webnovel

FLAS BACK

Setelah bertemu Mas David, aku tak langsung menemui Mbak Bella, karena harus ke toilet dulu merapikan penampilanku sehabis menangis tadi. Setelah keluar dari toilet, aku langsung celingak celinguk mencari sosok Mbak Bella di keramaian. Ternyata dia berdiri di depan pintu lift.

"Ayu!! Sini!!" panggil Mbak Bella sambil melambai ke arahku.

"Maaf udah bikin Mbak menunggu lama."

"No probs!! Yuk, Club-nya ada di lantai tujuh belas." Mbak Bella menyahut sebelum menarikku ke dalam lift yang sudah terbuka. Saat masuk ke dalam lift, aku merasa gugup. Bagaimana tidak gugup? Akhirnya aku akan tau seperti apa isi dari yang namanya Club. Bukan hanya sekedar mendengar dan melihat dari Sosmed saja.

Akhirnya sampai juga, batinku dengan perasaan makin tak keruan. Di pintu masuk Club tersebut, kulihat beberapa penjaga berbadan tinggi tegap. Saat akan masuk, aku sempat ditahan. Karena mereka pikir, aku masih bocah.

Hellooo ... I'm already 20 years old, Dude! Tapi setelah melihat ID Card milikku, akhirnya aku pun dipersilakan masuk.

Dentuman musik dengan volume sangat kencang, menyambut kami saat masuk. Suasana remang-remang dengan lampu yang berkerlap-kerlip, membuat jantungku berdegup semakin kencang. Mengajak setiap orang untuk menikmati malam dengan bebas. Mbak Bella langsung mengajakku duduk di salah satu kursi kosong. Tapi beberapa saat kemudian dia berubah pikiran.

"Kita ke VVIP Room aja. Di sini udah sesak. Lagian, kamu baru pertama kali ke sini. Jadi aku gak mau kamu entar digodain cowok gak jelas" Mbak Bella berseru agar suaranya tak tenggelam oleh dentuman musik, lalu ia pun memesan ruangan khusus.

"Mbak. Kita cuma berdua aja nih?" tanyaku karena tak mendapati teman yang lain.

"Sekarang cuma berdua, tapi sebentar lagi nggak. Kamu tunggu sini, Mbak cari mangsa dulu. Ntar Mbak cariin juga buat kamu. Tenang aja Mbak gak bakal bawa cowok sembarangan kok."

"Trus aku ngapain di sini Mbak?"

"Enjoy your time, Darling. Pokoknya kamu di sini aja. Jangan ke mana."

"Okay!!" Tak lama setelah Mbak Bella pergi, seorang Waiter masuk dengan berbagai macam minuman. Aku mengucapkan terima kasih dan ia pun langsung pergi. Kupandangi minuman itu. Karena aku tidak tahu minuman apa saja itu. Tapi karena penasaran, akhirnya kuambil satu dan ku minum sedikit. Rasa panas langsung membakar tenggorokanku. Pahit sekali. Gak ada jus apa ya? Batinku. Detik berlalu berganti menit. Dan menit berganti jam. Mbak Bella belum nongol juga. Aku mulai gelisah. Bahkan aku sudah menghabiskan satu gelas minuman yang membakar tenggorokan itu. Pahit tapi lama kelamaan enak juga. Karena tak sabar, akhirnya aku keluar dari ruangan itu dan mataku langsung melotot karna di depan meja Bar ku lihat mas David sedang berciuman panas dengan cabe-cabean. Aku langsung menutup pintu itu lagi takut ketahuan. Bisa di rajam nih kalau sampai Mas David tau aku masuk Club. Aku mengeluarkan ponselku, dan menghubungi nomor Mbak Bella. Berdoa semoga dia bisa membawaku keluar tanpa di ketahui Mas David.

" Hallo Mbak? Kamu di mana? Lama banget."

"Sorry Yu ... Mbak sudah pulang".

"WHAT?! Trus aku gimana?"

"Duh maaf ya ... Mbak panik soalnya. Suami Mbak mendadak pulang dari Korea. Kamu kan tau suami Mbak kayak gimana. Bisa dicoret dari daftar warisan kalo ketahuan kalo Mbak gak di rumah"

"Trus nasibku gimana?" tanyaku panik.

"Tenang aja, udah Mbak bayar semua kok. Oh iya, Ayu, kamu sekalian tolongin Mbak ya? Please ...."

"Tolongin apa, Mbak?"

"Tadi sebenernya Mbak udah dapet cowok buat seneng-seneng malam ini sama kita. Tapi, gara-gara suami Mbak nongol, jadi gagal deh semua. Trus sekarang ada cowok yang sudah menunggu di President Suite nomor 1212 di lantai 16."

"Hah?! Maksudnya?"

"Tolong kasih tau dia, Mbak gak jadi gabung. Suruh dia cari cewek lain. Okay?"

"Tapi Mbak—"

"Udah ya, entar suami Mbak curiga."

Lalu panggilan terputus.

Sial banget nasibku. Pengen tau rasanya masuk Club. Sekalinya tau, ditelantarkan begini. Udah gitu, sekarang di beri tanggungan beresin urusan bosku yang enggak kelar.

Kulirik jam di layar ponselku. Sudah pukul 11.30 malam. Mending lekas pulang saja deh. Ku keluarkan kepalaku dari balik pintu. Melihat tempat Mas David tadi berciuman. Aman ... Mas David kayaknya sudah pergi. Aku langsung melesatkan kakiku setengah berlari keluar dari Club. Walau ada beberapa orang yang tak sengaja ku senggol tapi aku cuek saja. Tujuanku hanya satu, segera keluar dari sini.

Saat mencapai pintu lift aku baru bisa bernapas lega. Aku langsung menuju lantai 16 tempat yang di intruksikan Mbak Bella tadi.

"Semakin cepat, semakin baik", batinku. Tak susah mencari kamar nomor 1212. Karena di lantai ini kulihat hanya ada sekitar sepuluh buah kamar. Kuatur napasku. Mencoba menenangkan diri. Berdoa semoga siapapun laki-laki di dalam sana, tak akan marah gara-gara Mbak Bella membatalkan janjinya.

Ku ketuk pintunya pelan. Tak ada jawaban. Akhirnya ku ketuk lagi. Tetapi tak ada suara. Mungkin orangnya sudah pergi karena bosan menunggu Mbak Bella. Tapi baru aku akan berbalik aku medengar suara pintu di buka. Aku berbalik lagi dan membeku.

Di depanku ada laki-laki paling ... paling ... paling tampan yang pernah ku temui.

"SIAPA?" Suara beratnya benar-benar macho tapi seketika itu juga suaranya membuyarkanku dari keterpesonaan.

"Eh ... a-aku anu ... itu ... Mbak ... Bella ...." Ya ampun ke mana suaraku?

"MASUK!!" Laki-laki itu membuka lebar pintu dan langsung menggiringku masuk. Aku berdiri canggung engak tahu mau apa. Seolah semua kata-kata hilang dari perbendaharaan otakku.

"JADI?" Ia hanya mengenakan kaus pendek dan celana pendek. Terlihat cool karna dia baru selesai mandi dan rambutnya yang masih sedikit basah terlihat sexy.

"Aku ... Itu Mbak ... Bella."

"KAMU GANTIIN BELLA?"

"Eh?! B-b-bukan ... bukan, aku--" Suaraku menghilang karna tiba-tiba laki-laki itu semakin mendekat padaku. Aku mundur dan dia terus maju hingga aku merasakan dinding tembok di belakangku.

"CANTIK," katanya sambil mendekatkan wajahnya ke arahku.

"K-k-kamu ... ma-mau apa?" Oke paru-paruku sekarang terasa kekurangan pasokan udara karena jarak kami yang semakin dekat. Laki-laki itu mengangkat alisnya seolah mengatakan, "Kau tau apa yang akan aku lakukan!" Dan sebelum protesku keluar, mendadak kurasakan sesuatu yang basah menempel di bibirku.

DEGH!!!

Aku tak berani bernapas. Ini ciuman pertamaku. Dan diambil orang yang tak kukenal. Aku ingin memprotes saat dia mulai mengecupiku pelan dan entah sejak kapan tangannya sudah merangkum wajahku. Seolah takut aku akan lari. Padahal hanya ciuman tapi aku merasa merinding bahkan hingga jari-jari kakiku.

"Bernapaslah ...," katanya serak.

Aku mulai mengembuskan napasku yang ku tahan tadi. Saat ku lakukan itu tak kusadari mulutku sedikit terbuka. Kesempatan itu di manfaatkan olehnya untuk memasukkan lidahnya kedalam mulutku. Dia bahkan mengabsen satu persatu gigiku. Aku meleleh dibuatnya. Hingga tak kusadari, tanganku sudah mencengkeram kausnya. Aku tak pernah merasakan sensasi seperti ini. Ciumannya sangat intens. Aku merasakan kakiku seperti jelly. Sesaat kemudian aku merasa akan melorot jatuh jika kedua tangannya tak turun ke pinggangku dan menarikku merapat padanya.

"Aaahhhhhhhhhh ...." Tidak aku sadari, erangan keluar dari bibirku saat merasakan tubuhku yang menempel erat di tubuhnya yang keras.

Ku lihat napasnya yang semakin memburu. Otakku meneriakkan alarm untuk berhenti. Tapi tatapan matanya yang tak pernah lepas dariku seolah menghipnotisku. Aku tak bisa berhenti. Rasa ini sungguh menyenangkan dan kurasakan kewanitaanku mulai berkedut. Aku ingin semakin merapat padanya. Bahkan dengan tanpa pengalaman aku mulai membalas ciumannya hingga membuat dia makin beringas melumat bibirku."

" AAAAaaaacchhhhhhhhhh."

Nächstes Kapitel