webnovel

PROMISE (a way to find a love)

"Aku tidak akan meninggalkan mu." Aku janji pada adikku, tapi aku tidak menepatinya. Ketika seorang William Alexander, pria sempurna yang memiliki sebuah rahasia besar dimasa lalu, seorang anak adopsi yang meninggalkan adiknya untuk menggantikan posisi seorang pewaris kerajaan bisnis yang memiliki kebutuhan khusus. William harus menepati janjinya untuk setia dan menuruti apapun permintaan dari ayah angkatnya Jackson Alexander, pengusaha kaya yang ambisius dan berhati dingin agar Jackson mempertemukannya dengan adiknya kembali. Suatu ketika Jackson memintanya kembali ke negara asalnya, untuk menjadi seorang gubernur agar memudahkannya melakukan pembangunan real estate, untuk itu ia harus menikahi seorang wanita, Rose gadis berumur dua puluh tiga tahun, seorang superstar yang di cintai seluruh masyarakat yang ternyata adalah kekasih dari adik kandungnya sendiri yaitu Rayhan Adamson yang telah tumbuh menjadi seorang produser musik yang terkenal tanpa William ketahui, ia hanya ingin segera bertemu dengan adiknya seperti apa yang dijanjikan oleh Jackson jika ia berhasil menjadi seorang gubernur dan mendapatkan ijin pembangunan maka Jackson akan mempertemukannya dengan Rayhan adiknya. Akankah William akan dapat kembali bertemu dengan Rayhan, menebus dosanya yang telah meninggalkan Rayhan saat ia masih berusia tujuh tahun dan mendapatkan cintanya yang perlahan tumbuh tanpa disadarinya kepada Rose? *** hi, terimakasih karena sudah membaca novel buatan ku Aku akan sangat menghargai setiap review serta komen yang kalian berikan. Kalian bisa menghubungi ku di : lmarlina8889@gmail.com

mrlyn · Teenager
Zu wenig Bewertungen
450 Chs

Rose dan kehidupan sempurnanya

"Jangan protes atau aku akan menciummu!"

Seketika Rose terdiam, ia membiarkan William menggendongnya dengan tenang.

Melangkah keluar dari dalam kamar mereka lalu perlahan menuruni anak tangga.

"Mengapa kamu sangat suka menggendongku? Apa aku sama sekali tidak terasa berat?" Tanya Rose yang tidak dapat melepaskan pandangannya dari wajah tenang William.

"Aku hanya suka berdekatan denganmu." Jawab William, jawaban singkat tapi mampu membuat Rose gugup dan merasakan detak jantungnya berdebar.

"Bagaimana kamu bisa berat jika hanya makan sehari sekali? Mengapa kamu menjalani hidup seperti seseorang yang kekurangan uang dan akhirnya kelaparan?" Tanya William, pertanyaan yang mampu membuat wajah Rose menggelap.

"Karena aku tidak boleh memiliki celah untuk orang lain membicarakan kekuranganku. Terlahir menjadi seorang wanita sudah menjadi sebuah kesalahan besar bagi kedua orangtuaku, aku tidak bisa menambahkan kesalahan lain salah satunya dengan membiarkan berat badanku tidak ideal." Jawab Rose. William sangat tahu bagaimana rasanya hidup seperti itu, tidak memiliki kehidupanmu sendiri sama dengan hidup di ujung jurang, jika salah melangkah dan tidak berhati-hati maka kapanpun bisa terjatuh.

"Kamu sudah menjadi istriku, aku bertanggung jawab atas dirimu sekarang." Ucap William tepat ketika mereka berada di anak tangga terakhir.

"Aku tahu..." Rose menyahut pelan, ia memang terlepas dari kendali kedua orangtuanya sekarang tapi ia terjebak dengan pria yang tidak dicintainya. Bukankah itu sama saja?

"Karena itu... Kecuali berkhianat, kamu bebas melakukan apapun yang membahagiakanmu."

Rose mengangkat wajahnya, mencari kebenaran dari apa yang baru saja William katakan.

Apakah ia tidak salah dengar? Rose tidak dapat mengalihkan pandangannya bahkan ketika William mendudukkannya di atas kursi meja makan.

"Makanlah sesuka hatimu, kenakan pakaian yang membuatmu nyaman, hiduplah seperti seorang wanita normal sesuai keinginamu.. Jangan menjadi sempurna karena orang lain. Jadilah apapun asal kamu bahagia."

Seperti ladang tandus yang tiba-tiba tersiram air hujan, apa yang William katakan padanya seolah membawa kehidupan kepada hidupnya yang selama ini terasa mati.

William tersenyum sambil mengusap lembut wajah Rose sebelum duduk tepat dihadapan Rose.

"Kamu tidak menyukai pasta?" Tanya William karena Rose masih belum menyentuh pasta yang ada di hadapannya.

"Aku suka." Jawab Rose yang langsung menyantap pastanya dengan sangat lahap.

Ini adalah kedua kalinya ia dapat makan tanpa memikirkan apapun, pertama ketika ia dan William pergi makan sushi bersama lalu saat ini.

Pasta yang William buat sangat lezat dan bahkan terasa dua kali lebih lezat sehingga ia nyaris meneteskan air matanya.

"Makanlah pelan-pelan, aku akan membuatkanmu lagi jika kurang." Ucap William tersenyum hangat.

"Kamu pandai memasak." Puji Rose.

"Aku pandai dalam segala hal kecuali bercinta karena aku tidak pernah melakukannya."

"Aku juga tidak pernah melakukannya."

Tanpa William dan Rose sadari mereka membuka kartu ace mereka masing-masing yang akhirnya membuat mereka tersedak secara bersamaan.

"Minumlah..." Ucap Rose dan William berbarengan sambil menyodorkan gelas mereka masing-masing.

Rose dan William kemudian akhirnya meminum air dari gelas mereka masing-masing karena merasa malu.

"Aku bergurau soal tadi." Ucap William berdalih. Tentu saja ia tidak ingin kehilangan muka di depan Rose.

"Aku juga." Sahut Rose dengan tawa kikuknya.

****

William dan Rose sudah selesai makan, sekarang William mengajak Rose untuk keluar melihat laut karena langit sudah tidak lagi mendung, sinar bulan purnama memperindah pemandangan malam ini terlebih jutaan bintang yang tersebar di langit berkelip menghiasi langit yang sedikit berawan.

"Perhatikan langkahmu, kakimu masih belum pulih." Ucap William karena Rose terlihat sangat bersemangat hingga berlarian di bibir pantai.

"Aku rasa kaki ku sudah sembuh sekarang." Sahut Rose bersemangat, ia berhenti sejenak untuk merasakan deburan ombak menggulung di atas punggung kakinya.

"Dingin sekali..." Seru Rose gembira.

"Kamu sangat menyukai laut?" Tanya William setelah berada tepat disebelah Rose.

"Aku suka sekali." Jawab Rose penuh senyuman, seharian tadi ia berada di dalam kamarnya dan hanya menangis tanpa memperhatikan betapa indahnya pemandangan pulau ini.

"Kamu sering ke pantai kalau begitu?" Tanya William sambil mengajak Rose duduk di tepi pantai diatas pasir putih yang halus.

"Terkadang, hanya ketika anggota keluarga kami mengadakan pesta." Jawab Rose malas, terlihat jelas raut wajah Rose kembali murung.

"Kedua orangtuaku selalu sibuk, mereka mengabaikanku setiap waktunya hanya ketika aku membuat kesalahan barulah mereka mau menatapku, tatapan marah dan nada suara yang melengking, aku sangat sering mendapatkannya ketika aku masih kecil." Cerita Rose.

"Awalnya aku sengaja selalu berbuat kesalahan, aku sangat haus akan kasih sayang mereka sehingga dimarahipun aku tidak masalah sampai suatu hari aku kembali membuat kesalahan tapi saat itu aku hanya membela temanku yang di bully dan membuatku ikut terseret masalah hukum dan untuk pertama kalinya ibuku berkata jika seharusnya dia tidak pernah melahirkan anak pembawa masalah seperti ku."

"Aku rasa, itu adalah isi hati mereka yang selama ini mereka rasakan kepadaku. Harusnya aku tidak pernah lahir, mengapa aku terlahir sebagai seorang wanita? Apa salahnya jika aku adalah seorang wanita bahkan ibuku juga seorang wanita. Setiap kali mengingat perkataan ibuku aku ingin sekali mengakhiri hidupku." Rose mulai menjadi emosional, ia tidak kuasa menahan air matanya ketika bercerita.

"Apa salahku? Setiap kali tiba saatnya berkumpul dengan keluarga besar, semua orang mengolok ku, mereka mencibirku karena aku tidak pandai dalam bidang akademis, aku bodoh dan pembuat onar. Aku tidak pantas dicintai, aku tidak pantas menjadi anggota keluarga mereka yang terhormat."

"Aku berada diantara hidup dan mati, hidupku hancur tanpa aku ketahui apa sebabnya kehancuran itu. Setiap malam bermimpi buruk dan merasa kecil sampai aku menemukan impianku. Untuk pertama kalinya aku merasa pantas untuk hidup." Sambung Rose, ia mengadahkan kepalanya menatap langit agar air matanya berhenti menetes.

"Setiap berada di atas panggung, melihat semua orang bahagia karena kehadiranku, aku hanya ingin terus hidup seperti itu tapi kemudian keluargaku mengatakan jika aku sama saja dengan wanita penghibur lainnya yang menjual tubuhku demi kesuksesan dan pada akhirnya aku hanya akan menjadi seorang simpanan. Mereka mematahkan sayap ku..."

Tubuh Rose bergetar hebat, seluruh emosi yang terpendam dalam hatinya selama ini akhirnya ia ungkapkan. Air matanya tidak berhenti menetes, ia tenggelam dalam kesedihannya di dalam dekapan William yang memeluknya hangat.

"Apakah aku seburuk itu? Aku bekerja siang dan malam, aku mengejar impianku sampai rasanya peluh ku berubah menjadi darah tapi apapun yang aku kerjakan semuanya adalah kesalahan. Mengapa begitu? Mengapa aku begitu tidak berharga?" Tangis Rose pecah, ia meluapkan keluh kesah hatinya dan William seperti obat penenang yang mampu menenangkannya hanya dengan membelai rambutnya.

"Kamu berharga, kamu sangat berarti bagiku. Aku akan berdiri dihadapanmu dan menjagamu, aku tidak akan membiarkan siapapun mematahkan kebahagiaan mu itu adalah janjiku." Ucap William dengan tegas, untuk pertama kalinya ia mengucapkan janji tanpa sedikitpun keraguan.

Betapa Rose sangat terguncang selama ini, William mengira jika kedua orangtua Rose hanya mengatakan hal buruk mengenai Rose dibelakang Rose tapi ternyata mereka sama saja dengan Jackson.

****