webnovel

Tubuhmu Lebih Jujur

Redakteur: Wave Literature

Perutnya benar-benar tidak bisa diajak kompromi.

....

Tapi… apakah tadi dia lagi-lagi terpesona olehnya? An Ge'er saat ini hanya ingin menangis!

Dia jelas-jelas bukan gadis yang mata keranjang, tetapi saat berada di depan pria itu, dia tidak bisa tidak tertarik dengan setiap gerakannya.

Bo Yan tentu saja mendengar suara perutnya, alisnya terangkat dan sudut bibirnya tampak tersenyum, dia mengambil sebuah kantong plastik yang di dalamnya berisi burger dan ayam goreng, bahkan juga ada segelas teh susu panas.

An Ge'er membelalakkan matanya.

Dari mana datangnya semua ini?

"Cepatlah makan, kalau dingin tidak enak."

Setelah selesai mengoleskan salep, Bo Yan langsung kembali ke kursi pengemudi dan melanjutkan perjalanan.

An Ge'er hanya makan sangat sedikit saat di rumah, dia merasa makan di lingkungan seperti itu rasanya sama saja seperti mengunyah lilin. Saat ini dia sudah sangat kelaparan. An Ge'er langsung makan dengan lahap sampai perutnya sangat kenyang. Kesan An Ge'er terhadap pamannya pun semakin baik.

Selain itu dia adalah pamannya, bukankah sudah seharusnya dia memedulikan keponakannya?

Hanya saja ketika dia sedang memuji pamannya di dalam hatinya, dia melihat Bo Yan yang sedang meliriknya dari kaca spion dan berkata dengan ringan, "Sepertinya tubuhmu lebih jujur ​​daripada mulutmu."

"Puhhhhh…"

An Ge'er menyemburkan teh susu yang sedang diminumnya.

Dasar! Apakah dia terlalu banyak berpikir? Ya, dia pasti berpikir terlalu berlebihan.

Entah kenapa perkataan itu mengingatkannya pada lelucon jahat yang sering dikatakan Qiqi padanya?

"Uhuk… maafkan aku, maafkan aku telah mengotori mobilmu… Paman…" Dia segera menyeka teh susu yang tumpah di mobil menggunakan tisu.

Bo Yan ingin mengatakan bahwa itu tidak masalah, tetapi ketika dia mendengar satu kata terakhir yang diucapkannya, bibir tipisnya langsung mengatup, tatapan yang rumit melintas di matanya yang tajam.

Dia adalah pamannya, apakah hanya bisa sebatas ini?

Setelah tiba di apartemen kecilnya dan turun dari mobil, langit sudah sangat gelap. Hanya lampu di sisi jalan dan di bawah apartemen yang menyala. Lampu-lampunya redup namun sangat indah dilihat, setelah itu An Ge'er sekilas melihat sosok seseorang yang tidak asing di lantai bawah apartemen.

Malam di awal musim semi masih bercampur dengan dinginnya musim dingin yang belum lama berakhir. Sosok yang bertubuh tinggi dan jenjang itu mengenakan setelan jas hitam, dia juga terlihat sedang memakai syal abu-abu pemberiannya, kedua tangannya dimasukkan ke dalam saku mantel, sosok itu berdiri begitu saja di lantai bawah apartemen. Rambut hitamnya sedikit berantakan, dia lalu mengangkat kepalanya sambil memejamkan mata, wajah tampannya menunjukkan kelelahan dan kesedihan yang tidak bisa dijelaskan.

An Ge'er seketika membeku saat melihat sosoknya.

Sosok itu adalah Qin Mo.

Dia secara refleks langsung membalikkan badannya, tapi Qin Mo yang mendengar pergerakan pun segera memanggilnya untuk menghentikannya, "An Ge'er?"

An Ge'er tiba-tiba merasakan sakit di dalam hatinya, kedua telapak tangannya mengepal erat, matanya pun memerah.

Kak Qin Mo adalah pria yang selalu disukainya sejak kecil, apakah Kak Qin Mo yang selalu mencintainya itu kini telah benar-benar menjadi milik An Ruxue?

An Ge'er tidak menghentikan langkahnya, dia lalu mendengar seseorang mengejarnya dari belakang. Seperti yang diperkirakan, tidak lama kemudian dia dengan kasar ditahan oleh tangan yang kuat. An Ge'er menarik napas dalam-dalam, lalu berbalik untuk melihatnya sambil menahan rasa sakit di hatinya, "Apa yang ingin kamu lakukan?"

"An Ge'er, apakah kamu sedang menghindariku?"

Ada kilatan aneh di sorot mata An Ge'er, wajahnya pucat tapi terlihat sangat tenang, "Tidak."

Karena sedang menjaga emosinya agar tetap stabil, An Ge'er selalu berusaha terlihat tenang dan berpikiran jernih, tapi saat menghadapinya sekarang, hatinya malah terasa kacau dan bingung.

"Jika kamu tidak menghindariku, lalu kenapa kamu tidak pernah mengangkat panggilan telepon dariku?" Qin Mo menatapnya dengan kening yang berkerut.

An Ge'er saat itu langsung menyadari sesuatu, pria di depannya ini tampaknya sangat lelah karena telah melakukan perjalanan panjang, dia kemudian menatapnya dengan sorot mata dalam namun lembut, "Apa kamu baru saja turun dari pesawat?"