dengan Alpha tampan baju hitam, tapi mereka benar-benar tampak lebih dari teman di mata Yibo. Oh, lihat. Di tempat umum saja malah berciuman-- mana etikanya walau kereta mereka sepi?
BRAKHHH!!
BUAGGHHHH!!
"BRENGSEK!! KEMARI KAU!" teriak Wang Yibo yang sudah tidak sabaran. Dia pun menjambak kerah Chiye tiba-tiba. Membuat bibirnya terlepas dari sang Alpha.
Kepalang marah, Wang Yibo pun membogem muka manis Chiye beberapa kali. Membayangkan kakaknya Mile dikhianati sejauh itu.
"ARRRGHH! Tunggu, hei, kau ini siapa?!"
BUAGH! BUAGH! BUAGH!
Wang Yibo tetap saja meninju. Dia kesal, tapi diserang sang Alpha dari belakang. Jadi mereka pun bertarung sengit di dalam kereta itu. Lajunya yang cepat tidak menghentikan Yibo demi membalaskan dendam. Dia pun saling banting dengan si werewolf muda, tapi sayang kalah massa otot untuk mengimbangi.
BRAKHHH!!!
"BRENGSEK! KAU APAKAH PACARKU HAH?!" teriak sang Alpha sambil membogem wajah Yibo balik. Bagaimana pun Yibo baru 19 tahun. Dia remaja yang menghabiskan banyak waktu untuk pendidikan. Nge-gym pun hanya sekali dalam beberapa minggu, jadi dia memang kalah dalam segi kekuatan.
BUAGH! BUAGH! BUAGH! BUAGH!
"AARRGH! KAU YANG MENGAPAKAN KAKAKKU, HAH?! BEDEBAH!" teriak Yibo dengan desisan. Sayang lehernya sudah dicekik. Susah sekali rasanya untuk bernapas, sampai kerah Alpha ini dijambak seseorang dari belakang.
"HEI, KEPARAT! DIA ITU CUMA BOCAH!" teriak seorang lelaki dengan kulit kecokelatan. Wajahnya cukup manis untuk ukuran orang dewasa, tapi tidak manis lagi kalau melihat ototnya. Dia tinggi dan kuat saat menghajar sang Alpha. Suaranya cukup berat, dan kerutan alisnya menegaskan kekerasan sifat yang susah dibantah. "MINGGIR ATAU KUUKIR MATAMU DENGAN PISAU BARUKU!"
BRAKHHHH!!!
BUAGH! BUAGH! BUAGH! BUAGH!
"ARRRGHH!" teriak sang alpha.
Wang Yibo pun beringsut mundur. Dia mengelap sudut bibir yang berdarah, hanya menonton karena bingung mau gabungnya bagaimana. Demi apa. Lelaki manis yang menolongnya terlalu brutal. Gerakannya begitu terlatih. Sehingga Yibo yakin dia tak butuh bantuan lagi.
"HEI, GILA!" teriak sang Alpha yang benar-benar dihadapkan dengan pisau. Namun, bukan untuk ditusukkan ke tubuhnya, melainkan memotong tali tampar dari tas belanja.
Lelaki manis itu pun mengikat tangan sang Alpha dengan cekatan. Dia tak peduli protesan seperti apa yang dilayangkan. Malah menduduki perut korbannya sambil menyambungkan tali ke kursi kereta. "Diam kau," katanya dengan desisan kecil.
Lelaki yang belakangan Yibo ketahui bernama Apo itu, ternyata merupakan pilot muda. Dia sedang berkunjung ke China untuk merayakan ulang tahun sahabatnya, dan sekarang sedang dalam persiapan membuat pesta.
Apo memang membeli pisau tapi bukan untuk membunuh. Dia butuh piranti baru untuk membantu masak ibu sahabatnya nanti, dan tampar untuk membuat balon udara. Ho, gagasan yang sangat menarik, Pikir Yibo. Dia pun seketika nyaman di dekat Apo, bahkan tidak menolak saat diajak pulang ke rumah itu.
Kata Apo, "Kau harus diobati dulu sebelum pulang. Nanti keluargamu khawatir di rumah. Setidaknya kalau sudah pakai perban mereka paham perkelahianmu itu bukan rencana."
"Oke, Ge," kata Wang Yibo. Dia agak kagum dengan dialek mandarin Apo, padahal sosok itu bukan dari darah China. Well, wajar sih. Apo bilang dia terjerat kebiasaan. Karena dulu dia masuk ke sekolah internasional. Jadi biasa bicara Inggris serta Mandarin setiap hari. "Tapi serius tidak kubantu? Belanjaanmu banyak sekali."
Apo pun menggeleng dengan senyum manisnya. "Tidak perlu, Adik kecil. Kau itu kan terluka di sana-sini. Aku masih kuat kalau hanya segini."
"Iya, tapi kelihatannya repot sekali. Apalagi ada tali tampar di bahumu itu."
"Hmmh, sudah. Tak masalah," kata Apo. Jujur dia bersyukur tadi bangun dari tidur, sebab biasanya bebal meski ada keributan. Oh, tugas penerbangannya selama tiga hari ini memang padat sekali.
Sampai di rumah sahabatnya, Apo pun mempersilahkan Yibo masuk. Tentu saja ibu-ibu di dalam sana langsung panik, dikira Yibo baru ikutan tawuran.
"Astaga, Nak. Apa yang baru terjadi padamu?"
Apo pun menenangkan wanita itu. "Tidak apa-apa, Bi. Hanya terkena insiden kecil," katanya sambil menyerahkan barang belanjaan.
"Iya, tapi kelihatannya sakit sekali. Ya ampun wajah tampanmu, Sayang ...." kata wanita berparas anggun tersebut. Dia prihatin tapi tak tega menyentuh, jadi jarinya maju dan mundur.
Apo justru fokus kepada sekitar ruang tamu. "Oh, iya ... kotak P3K-nya dimana, Bi? Aku mau obati si bocah ini," katanya. "Apa berada di kamar Zhanzhan?"
"Ahh, iya. Ambil saja dari kamar Zhanzhan. Ada di Laci bagian bawah," kata wanita itu dengan gelengan ngeri. "Langsung saja, ya. Kutinggal karena rotinya sudah matang di oven."
"Baik, Bibi Xiao," kata Apo. Lelaki itu pun mengajak Yibo masuk ke kamar sahabatnya, karena sebentar lagi ada tamu yang datang. Dia tak ingin mereka lihat seorang bocah babak belur, lalu mengobatinya di dalam.
"Oh, shit. Harum sekali di sini. Apa aroma melati?" pikir Wang Yibo saat masuk ke dalam sana.
Apo pun tersenyum saat menjelaskan sahabatnya ini merupakan Omega, sepertinya. Mungkin Yibo takkan terpanggil oleh aroma wanginya, tapi memang begitulah Omega.
"Omega, tapi dia seorang tentara?" tanya Yibo yang mulai dirawat Apo. Dia menatap figura kecil di atas nakas, dan isinya merupakan foto sososok manis lainnya.
"Itu cita-cita, jadi dia pernah mewujudkannya," kata Apo. "Tapi hanya 3 tahun di dalam sana. Aku menyarankan Zhanzhan mundur karena nyaris dilecehkan saat bertugas, walau dia memang kuat sekali."
"Oh."
"Ya, bagaimana pun konflik seperti itu tak akan ada habisnya. Tapi dia tidak pernah kalah kok. Semua demi keamanan saja." Apo jarang menatap Yibo selama bicara. Dia fokus membalut perban di sana-sini, sementara Yibo menoleh ke figura lainnya.
"Ho, kutebak setelah itu dia masuk jadi pilot juga."
"Benar," kata Apo sambil melirik foto yang sama sekilas.
"Dia lebih cocok dengan seragam yang sekarang, kok. Topi itu pantas untuknya," puji Yibo tanpa disadarinya. Dia suka melihat senyum tipis di bibir tersebut, tapi harus segera keluar karena pengobatan selesai.
"Ha ha ha, jangan sampai sahabatku tahu kau berkata setulus itu," kata Apo saat mengantarkan Yibo pulang lewat pintu belakang. Semua karena tamu-tamu penting sudah masuk rumah, dan Yibo sebaiknya tidak muncul di depan mereka.
"Ho, kenapa?" tanya Yibo penasaran.
"Ya kan kau fresh-scholar yang sangat tampan," kata Apo dengan cengiran jujur. "Tipe-tipe sepertimu itu merupakan kriterianya."
DEG
"Apa?" kaget Yibo dengan raut sulit percaya.
Apo malah tertawa keras, tapi Yibo yang baru terkejut harus membatu untuk kedua kali. Tepat saat kedua matanya beradu, dengan sesosok manis yang baru memarkirkan mobilnya di halaman belakang. "Apoooo! Mobilmu kupindah ke siniii, yaaa!" katanya dengan suara nyaring. "Teman-temanku dari jurusan sebelah ikutan dataaang!" Dia melambaikan tangan untuk menarik perhatian Apo, tapi malah Yibo yang terpaku terus menatap ke sana.
"Hooo, iya!" sahut Apo dengan senyuman tipis. "Taruh di mana saja, Zhan! Terserah!" katanya sambil melambai balik. Dia pun membimbing Yibo untuk melewati gerbang kecil, tapi butuh waktu lebih hingga lelaki muda itu menyahut. "Yibo, jadi pulang atau tidak?"