webnovel

sahabat adalah cinta

Oleh: Dahlia_lhiya

"oii mikir jodoh bro" begitulah tama menyapa sahabat yang dilihatnya bengong tampak jelas

saat berdiri di pintu masuk cafe.

"ahh ngapain masih muda juga kan ya? Lagian belum tertarik sama siapa2"

Terdengar suara cengengesan dari samping dengan sedikit nada godaan "beneran belum tertarik siapa-siapa? Hati-hati nanti diembat orang loh". Seraya mengambil posisi duduk disamping Tama berhadapkan dengan Tio.

"Sendirian nih? Reyna mana biasanya dia datang paling cepet atau bareng kamu"

"Dia lagi ada urusan dulu diwarung mang uwo katanya disusruh Uminya belanja kebutuhan dapur dulu ntar lagi juga paling nyampai kok".

"Menunya silahkan"

Ehh itumah suara pelayan cafe

"Iya mbak taro saja dulu nanti kami panggil kalau kami mau pesan kami masih nunggu teman lagi" timpal Elin sambil tersenyum sambil memandang pelayan bergegas kembali.

Perhatian mereka dialihkan dengan sosok perempuan yang datang dari arah pintu masuk di samping kanan mereka duduk suara langkah kaki teratur berbalut busana syar'i hanya dua pasang bola mata yang nampak dengan jelas . kedatangan sosok itu rupanya membuat hati Tama berdesir dan gugup namun harus di alihkannya agar tidak ada yang mengetahuinya apalagi teman-teman yang sudah di akrabinya semenjak duduk dibangku sma itu.

"minggu ini ada kajian gak?" aku ada ngisi kajian minggu ini nih di mesjid An-NUR " kata Tio.

"Wah sekarang banyak panggilan dakwah nih pak ustadz" jawab Elin sambil cengengesan.

"Insyaa allah aku datang tapi aku gak janji yah soalnya aku juga kadang ada kegiatan walau hari minggu" sahut Reyna

"Iya gak pp aku ngerti kog tapi usahakan dateng aja, kamu gimana tam, ikut nggak nih?"

"insyaa allah aku ikut kebetulan tidak ada kegiatan juga"sambung Tama

"ehh pesen yuk" pinta Elin

Setelah 15 menit datanglah seorang pelayan membawakan pesanan mereka

******

Reyna terbangun dari tidurnya tepat 04.30 pagi disekanya kedua mata belo yang brsinar itu dilihatnya jam dinding pertanda sebentar lagi menunjukkan pertanda mau masuk adzan subuh kemudian segera bersiapnya untuk shalat toh dia juga harus pergi ke kajian yang di isi oleh sahabat sma nya itu.

Di rumah sebelah ada Elin yang juga sudah terbangun sejak subuh sedang berdiri di depan kaca besar sambil memandangi wajahnya sesekali tersenyum, nampaknya hatinya sedang ada yang menggelitik.

Tepat jam 8 pagi waktunya mereka berangkat menuju lokasi kajian yang sudah di katakan Tio minggu lalu di cafe.

"Reyna…." Terdengar suara teriakan dari luar rumah reyna

Reyna pun keluar membukakan pintu " Eh Elin mau masuk dulu atau langsung berangkat nih"

"Kita bareng aja yah reyn" pinta Elin dan reyna pun mengiyakan

Canda tawa mengiringi perjalanan mereka di sepanjang jalan tak sedikit cadar yang dikenakan reyna agak tersingkap akibat ulah Elin yang jail kadang meliuk-liukkan motor sambil tertawa mungkin Cuma mau mengisi kesunyian dikarenakan reyna bukan tipe orang yang banyak bicara beda dengan sepupunya Elin yang wataknya ceria dan banyak bicara

"wow ramai juga nih berarti pak ustads itu juga bisa dikatakan berhasil yah apa karna ustadznya muda pasti yang datang kebanyakan akhwat nih HI.hi" kata Elin sambil cengengesan.

"Gak boleh gitu ah bagus dong kalau ramai itu artinya masih banyak orang yang butuh siraman rohani justru kita itu khawatir kalau tempat-tempat seperti ini sepi" kata Reyna

"Iya deh bu ustadzah yuk masuk sepertinya sudah mau dimulai " sambung Elin

Di dalam juga sudah ada Tio yang sedari pagi sudah datang bersama dengan sahabatnya Tama, tama sedang mengisi materi dengan tema "Jomblo Sampai Halal" pantas saja dong yah kebanyakan yang datang anak remaja.

******

Taman kecil kali ini menjadi objek pertemuan mereka kali ini nampaknya suasana sore itu sedang bersahabat untuk dijadikan ke empat orang sahabat itu mengobrol dengan santai tak terlalu ramai,suara bisingpun tidak sesemrawut seperti biasanya suasana yang sejuk dan langit tertutupkan awan putih tampaknya agak mendung. Semuanya nampak santai kecuali Reyna nampak ada yang mengganggu batinnya dari gerak-geriknya sudah nampak gadis itu tidaklah terlalu nyaman sesekali mencuri pandang kearah Tio namun tak ada yang sadar akan hal itu. Didepannya Rama dan Tio tertawa cengengesan sambil membahas game online mereka memang suka rebut ketika sedaang membahas game karena Tama selalu mengejek Tio yang tidak ada aplikasi game satupun di handphonenya. Sementara disamping Reyna ada Elin yang sedari tadi sibuk goyang dua jari mengotak atik tombol handphonenya juga sesekali mencuri pandang ke arah Tio yang wajahnya sedari tadi mengerut akibat ulah Tama.

"reyn sudah sore nih mendung lagi pulang aja yuk" pinta Elin karena takut ulahnya diketahui oleh ke tiga sahabatnya itu

"Kalian sudah mau pulang kita barengan aja keluarnya yakan Yo? Lapar nih pulang yuk'' kata Tama sambil menepuk pundak Tama.

Mereka berdiri kemudian bergegas pergi.

Di sebuah ranjang dimana Tio berbaring tiba-tiba teringat dengan benda yang diberikan oleh Reyna diselipkan kedalam tas hitam yang dikenakannya ditaman tadi segera diambilnya benda putih itu kemudian dibuka dan dibacanya Tio sebenarnya merasa aneh dengan tingkah sahabatnya itu tapi "Ahh buka saja" ujarnya dalam hati. Dilihatnya sebuah tulisan dengan kalimat "Assalamualaikum warohmatullah wabarokatuh, sahabatku maaf jika membuatmu tidak tenang dengan apa yang kutulis ini namun aku tidak tahu apa yang harus aku lakukan sebab aku tidak ingin terus berdosa karena seringkali menghayalkanmu bahkan tak hanya sekali dua kali aku memandangimu tanpa engkau sadar aku mengagumimu karena akhlak dan adabmu, aku tidak ingin kemudian ada fitnah lalu kemudian mendzolimi diriku karena setiap saat yang terlintas difikiranku adalah sosokmu. Aku tahu ini tak pantas di ucapkan oleh seorang wanita tapi aku tidak tahu harus bagaimana lagi, aku ingin mencoba. Aku ingin kamulah yang kelak menjadi imam untukku dan untuk keluarga kecilku dan aku berharap ada jawaban darimu setelah engkau mengetahuinya aku percaya dan aku tahu kamu pasti tau apa yang harus kamu lakukan selanjutnya. Tapi untuk apapun keputusannya aku akan terima dengan ikhlas dan aku tidak ingin karena surat ini nantinya bisa mempengaruhi persahabatan kita tetaplah menjaga silturahmi selepas engkau mengetahui semuanya. Wassalam"

Wajah yang tadinya tegak kini jadi mengerut timbul titik-titik kecemasan ada gejolak yang kemudian tumbuh dihatinya, sebelumnya di tak pernah menyangka sahabatnya ada persaan untuknya. Disisi lain dia tidak ingin mengecewakan sahabatnya sebenarnya dia kagum karena ingin menjaga diri dia rela mengungkapkannya dengan baik dan menurutnya wanita meminta untuk dinikahi dalm agamanya itu sunnah. Namun disisi lain dia juga memikirkan wanita yang juga adalah sahabatnya Elin. Dia tidak tau harus bagaimana disisi lain sebenarnya mungkin dia juga sudah menyukai sahabatnya itu, timbul kebimbangan dalam dirinya kemudian dia merebahkan tubuhnya keatas kasur.

Disamping itu disana juga ada tama yang sedari tadi tersenyum tersipu "ahh tidak mungkin aku menyukai sahabatku selama ini kita menjalaninya baik-baik saja tidak mungkin sekarang…. ahh ini apa kenapa aku memikirkannya rasanya tidak wajar kalau aku menyukainya sekarang apa yang akan kulakukan kalau misalkan itu memang benar aku menyukainya" kalimat aku menyukainya itulah yang sedang berkecamuk dipikirannya.

Sedangkan disebuah rumah sana juga ada Elin yang tampak bengong dimeja makan sesekali berdiri kemudian duduk kembali dan jarinya memainkan bibir gelas yang dipegangnya sedari tadi "sial masa iya aku suka sama tama kan dia bukan tipeku, tipeku kan orangnya seperti Tio tapi kenapa diam-diam aku memikirkan tama dengan perasaan aneh begini ahh rasanya tidak mungkin

Sedangkan di sebuah kamar sana juga sudah ada Reyna yang asyik berbincang diatas sajadahnya menengadahkan tangannya air matanya bercucuran membasahi kain penutup kepala yang dikenakannya "ya robb sampaikanlah niat hamba berilah yang terbaik untuk kami jika memang dia bukan jodohku setidaknya persahabatan kami bisa berjalan baik-baik saja seperti biasanya hamba ikhlas atas garis hidup yang akan engkau torehkan untukku kedepannya Ya Allah.

Entah apa yang sudah terjadi kepada empat sahabat pada malam itu disisi lain mereka tidak ingin mengecewakan satu sama lain disisi lain mereka juga punya persaan yang menurut mereka juga harus diperjuangkan.

******

Sore itu mereka kembali membuat janji untuk bertemu di sebuah coffie cafe tempat biasa mereka berkumpul disana sudah ada Elin,Tio,dan Tama namun sosok Reyna tak juga kelihatan juga tidak ada kabar Tio berfikir mungkin karena surat itu dia tidak datang mungkin dia tidak nyaman setelah semua yang terjadi.

"Reyna kemana lin? Tanya tama

"Gak tau tadi juga dirumah gak keliatan batang idungnya kemana yah?, tumben" sambil ngeliat pesan yang dikirimknnya untuk reyna tapi tak kunjung ada balasan.

Tio semakin cemas dan bertanya-tanya dalam hati "apa karena dirinya sahabatnya menjauh tapi dia bilang dia sudah ikhlas dan menerima keputusanku apapun itu"

"emm Lin,Tama aku pulang duluan yah aku baru ingat ada yang mau aku urus, duluan yah" Tio pergi dengan tergesa-gesa

Disisi lain dihati Elinpun timbul kecemasan rasanya ada yang aneh dengan sikap Tio barusan. "emm tama apa kita juga pulang saja yah rasanya aku gak enak badan"

Entah kenapa rasanya tama ingin menahan elin rasanya diaa ingin cerita banyak dengannya tentang perasaannya terhadap Reyna sepupu Elin tapi disisi lain dia juga harus menjaga perasaan sahabatnya ada rasa takut dalam dirinya mungkinkah dia akan menimbulkan jarak setelah mengatakan apa yang ada dihatinya beberapa hari terakhir atau mungkin membuat suasana jadi tidak nyaman lalu bagaimana dengan komitmen yang mereka bangun empat tahun lalu komitmen dimana mereka akan tetap menjadi seorang sahabat dan tetap bersama sampai setelah mereka menikah dan keluar dari kota itu. Diapun mengurungkan niat untuk mengatakannya

"tam mikir apasih ayo pulang" pinta elin sekali lagi

"duluan aja lin aku nanti aku nyusul"

"beneran mau sendirian disini? kalau begitu aku pulang duluan yah. Dah"

Sesampai dirumah disebuah kamar elin lagi-lagi resah dimain-mainkannya jari-jarinya seakan akan itu dapat membatunya untuk lebih tenang kemudian mengambil handphone miliknya ingin rasanya dia mengirimkan pesan kepada Tio tapi disisi lain dia juga gelisah dia tidak tahu ada apa dengan dirinya dilain waktu kadang memikirkan tama tapi sikap Tio tadi malah menarik perhatian Elin belum juga Reyna yang belum ada kabar sampai sekarang.

Disisi lain di mesjid An-Nur Tio nampaknya sedang asyik berbincang dengan seorang ustadz namanya ustadz fakhrurrasi dikatakannya apa yang sedang mengganggu pikirannya selama beberapa hari terakhir.

" begini pak ustadz beberapa hari yang lalu setelah mengisi kajian dimesjid ini ada seorang akhwat dan akhwat itu adalah sahabat saya semenjak dari sma sampai sekarang kami memang selalu bersama dan berkumpul entah itu di café mesjid dan ditaman tapi yang menjadi beban buat saya setelah membaca surat yang dia berikan dia ingin saya menikahinya karena dia takut kan akan ada fitnah antara kami, saya butuh saran ustadz'.

"perasaan nak Tio sendiri bagaimana" kata pak ustadz

"sejujurnya saya juga sedang mengagumi seseorang pak ustadz dan dia adalah sepupu akhwat yang saya ceritakan tadi aku takut kalau aku memilih perasaanku nanti menyakiti hati akhwat tadi terlebih mereka sepupu pak ustadz"

"begini nak Tio berbicara mengenai pilihan sebenarnya memang kamu dihadapkan sama situasi yang sulit namun akan selalu ada pilihan mintalah petunjuk kepada Allah saran saya Cuma satu ikuti kata hatimu jangan sampai kamu menikah karena rasa kasihan, kasihan juga kan nantinya kalau dia tahu ternyata kamu tidak meyukainya tapi ternyata kamu emnyukai orang yang ternyata adalah sepupunya sendiri, ingat dalam urusan jodoh kita harus melibatkan Allah dan kitalah yang berhak memilih dan menentukan setelah berikhtiar"

Kata-kata pak ustaz kali ini mampu menghilangkan sedikit beban yang rasanya sudah sekian lama memberontak dihatinya sinar-sinar kelegaan nampak dimata dan wajahnya yang sudah mulai terpancar menghembuskan nafas kelegaan.

"pak ustadz terima kasih pencerahannya sekarang rasanya saya sudah tahu apa yang harus saya lakukan" rasanya dia ingin menjatuhkan air mata dan sujud syukur atas jalan yang baru saja dia temukan hatinya bagaikan menemukan kedamaian lagi dia bisa bernafas dengan leganya. Diapun pulang sesampai dirumah dibunyikannya sebuah murottal di aplikasi handphonenya. Kemudian mulai mengetik "assalamu alaikum Reyn maaf kalau baru sekarang aku mengabari kamu, kamu mau ketemu dimana bilang saja nanti aku nyamperin ada banyak hal yang ingin aku sampaikan" begitulah kalimat yang dikirimkannya. Sudah dua puluh menit berlalu namun balasan Reyna pun tak juga masuk di handponenya dia kemudian mengirim pesan kepada Elin

"Assalamu Alaikum maaf menganggu Reyna dimana lin?"

"gak tau ada apa nyari reyna tumben" balasnya

"ada hal yang urgent yang mau aku omongin sama dia lin"

"hal urgent apa?"

"maaaf lin aku belum bisa cerita, kalau ketemu sama dia bilang yah cek pesan aku"

"oh gitu baiklah" balasnya singkat tampak kekecewaan diraut wajahnya

Rasanya kali ini Elin merasa aneh dadanya sesak mungkin dia baru menyadari yang dia sukai ternyata bukan tama tapi Tio dia bingung sejak kapan perasaannya terhadap tama digantikan oleh Tio walaupun tipenya laki-laki seperti Tio. Tapi selama ini dia sering menatap tama diam-diam itu artinya apa?, rasanya dia tidak sanggup menyukai seseorang yang ternyata orang itu menyukai sepupunya sendiri namun disisi lain dia teringat akan komitmen mereka empat tahun lalu bahwa diantara mereka yang ada hanyalah sebatas sahabat dan kalaupun lebih mereka harus jujur dan mengatakannya didepan semuanya.

******

Hari ini hari minggu seharian Reyna hanya berbaring dikamar rasanya dia belum siap untuk menemui sahabat-sahabatnya bahkan sepupunya sendiri

"Reyna" terdengar teriakan dari luar rumah reyna dia sebenarnya tau itu adalah elin dengan langkah pelan dia pun membuka pintu

"masuk lin"

"kemana aja kemarin Ren susah banget ditemuin pesan yang aku kirim juga gak dibalas-balas"

"ke rumah ustdzah Nuli"

"ada urusan apa kesana kenapa gak ngajak"

"ada yang aku konsultasikan sama ustadzah karena beberapa hari ini sepertinya aku ngak tau harus ngapain ada yang membuatku resah"

"oh iya kemarin Tio message aku dia nanyain kamu diamana katanya message dari dia gk kamun balas kenapa?"

"aku takut Lin sebenarnya aku malu ngungkapinnya aku mengungkapkan perasaan aku ke Tio melalui tulisan yang akun kasih ditaman aku takut akan ada fitnah nantinya"

Rasanya hati Elin baru saja disambar gledek matanya berkaca-kaca, panas sambil menggigit bibirnya agar air matanya tidak tumpah diruangan itu dia tidak percaya akan sesakit itu mendengarnya

"sejak kapan Reyn?, (ucapnya dengan nada lemah) Reyn aku pulang dulu yah sebentar lagi kayaknya hujan kita bicara lain kali saja"

Reyna hanya mengangguk tanpa curiga dengan sikap elin sedikitpun

Elinpun berlari menuju rumahnya dibantingnya pintu kamar sambil melemparkan diri keatas kasur empat belas menit dia menangis "ahh tidak Tio memang pantas bersama Reyna, Reyna dalam segi akhlak dan penampilan lebih baik daripada aku sedangkan Tio akhlaknya memang luar biasa dia pandai dalam agama dan juga seorang pendakwa mereka memang pantas jika bersama" begitulah cara elin menguatkan hatinya. Dia pun mengambil handphone yang terletak disebelahnya lalu mengetik kalimat"Tio tadi aku kerumah Reyna 30 hari lagi kita ketemu ditaman tempat biasa jangan lupa ajak tama juga"

******

Hari ini tepat 30 hari setelah Elin mengajak mereka berkumpul dan selama itu juga mereka tidak pernah bertemu dan berkabar walau hanya sekedar mengirim pesan singkat selama 30 hari itu mereka gunakan untuk sekedar menyibukkan diri masing-masing. Tepat pukul 4 sore disebuah mereka sudah berkumpul di taman tempat mereka janjian suasana kali ini tidak seperti biasanya tama yang dulu sering jailin Tio hari ini dia diam seribu bahasa, Elin yang biasanya ceria banyak cerita kali ini dia hanya memilih untuk sibuk memainkan jarinya seperti yang biasa dilakukannya ketika gugup dan cemas tanpa berkata apa-apa, terlebih lagi Reyna dia hanya menunduk semenjak duduk ditempatnya, begitupun juga dengan Tio yang hanya asyik membaca untuksekedar menyembunyikan rasa gugupnya.

"Ehemm aku mau sekarang kita terbuka seperti dulu dan kembali kepada komitmen yang sudah kita bangun sejak awal kalian masih ingat yakan?

Perkataan Elin membuyarkan keheningan itu tersontak Tama duduk dengan tegap "maksudnya apa?" . Dia heran dan bertanya-tanya "apa mereka tahu persaan yang di sembunyikannya selama ini.?"

"Jadi siapa duluan yang mau cerita ayolah jangan seperti ini kita kan dari awal sudah ada komitmen untuk saling jujur dan mengatakannya didepan semuanya kalau ada masalah, yakan? Rasanya 30 hari itu sudah cukup untuk kalian berpikir tindakan apa yang akan kita ambil selanjutnya" ucap Elin.

"baiklah saya saya akan menceritakan semuanya maaf sbenarnya…sebenarnya…aku… menyukai Tio".

"apa kamu menyukai Tio Reyn? Sejak kapan? Ucap tama

Elin dan Tio hanya diam mendengarkan tampak pasrah dimuka mereka terlihat kesedihan dan kekecewaan entah mereka harus berkata apa setelah mendengar langsung dari mulut Reyna, yang pasti mata Elin berkaca-kaca .

Aku menghargai kamu Reyn atas niat baik kamu aku kagum tapi… ada hal yang perlu kamu ketahui saat ini saya sudah punya perempuan yang dipilihkan oleh orang tuaku untuk keluarga kecilku kelak, aku harap semua yang disini bisa mengerti dan memahami situasiku karna yang memilih adalah keluargaku dan aku tidak bisa menolak. Aku yakin kok reyn ada orang yang dipilihkan Tuhan diluar sana yang lebih baik dari pada saya percayalah".

Bayang-bayang belati yang telah lama di depan mata Elin kini menikam dalam jantungnya. Dia merasa pedih sakit sakit sekali rasanya dia ingin menjerit ingin berteriak ingin segera berlari setelah mendengar Tio akan menikah dengan pilihan keluarganya disampingnya juga ada Reyna yang hanya diam berbalut wajah pasrah matanya terasa panas tetapi ditahannya air yang hamper mengalir bergulir disana. Kedua gadis itu nampak sangat kecewa sambil menggigit bibir menahan air mata yang sudah hampir jatuh.

"gpp kok yo aku lega sekarang karena sudah tau jawaban itu mungkin kita memang tidak ditakdirkan bersama" kata elin setelah menghelai nafas panjang dan tersenyum tipis".

Suasana lantas hening kembali mereka ada tapi serasa jiwa saja yang ada pikiran mereka entah lari kemana membawa sejuta pilu dan kekecewaan dihati dan jiwa mereka.

Tama Meletakkan tangannya kemeja tempat ia duduk sambil menghelai nafas dalam-dalam .

"oke aku juga ada hal yang mau aku katakana untuk semua yang ada disini trutama untuk Reyna terlepas bagaimana tanggapannya nanti aku tidak peduli yang pasti apapun yang terjadi persahabatan kita aku mau kita menjalaninya seperti biasa seperti dulu saat kita belum tau apa itu kata 'SUKA' karena rasa saying seharusnya mendekatkan bukan menjauhkan yakan pak ustadz". Sok tegar begitulah ekspresi yang ditunjukan tama dengan sedikit nada candaan yang ditujukannya kepada Tio.

"Reyn maaf yah untuk perasaan yang ku pendam ini"

Reyna mengangkat pandangannya yang sedari tai hanya menunduk menatap kearah Tama

"maksudnya"?

"iya aku tidak tau kapan ,tapi itulah kenyataannya aku juga tidak ingin karena kamu sahabatku tapi rasanya hati itu tidak memandang sahabat atau bukan yakan? Rasanya… dia tidak memberiku ruang untuk menyukai dan memikirkan selain kamu. Terlepas nanti bagaimana keinginan kamu aku akan terima apapun itu setidaknya beban yang selama ini bermain dalam pikiranku berkurang.

Entah bagaimana Tama bisa menjelaskannya dengan baik terlepas selama ini untuk hal perasaan dia lebih sensitif dan masa bodoh tapi kala itu wajahnya terpancar senyuman yang lebar sepertinya dia sangat lega melepaskan semua uneg-uneg yang sudah membuncah dihatinya. Sedangkan ketiga sahabatnya Cuma diam setelah mendengar pernyataan yang bagaikan angin lalu itu. Mereka masih bertanya-tanya dalam hati kenapa mereka bisa terjebak dalam skandal cinta serumit itu.

Mereka pun sepakat untuk menjalani hubungan seperti biasa saja tak peduli sesulit apapun nantinya mereka ingin persahabatan mereka tetap utuh dan baik-baik saja bagi mereka sahabat adalah cinta. Malam mulai larut dan mereka masih asyik berdiam ditaman memandangi bintang yang menghias langit dimalam itu mereka terhanyut dalam suasana malam hanya kesejukan yang mencair seperti salju yang meleleh menuruni lereng gunung bersatu dalam dekapan kebahagiaan.