webnovel

Bab 11

Hari-hari berlalu, dan Alif merasa semakin terbuka dengan dunia di sekitarnya. Setelah keberhasilannya dalam acara pembacaan, dia mendapatkan undangan untuk berbagi kisahnya di podcast lokal tentang kesehatan mental. Rasa cemas yang sebelumnya mengintai kini mulai berganti menjadi antusiasme. Namun, di balik semangat itu, bayangan Zeta perlahan kembali menghampiri.

Di suatu pagi yang cerah, Alif bersiap untuk rekaman podcast. Dia merasa lebih percaya diri daripada sebelumnya, tetapi saat melihat bayangannya di cermin, Zeta muncul lagi. "Apakah kamu yakin kamu siap? Mereka akan tahu siapa kamu sebenarnya. Mereka akan melihat betapa rapuhnya dirimu," bisik Zeta, berusaha menanamkan keraguan.

"Tidak, Zeta! Ini aku. Aku bukan lagi yang dulu. Ini adalah perjalanan dan aku berhak untuk berbagi," jawab Alif tegas dalam hati. Dia mengambil napas dalam-dalam, berusaha mengusir suara itu. Dengan tekad yang baru, dia melangkah keluar rumah.

Setibanya di studio, suasana hangat dan penuh semangat menyambutnya. Dia melihat tim yang siap membantu dan produser yang ramah. Senyuman mereka membuatnya merasa sedikit lebih tenang. Di ruang tunggu, dia bertemu dengan tamu lain, seorang penulis bernama Mira, yang juga berbagi pengalaman mengenai kesehatan mental.

"Mira, senang berkenalan. Aku sangat senang bisa berbagi di sini," kata Alif, berusaha mencairkan suasana.

"Senang bertemu denganmu juga, Alif. Aku dengar kamu sudah berbagi kisahmu di beberapa tempat. Itu sangat menginspirasi," jawab Mira dengan tulus. "Aku juga pernah berjuang dengan depresi, jadi aku mengerti bagaimana rasanya."

Percakapan mereka mengalir dengan mudah, dan Alif merasa seperti dia tidak sendirian lagi. Melihat ke dalam mata Mira, dia melihat kejujuran yang sama, dan itu memberinya keberanian lebih.

"Bagaimana rasanya berbagi cerita di depan banyak orang?" tanya Mira.

"Awalnya sangat menakutkan, tetapi ketika aku melakukannya, rasanya seperti beban terangkat. Aku ingin memberi orang lain harapan," kata Alif, senyum mengembang di wajahnya.

Saat mereka bersiap untuk masuk ke studio, Alif merasa lebih percaya diri. Dia tahu bahwa apa yang akan dia sampaikan bisa membuat perbedaan. Ketika rekaman dimulai, dia berbicara tentang pengalamannya dengan kesehatan mental, perjuangannya dengan Zeta, dan bagaimana dia belajar untuk menerima dan mencintai diri sendiri.

"Dalam hidup ini, kita sering merasa terjebak dalam bayangan kita sendiri. Namun, penting untuk berbicara dan mencari dukungan. Itu adalah langkah pertama menuju penyembuhan," ucap Alif dengan tegas.

Setelah rekaman, Alif merasakan kelegaan yang luar biasa. Dia tahu bahwa suara dan kisahnya bisa menjangkau banyak orang. Mira menghampirinya lagi, memeluknya. "Kamu luar biasa, Alif! Aku sangat terinspirasi oleh ceritamu."

"Terima kasih, Mira. Itu artinya banyak bagiku," jawab Alif, hatinya penuh rasa syukur.

---

Kembali di rumah, Alif merasa semangatnya melonjak. Dia segera membuka laptop dan mulai menulis. Setiap kata yang mengalir dari pikirannya mencerminkan perjalanan emosionalnya. Dia merasa tidak hanya menyampaikan kisahnya, tetapi juga menemukan kekuatan dalam diri sendiri.

Namun, Zeta tiba-tiba muncul kembali, berusaha menghancurkan suasana hatinya. "Kamu akan gagal. Siapa yang akan peduli dengan ceritamu? Kamu hanya membuat orang lain merasa tidak nyaman."

"Cukup, Zeta! Aku tidak akan membiarkanmu menguasai hidupku lagi!" teriak Alif dalam hati. Dia berusaha berkonsentrasi, menyadari bahwa ini adalah momen penting dalam hidupnya.

Dia mengambil napas dalam-dalam, menuliskan hal-hal yang ingin dia sampaikan. Alif tahu bahwa setiap kata adalah langkah menuju kebebasan. Dia menginginkan orang lain merasakan harapan dan pengertian dari ceritanya.

Di tengah suasana itu, ponselnya bergetar. Sebuah pesan dari Naya muncul di layar: "Alif, aku sangat bangga padamu! Bagaimana podcast-nya?"

Alif tersenyum membacanya. Dia membalas dengan singkat, "Terima kasih! Rasanya luar biasa. Aku merasa semakin kuat."

Tiba-tiba, kenangan masa lalu muncul kembali dalam benaknya, ketika dia merasa terjebak dan tidak ada jalan keluar. Dia teringat saat-saat sulit ketika Zeta mengambil alih hidupnya, dan semua kebohongan yang ia percayai. Alif menutup matanya, membiarkan ingatan itu mengalir. Namun, dia juga merasa betapa jauhnya dia sudah melangkah.

Alif memutuskan untuk menulis surat kepada Zeta, bukan untuk memberinya kekuatan, tetapi untuk mengucapkan selamat tinggal. Dengan penuh emosi, dia menuliskan kata-kata yang tertahan dalam hatinya.

Zeta,

Aku tidak akan membiarkanmu mendominasi hidupku lagi. Aku adalah Alif, dan aku layak mendapatkan kebahagiaan dan kedamaian. Aku belajar untuk mencintai diriku sendiri dan menerima setiap bagian dari diriku, termasuk yang kau benci. Ini adalah awal baru bagi aku.

Selamat tinggal, Zeta. Aku tidak lagi butuh bayangan gelapmu.

Menulis surat itu memberi Alif ketenangan. Dia merasakan seolah beban berat telah terangkat. Dengan semangat baru, dia mengakhiri hari itu dengan harapan dan rasa percaya diri.

---

Ketika malam menjelang, Alif berbaring di tempat tidur, merenungkan langkah-langkah yang telah dia ambil. Dia tahu bahwa perjalanan ini tidak akan mudah, tetapi dia siap menghadapi semua tantangan yang akan datang. Dengan tekad yang kuat, dia menutup matanya, berjanji untuk terus melangkah maju, menemukan arti sejati dari dirinya.

---