"Memangnya aku boleh menemanimu mandi?" Goda William.
Wajah Rose seketika memerah, William dapat melihatnya dengan jelas, gadis ini ternyata sangat lugu atau mungkin dia terlalu naif, apakah ia bersikap seperti ini juga kepada kekasihnya?
"Memangnya mengapa jika aku sudah pernah tidur dengan kekasihku?" Kalimat yang pernah Rose katakan tiba-tiba terngiang dalam benak William dan membuatnya merasa tidak nyaman.
"Dimana pakaian tidurmu?" Tanya William mengalihkan pikirannya yang membuatnya merasa kesal tiba-tiba.
"Untuk apa?" Tanya Rose bingung.
"Kamu ingin keluar dari dalam kamar mandi dengan hanya menggunakan jubah mandi? Aku tidak yakin akan dapat menahan diriku jika seperti itu sayang." Jawab William sambil bergerak mencondongkan tubuhnya dan membuat Rose harus menarik tubuhnya kebelakang agar wajah mereka memiliki jarak aman, Rose masih ingat terakhir kali wajah mereka berdekatan dan William selalu mencium secara tiba-tiba. Rose tidak ingin 'kecolongan' lagi kali ini.
Tapi yang dikatakan William ada benarnya, Rose kemudian menunjukkan dimana letak pakaian tidurnya, untung saja ia masih memiliki beberapa piyama panjang miliknya saat masih remaja dulu, ia tidak ingin terlihat menggoda dengan gaun-gaun tidur miliknya yang snagat pendek dan juga tipis.
"Kamu tidak memakai pakaian dalam?" Tanya William tanpa malu karena Rose hanya menunjukkan letak piyamanya yang berwarna kuning cerah itu dengan corak beruang kecil berwarna coklat.
"Aku akan mengambilnya sendiri." Ucap Rose, ia beranjak turun dari kamar tidurnya tapi akibat ia melompat ketika bangun tidur tadi, pergelangan kakinya menjadi lebih sakit dari sebelumnya sehingga membuatnya kembali terjatuh duduk.
William mendesah berat, ia kemudian melangkah mendekati Rose.
"Sakit sekali ya?" Tanya William sambil menyentuh pergelangan kaki Rose yang membengkak.
Rose mengangguk pelan, karena pergelangan kakinya memang terasa sangat sakit.
"Bagiamana kamu bisa mandi jika kakimu sakit, basuh saja wajahmu lalu ganti pakaianmu, aku akan mengobati lagi kakimu segera setelah itu."
"Tapi..."
"Jadi kamu ingin aku menemanimu mandi?" potong William, Rose menggeleng pelan, ia akhirnya menuruti perkataan William.
William akhirnya menggendong tubuh Rose lagi dan membawanya memasuki kamar mandi.
"Bagaimana aku bisa membasuh wajahku jika seperti ini?" Tanya Rose ketika melihat posisinya dari balik pantulan cermin dengan William yang masih menggendongnya.
William kemudian mendudukkan Rose diatas wastafel, ia lalu meraih handuk bersih yang terletak di dalam kabinet kecil diatas cermin lalu membasahinya dengan air.
"Basuhlah." Ucap William menyerahkan handuk yang telah ia basahi pada Rose.
Rose kemudian meraihnya dan menyeka seluruh permukaan wajahnya hingga leher jenjangnya.
"Sudah? Sekarang sikat gigimu." Tanya William seraya meraih handuknya kembali dan menyerahkan sikat gigi Rose.
"Aku harus memakai pembersih wajah lebih dulu."
William menoleh kearah deretan produk yang berjejer rapih di depan cermin, kira ada banyak sekali hingga William malas menghitung berapa jumlahnya.
"Yang mana pembersih wajahnya?" Tanya William bingung.
Rose kemudian menunjukan urutannya mulai dari cleanser hingga toner dan sederet rentetan produk lain yang William tidak mengerti mengapa wanita membutuhkan begitu banyak produk kecantikan sementara ia sendiri hanya memakai satu sabun wajah dan wajahnya terlihat baik-baik saja selama ini.
"Bersihkan saja wajahmu dengan sabun, kamu sudah cantik alami, produk-produk ini membuatku lelah hanya dengan melihatnya." Celoteh William setelah memberikan satu produk yang entah apa itu dari rangkaian produk yang sudah banyak Rose kenakan tadi.
"Kecantikan alami ku akan lebih terawat jika aku mengenakan semua produk ini." Sahut Rose dengan bangga.
"Aku adalah brand ambassador produk kecantikan ini sudah hampir lima tahun ini tahu." Lanjutnya dengan bangga menceritakan karena hanya wanita yang sangat cantik yang pantas menyandang gelar brand ambassador dari produk kecantikan nomor satu di dunia menjadi perwakilan dan wajah dari negaranya.
"Aku tidak perduli, cepatlah aku bisa tertidur di kamar mandi ini karena terlalu lama menunggumu." Gerutu William.
"Siapa suruh menungguku." Cicit Rose.
"Ya sudah, aku pergi tidur sekarang." Ucap William seraya melangkah pergi.
"Eh... Lalu bagaimana aku turun?"
"Masa bodo!"
.....
Kira-kira satu jam sampai akhirnya Rose selesai dengan 'ritual' pembersih wajahnya dan kini ia sudah mengganti pakaiannya sementara William sudah pergi beberpa saat sejak ia selesai membersihkan wajahnya.
Tidak seperti janjinya, William belum juga muncul kembali, sepertinya ia terlalu lelah jadi ia tidak kembali untuk mengoleskan obat pada pergelangan kaki Rose yang bengkak.
"Untuk apa aku merasa kecewa, tenanglah Rose, ini semua hanya efek karena kakimu merasa sakit." Ucapannya pada dirinya sendiri .
Rose baru akan tidur ketika ia mendengar pintu kamarnya terbuka.
"Kamu tidur dengan lampu menyala?" Tanya William sambil melangkah mendekat lalu duduk tepat di sisi tempat tidur Rose dimana Rose terbaring dan segera duduk kini.
"Aku baru akan mematikan lampunya tadi." Jawab Rose.
"Tidurlah, setelah mengobati kakimu, aku akan mematikan lampunya."
"Tapi..."
"Tenang saja, aku sudah terlalu lelah untuk bercinta jadi kamu tidak perlu khawatir." Potong William. Benar bukan? William selalu menyinggung soal bercinta entah sudah berapa banyak wanita yang ditiduri olehnya, pikir Rose.
Rose kemudian berbaring dan William mengangkat kaki kanan Rose keatas pangkuannya dan mulai mengoleskan salep yang diberikan dokter tadi pada pergelangan kaki Rose yang membengkak.
Terdengar Rose meringis menahan rasa nyeri dikakinya.
William tidak berbicara untuk menenangkan tapi Rose dapat merasakan tiupan nafas William dipergelangan kakinya.
"Kakiku memar bukan luka terbuka bodoh!" Umpat Rose dengan nada bergurau.
"Ibuku saat aku kecil selalu meniupkan udara pada lukaku walaupun itu luka memar dan rasanya selalu lebih baik, apa itu tidak berlaku padamu?" Cerita William.
"Lumayan." Komentar Rose sedikit gengsi jika ia harus mengakui jika yang dilakukan William sangat membuat kakinya merasa lebih baik.
"Sudah selesai, tidurlah sekarang dan jangan mimpikan aku karena di dalam mimpi pun aku terkadang menakutkan." Ucap William bergurau, ia kemudian membetulkan selimut Rose.
Rose tersenyum tipis mendengar gurauan William.
"Terima kasih banyak Will." Ucap Rose dengan tulus.
William hanya mengangguk dan tersenyum sebelum mematikan lampu kamar Rose dan keluar dari dalam kamar Rose.
....
William kembali tersenyum ketika ia tiba dikamarnya dan terus memikirkan bagaimana menggemaskannya tingkah Rose tadi.
Bahkan senyum tipis Rose dapat membuat rasa lelahnya hilang entah kemana.
William masih tidak dapat menurunkan senyumannya, ia terus tersenyum bahkan ketika ia baru akan membasuh wajahnya dan kembali teringat akan Rose dengan segala ritualnya saat membersihkan wajahnya tadi.
"Aku hanya membutuhkan ini dan wajahku tetap tampan seperti biasa." Ucapannya saat membersihkan wajahnya dengan sabun wajah.
William sudah selesai mandi kini, ia bersiap untuk tidur sekarang tapi ia kembali teringat dengan keadaan Rose, kakinya yang membengkak pasti akna terasa sangat menyakitkan dan mungkin akan membuatnya tidak dapat tidur jadi William memutuskan untuk kembali melihat keadaan Rose.
Letak kamarnya berada dilantai yang smaa dengan kamar Rose jadi tidak butuh waktu lama untuk William tiba di depan kamar Rose.
Dengan hati-hati William membuka pintu kamar Rose dan mengintip ke dalam.
Rose sudah terlelap, wajah terlihat damai dan juga cantik walaupun hanya lampu tidur yang menerangi wajahnya.
William merasa lega karena Rose baik-baik saja, ia kemudian kembali kekamarnya dan bersiap untuk tidur tapi kemudian ponselnya terdengar berdering.
Ini sudah hampir jam dua malam, siapa yang meneleponnya saat ini membuat rasa senang William sirna berganti dengan rasa kesal.
William baru akan mematikan ponselnya ketika akhirnya menyadari siapa yang meneleponnya.
Nama "Gwen" terlihat di layar ponsel William.
Ada apa denganmu Will? Kamu terllau sibuk dengan Rose sehingga melupakan Gwen-mu, William merasa sangat buruk kini.