webnovel

Mimpi

Seorang gadis berambut panjang se-pinggang, tengah berdiri di tepi balkon. Meleset, jika saja ia kehilangan keseimbangan, entah bagaimana nasibnya. Dia berdiri di ujung balkon, dengan tatapan kosongnya yang terkesan tanpa makna.

Memilih mati? Benar. Sepertinya, ia lebih memilih mati saat itu juga.

"Hana, apa yang kau lakukan di sana?!!" Suara teriakan seseorang.

Gadis itu menoleh ke arah sumber suara. Hana adalah nama panggilannya. Seseorang tengah memanggil namanya. Hana menolehkan kepalanya ke arah sumber suara yang tengah menyerukan namanya. Terlihat berantakan, raut wajah gadis bernama Hana terlihat kusut, dengan airmata yang merembesi kedua pipinya.

"Hana, kau ... Jangan bertindak bodoh!" cetusnya.

"Rey... Bukankah ini yang selama ini kau inginkan?" tanyanya. "Seharusnya kau bahagia jika aku mati!!! Bukankah begitu?!!! geramnya. Suaranya terdengar serak, dengan isak tangis yang mengiringi nada bicaranya.

"Hana, apa kau sudah gila? Apa dengan memilih mati, semua masalah akan selesai? Jangan bodoh!!!" Berusaha mempengaruhi Hana.

"Aku tidak perduli. Dengan kematianku ini, semua orang pasti akan bahagia," ucapnya.

Gadis itu melepaskan cengkraman tangan yang menahan tubuhnya. Ia membalikkan posisi tubuhnya, lalu membiarkan tubuhnya melayang di udara.

Brukk!!!

"Tidak!!! Tidak, tidak, Hana, kau... Tidak!!!" teriak Rey.

Sesaat kemudian . . .

"Hanya mimpi? Kenapa mimpiku ini... terasa sangat nyata. Hana, apa kau benar-benar akan mengalami hal yang baru saja kuimpikan? Tidak, semua hanyalah mimpi. Hanya bunga tidur." Berusaha berpikir positif.

Rey terbangun dari tidurnya. Dia menyadari bahwa semua kejadian yang baru saja dilihat di alam bawah sadarnya hanyalah sebuah mimpi. Akan tetapi, kegelisahan menyelimuti setiap syaraf di tubuhnya. Dia tidak bisa menghempas segala sesuatu yang ternyata adalah mimpi, tetapi layak seperti kenyataan.

Rey sebisa mungkin menghilangkan semua pikiran tentang gadis yang bernama Hana, sembari mengucek-ngucek salah satu netranya. Malam itu, Rey sudah tidak bisa tidur.

***

"Apa? Menikah dengannya?" Reyhan terlonjak kaget ketika ayahnya tiba-tiba memintanya untuk menikah dengan Reyhana.

"Benar, kau harus menikah dengan Hana," ujar ayah Reyhan.

"Kenapa harus aku? Kenapa tidak Kakak saja? Kakak juga masih lajang dan belum punya istri," bantah Reyhan, sembari membahas kakak laki-lakinya yang masih muda dan lajang.

"Reyhan! Siapa yang menyuruhmu membahas kakakmu?" Ayah Reyhan tampak sangat marah ketika Reyhan tiba-tiba menyebut kakaknya.

Reyhan bangkit dari tempat duduknya dan menatap wajah ayahnya dengan tatapan intens.

Kemudian Reyhan menarik setengah bibirnya, tersenyum, lalu menyeringai. Sikap Reyhan tampak seperti orang yang kehilangan akal sehat. Tertawa dengan tidak jelas.

"Aku rasa nama Kakak tidak dilarang di rumah ini, malah dia adalah kebanggaan kalian. Seharunya kalian memberikan kebanggaan kalian seorang Istri seperti Reyhana, agar hidupnya lebih bahagia," ujar Reyhan.

Ayah Reyhan semakin gusar ketika Reyhan mengatakan sesuatu yang absurd, dan terkesan tiada tatakrama.

"Reyhan! Kau sudah keterlaluan. Ayah tidak pernah mengajarimu bersikap seperti ini. Apa pun yang terjadi, kau harus tetap menikah dengan Hana." Ayah Reyhan menegaskan kepada Reyhan.

"Sampai kapan pun, aku tidak akan pernah mau menikah dengannya. Mengetahui kenyataan namaku mirip dengannya saja sudah membuatku jijik. Aku sangat membenciya. Sampai kapan pun aku tidak akan pernah menikah dengannya. Hei curut, dengarkan baik-baik! Aku tidak akan pernah menikah denganmu." Reyhan menegaskan kepada ayahnya dan Reyhana yang juga berada di sana.

Reyhana hanya menatap wajah Reyhan dengan tatapan sendu. Dalam hati Hana terasa sangat pilu, karena mendengar teman kecilnya mengatakan sesuatu yang bisa melukai siapa saja yang dimaksud untuk mendengarnya.

"Reyhan! Kau sudah kelewat batas. Bagaimana bisa kau mengatakan itu kepada calon istrimu? Di mana sopan santunmu?!!" sentak ayah Reyhan.

"Calon istri? Hekh! Lucu sekali. Aku bahkan tidak sudi menyebutnya sebagai temanku. Anjing jalanan saja lebih baik darinya." Reyhan tidak henti-hentinya menghina Reyhana.

Reyhan mengambil phonsellnya yang ada di atas meja dan beranjak pergi meninggalkan mereka. Reyhan pergi begitu saja, lalu keluar dari rumah tanpa menunjukkan sikap hormat sedikit pun kepada ayahnya dan Reyhana.

"Anak tidak sopan! Awas saja jika kau sampai kembali." Emosi ayah Reyhan mulai mendidih, saat melihat kelakuan anaknya yang sangat keterlaluan. "Hana, maafkan Paman. Jika kata-kata anak nakal itu menyakiti hati Hana, Paman mewakilinya untuk meminta maaf."

Ayah Reyhan mulai menurunkan tubuhnya dan hampir berlutut di depan Reyhana. Akan tetapi, Reyhana langsung bergegas menghentikannya.

"Paman, apa yang Paman lakukan? Ini bukan salah Paman. Reyhana baik-baik saja. Hana malah tidak terima jika Paman merendah di depan Hana," ucap Reyhana.

Reyhana membantu ayah Reyhan untuk bangkit kembali. Ayah Rey duduk kembali di sofa, sedangkan Hana saat ini tengah duduk di sampingnya.

"Paman sepertinya telah gagal mendidiknya. Paman juga tidak tahu kenapa dia bisa sekasar itu." Ayah Reyhan tampak sangat bersalah kepada Hana.

"Masalah Rey, aku bisa mengurusnya sendiri. Paman tenang saja, aku tidak apa-apa. Kalau begitu, Reyhana pamit dulu."

Reyhana berpamitan keluar dari rumah ayah Reyhan dan bertujuan untuk pulang ke rumahnya. Ketika ia keluar, Hana masih sempat melihat sosok Rey yang berjalan di halaman rumah.

Rey saat ini belum jauh dari pandangannya. Rey Hanya berjalan santai, sembari menendang batu-batu kerikil yang menghalangi jalannya. Jarak antara Rey dan Hana sekitar 10 meter untuk bisa diraih oleh Hana.

Reyhana segera mengejar Rey dengan cepat. Hana menghentikan Rey dengan menarik tangan Rey dari belakang. Akan tetapi, Rey sangat keras kepala dan tetap berjalan. Namun, Hana tidak menyerah dan tetap memaksa Rey untuk berhenti.

Rey sudah tidak tahan lagi dengan sikap Hana yang membuatnya sangat kesal. Rey berhenti dan berbalik, lalu mendorong tubuh Hana hingga Hana jatuh tersungkur. Akan tetapi, Hana tidak memperdulikan hal itu dan segera bangkit begitu saja.

"Apa lagi yang kau inginkan, setelah membuat ayahku memintaku menikahimu? Apa lagi rencanamu selanjutnya? Katakan! Aku tidak tahu kalau kau bisa selicik dan serendah ini. Aku sangat takjub, rencanamu begitu brillian," cetus Reyhan.

"Dengarkan aku dulu, Rey. Aku tidak pernah meminta Paman untuk menikah denganmu," tegas Hana.

"Kau pikir aku akan percaya perkataan yang keluar dari mulut kotormu itu? Kau mamang pembohong ulung. Terlihat tulus, tetapi akhirnya mengambil untung. Apa kau begitu menyukaiku, sampai-sampai kau melakukan sesuatu yang membuatku jijik?" Rey tidak henti-hentinya menuduh Hana.

Hana hanya menghela nafasnya. Ia berusaha setenang mungkin untuk menghadapi sifat Rey yang sangat egois dan kekanakan.

"Aku tidak perduli kau memandangku seperti apa. Yang pasti, kau harus percaya dengan mulut kotor ini. Aku sama sekali tidak pernah meminta Paman menikahimu!" Reyhana menegaskan sekali lagi dengan lantang.

"Berhenti berbohong! Telingaku bisa tuli karena mendengar kebohonganmu itu," ucap Reyhan.

Reyhana terhening dan hanya menatap wajah Reyhan dengan tatapan sendu. Namun, Reyhan hanya membalasnya dengan tatapan dingin dan penuh kebencian.

"Aku ingin tahu alasannya. Kenapa kau sangat membenciku?" Reyhana langsung bertanya pertanyaan inti kepada Rey.

"Karena itu kamu. Aku membencimu, karena itu kamu," ungkap Rey.

"Kenapa? Rey, kita lahir di hari yang sama, waktu yang sama, tempat yang sama, dan ikatan kedua keluarga kita juga sangat erat. Lalu kenapa, kenapa kau sangat membenciku? Apa salahku? Apa karena nama kita yang mirip? Setidaknya beri aku penjelasan yang masuk akal, bukan penjelasan asal." Ucapan Hana terdengar lirih.

"Jangan memaksaku mengatakannya. Kau tidak akan sanggup mendengarnya," ujar Rey.

"Ternyata kau tidak terlalu membenciku. Kau masih mengkhawatirkan perasaanku," ucap Hana.

"Hah? Menghayal saja kau! Aku tidak perduli bagaimana kau terluka. Baiklah jika kau memaksaku, aku akan mengatakannya sekarang juga. Maka dengarkan baik-baik! Aku sangat membencimu. Membenci semua tentangmu, wajah ini, tubuh ini, rambut ini, suaramu, nafasmu, dan khususnya nama yang mirip denganku. Aku membenci semuanya. Apa kau ingin mendengar segala sesuatu yang kubenci darimu? Aku juga benci kau mengatakan aku mengkhawatirkanmu. Tidak bisakah kau mati saja?"

Reyhan memegang satu persatu bagian tubuh Hana dengan rasa jijik, setara memandang sebelah mata dengan hina. Hana hanya terpaku mendengar ucapan Reyhan. Ucapan Reyhan akhirnya membuat Reyhana mengerti.

"Kau membenciku, itu sudah cukup. Kau merasa jijik terhadapku, sudah cukup. Aku terhina di matamu, sudah cukup. Baiklah, itu semua sudah cukup," ucap Hana.

"Apa kau akan menentang dan membatalkan pernikahan kita? Semua keputusan ada di tanganmu, karena kau yang selalu memutuskan. Mereka tidak akan pernah mendengarkan pendapatku. Aku harap kau jangan sampai menyetujuinya," ancam Rey.

"Apa yang akan kau lakukan jika aku menyetujuinya?" tanya Hana dengan serius dan geram. Tatapan matanya tajam, seakan menusuk apa pun yang ada di hadapannya.

"Aku akan membunuhmu," ungkap Rey.

Nächstes Kapitel