Happy Reading Guys ❤
"Kamu ngapain kesini pagi-pagi?"
"Mau ajak calon istri sarapan bareng. Latihan sebelum nanti kita tinggal bersama dan sarapan di atas tempat tidur." jawab Lukas sambil tersenyum.
"Sekarang kan kamu sudah selesai sarapan, kenapa kamu nggak ke rumah sakit? Memangnya hari ini nggak ada jadwal praktik?"
"Selain operasi yang ternyata batal, nggak ada jadwal yang penting selain pemeriksaan rutin. Sesuatu yang bisa kutunda."
"Mas, kamu itu kan dokter jantung. Kok bisa-bisanya meremehkan pasien penyakit jantung?"
"Kamu lupa kalau rumah sakit tempatku praktik adalah milik orang tuaku? Aku bebas menentukan jadwalku sendiri atau mengopernya ke dokter lain," jawab Lukas santai. "Aku praktik atau tidak, nggak terlalu pengaruh ke penghasilanku karena aku memiliki saham di rumah sakit itu."
"Tapi sebagai dokter kamu kan sudah disumpah untuk melayani pasien."
"Nggak usah terlalu kaku dan idealis lah. Aku kan bukannya tidak menolong pasien, tapi sesekali boleh dong aku mengoper jadwalku ke dokter lain. Apalagi kalau aku ada urusan penting seperti sekarang ini."
"Maaf mas, aku hari ini ada meeting di butik. Kebetulan mau mempersiapkan materi untuk fashion week."
"Nggak bisa dibatalin?" tanya Lukas sambil mengeluarkan rokok dari saku bajunya.
"Kamu merokok?"
"Iya, kenapa? Kamu keberatan?" Lukas balik bertanya.
"Nggak juga. Terserah kamu sih. Tapi di keluargaku tidak ada yang merokok."
"Bukannya dulu saat SMA, Ghiffari merokok?"
"Iya, tapi sejak pacaran dengan Khansa dia berhenti."
"Dilarang sama pacarnya? Hahaha... suami takut istri dong." ejek Lukas.
"Bukan takut istri, mas. Tapi itu yang namanya pengertian. Lagian kamu tuh aneh. Kamu kan dokter jantung, kok malah merokok. Padahal di iklan rokok aja jelas dikasih tahu kalau merokok bisa menyebabkan penyakit jantung."
"Ah itu kan kebebasan hak manusia dong."
"Dasar dokter aneh."
"Kamu nggak suka melihat aku merokok?" Gladys mengiyakan. Setelah menghela nafas, akhirnya Lukas memasukkan kembali rokok yang tadi sudah ia keluarkan.
" Oke, karena ini di rumahmu, maka aku akan menghormati keinginanmu. Tapi ceritanya akan berbeda saat kita di luar atau di rumahku."
"Terima kasih mas. Sebaiknya mas hari ini tetap ke rumah sakit. Laksanakan tanggung jawabmu sebagi dokter."
"Tapi aku mau menghabiskan hari ini bersamamu."
"Setelah kita melaksanakan kewajiban dan tanggung jawab, mas." Lukas mendengus kesal. "Lagipula masih banyak waktu untuk kita saling mengenal."
"Apakah tidak bisa kamu berhenti bekerja? Kalau nanti kamu jadi istriku, aku nggak akan mengijinkanmu bekerja. Sebagai istriku nanti, tugasmu adalah duduk manis dirumah, mempercantik diri dan melayaniku serta anak-anak kita."
"Apakah itu suatu keharusan?" Lukas mengangguk pasti. Ganti Gladys yang mendengus kesal. "Egois."
"C'mon honey. Seorang istri dokter Lukas Prawira tidak seharusnya bekerja keras di luaran sana. Apa kata orang-orang kalau melihat menantu keluarga Bramantyo Prawira harus bekerja. Nanti mereka pikir aku tak mampu membiayaimu." Lukas mendekati Gladys dan hendak memeluk bahunya, namun Gladys menjauh.
"Maaf mas, kita belum ada hubungan apapun. Jadi kurasa sebaiknya kita menjaga jarak."
"Walaupun kita sudah pernah berciuman? Aku sangat mencintaimu, sayang."
"Maaf kamu menciumku. Itu berbeda dengan berciuman. Aku tak membalas ciumanmu."
"Jangan jual mahal. Akan kubuktikan dalam beberapa bulan ini kamu akan menyerah dan menjadi istriku," ucap Lukas yakin.
"Jangan terlalu pede. Kamu bukan satu-satunya calon pendampingku."
"Really? Kamu punya calon lain? Kenapa belum kamu perkenalkan pada mami Cecile? Apakah karena kamu tahu mami Cecile akan menolaknya?"
"Maaf mas, aku mau mandi dan bersiap-siap ke butik." sahut Gladys dingin.
"Aku akan menunggu dan mengantarmu ke butik. Setidaknya untuk saat ini hanya itu yang bisa kulakukan. Tapi nanti saat kita menikah, aku akan menemanimu mandi," Lukas memamerkan smirknya sambil mengedipkan sebelah matanya.
"Dokter kok omes."
"Hanya padamu calon istriku." Lukas terkekeh dan membiarkan Gladys pergi.
⭐⭐⭐⭐
"Dys, elo beneran mau menerima si Lukas?"
"Kata siapa? Gue belum ambil keputusan apapun."
"Tuh si mami sudah semangat banget. Tadi pas elo dan Lukas ngobrol di depan, mami sudah sibuk menghubungi bang Ghiffari buat nanya persiapan pernikahan lo."
"Mami menghubungi bang Ghif? Mampus gue!" Gladys menepuk keningnya.
"Kenapa dek?"
"Banyu dengar gak ya waktu bang Ghif dan mami telponan? Semoga dia nggak dengar."
"Elo yang harus ambil sikap mau Banyu atau Lukas?"
"Menurut abang yang mana?" Gladys balik bertanya.
"Yang mau nikah kan elo, dek. Bukan gue." Gibran tergelak. "Elo nyaman sama yang mana? Hati lo bergetar karena siapa?"
"Gue bingung bang. Gue nyaman sama Banyu, tapi dia nggak menunjukkan punya perasaan ke gue. Sementara Lukas jelas-jelas cinta sama gue tapi gue kok kurang nyaman sama dia. Malah gue agak takut sama dia."
"Satu lagi dek. Lukas sudah di approve sama mami, sementara Banyu belum. Jadi ya lo pertimbangkan deh. Yang pasti elo masih harus berjuang untuk merebut perasaan Banyu dan berjuang meyakinkan mami." Gibran menasihati Gladys yang tampak galau.
"Atau gue coba jalanin dua-duanya, bang?"
"Itu pilihan lo, dek."
"Ah, abang nggak memberikan solusi."
⭐⭐⭐⭐
"Mbak, masih ada meeting lagi nggak hari ini?" tanya Gladys pada asistennya, Tatiana.
"Hmm.. kalau lihat di agenda sih sudah nggak ada jadwal lain mbak. Oh ya, tadi saat mbak Gladys meeting, dokter Lukas telpon dan bilang kalau nanti malam dia mau mengajak mbak Gladys makan malam."
"Hmm..."
"Mbak, pak dokter itu calonnya mbak Gladys ya?"
"Nggak tau juga nih mbak," jawab Gladys. "Mbak Tatiana pernah bingung harus menghadapi dua pilihan nggak?"
"Hehehe.. so far belum pernah mbak. Kalau saya mah nggak ada yang mengejar. Mas Satyo mau sama saya saja sudah alhamdulillah."
"Tapi mas Satyo kelihatan banget cinta sama mbak Tatiana."
"Pakai proses mbak. Dulu kita juga cuma teman biasa yang kebetulan sama-sama sedang patah hati. Keadaan membuat kita dekat satu dengan yang lain dan akhirnya kami memutuskan menikah setelah merasa nyaman dengan keberadaan masing-masing."
"Kalau disuruh memilih, mbak akan pilih mana. Orang yang mbak cintai atau yang mencintai?"
"Hmm.. kinda tricky question. Kalau boleh memilih, saya memilih mencintai dan dicintai. Tapi berdasarkan pengalaman saya memilih orang yang saya merasa nyaman berada di dekatnya."
"Walaupun mbak nggak mencintai dia?"
"Buat saya cinta bisa datang belakangan. Bahkan cinta bisa muncul saat kita menyadari bahwa kita membutuhkan orang tersebut. Kok mbak Gladys kelihatan galau sih? Masih belum yakin dengan dokter Lukas?"
"Iya mbak. Aku masih bingung."
"Kalau saya boleh usul, coba saja mbak Gladys jalani dulu dengan dokter Lukas. Kalau ternyata memang tidak merasa nyaman bahkan tetap tak ada rasa, mungkin sebaiknya jangan dipaksakan. Karena bila tetap dipaksa akibatnya malah hanya akan menyiksa salah satu atau kedua belah pihak."
Gladys terdiam mendengar usulan Tatiana. Apa yang dikatakan Tatiana cukup masuk akal. Tak ada salahnya mengikuti saran Tatiana. Ada yang pernah bilang, wanita lebih baik dicintai daripada mencintai. Benarkah itu?
"Hmm.. kalau saya boleh tahu, apakah mbak Gladys saat ini mencintai orang lain? Atau ada alasan lain dibalik keragu-raguan ini?"
"Entahlah mbak. Aku masih bingung dengan diriku sendiri. Di satu sisi aku merasa belum siap menjalani kehidupan berumah tangga. Mbak tahu kan aku masih memiliki banyak keinginan dalam hidupku ini. Namun aku juga nggak bisa menutup mata terhadap keinginan keluarga agar aku segera menikah. Alasan mereka masuk di akal. Apalagi ini salah satu harapan Eyang Tari, agar aku segera menikah."
"Mbak, jangan memaksaka diri untuk memenuhi keinginan semua orang. Yang terpenting bila mbak Gladys memilih untuk menikah maka lakukanlah dengan keikhlasan, siapapun pasangannya. Karena bila mbak Gladys melakukan hal itu hanya demi membahagiakan orang lain, maka kemungkinan besar mbak Gladys akan menyesal dan sulit untuk meraih kebahagiaan." ucap Tatiana bijak.
"Bagaimana bila aku terpaksa melakukan itu tapi dengan orang yang kucintai, meski mungkin aku belum siap?"
"Itu akan sangat menolong. Paling tidak kalian bisa saling menguatkan dan membantu."
"Mbak, bagaimana bila mas Satyo melarang mbak Tatiana bekerja? Apakah mbak akan menuruti keinginan mas Satyo?"
"Kalau memang itu keinginan suami maka saya akan menuruti. Namun apabila masih bisa dikompromikan, mungkin saya akan mencoba meminta mas Satyo untuk mempertimbangkan. Semua hal bisa didiskusikan dengan pasangan kita, mbak. Namun apabila yang kita lakukan lebih banyak mudharat daripada manfaatnya, mungkin ada baiknya dituruti apa pendapat suami."
"Makasih mbak Tatiana sudah mau menjadi tempat saya curhat hari ini."
"Kalau itu bisa membantu ibu bos, dengan senang hati saya siap membantu."
"Mbak, kalau tidak ada lagi urusan yang harus aku tangani sendiri, aku mau pulang lebih cepat ya. Kalau ada apa-apa hubungi hpku." Gladys meraih tasnya dan pergi meninggalkan butik.
⭐⭐⭐⭐
"Nyu, gimana bagian dekorasinya? Sudah berapa persen persiapannya?" tanya Ghiffari pada Banyu.
"Alhamdulillah sudah 90% bang. Besok pagi sebelum acara dimulai kita baru mulai menyusun kursi-kursi untuk tamu. Tadi Yudi juga bilang kalau bunga-bunga tambahan yang diinginkan oleh mempelai wanita sudah ready dan sudah disimpan dengan aman. Nanti habis ashar tim dekor akan mulai menyusun sesuai konsep."
"Untuk sound dan alat musik gimana? Band yang diinginkan kedua mempelai sudah datang?"
"Untuk peralatan sudah siap. Nanti malam setelah ashar baru akan disiapkan di panggung. Anggota band nanti siang ba'da dzuhur tiba di bandara. Pihak hotel yang akan menjemput. Kalau nggak salah mas Fendi juga akan ikut menjemput. Mereka dijadwalkan check sound setelah isya."
"Untuk F&B bagaimana? Pihak hotel nggak keberatan kan dengan chef khusus yang dibawa oleh pihak mempelai pria?"
"Urusan itu juga sudah beres, bang. Awalnya mereka sempat keberatan, tapi setelah diberitahu bahwa chef tersebut hanya memasak untuk kedua mempelai dan orang tuanya mereka setuju. Buat mereka yang penting makanan dan minuman lain pesan dari hotel."
"Oke berarti sejauh ini persiapan keseluruhan sudah hampir beres ya? Oh ya, untuk fotografer bagaimana?"
"Sudah datang tadi dengan flight paling pagi dan sekarang mereka sedang beristirahat. Mereka akan setting tempat pemotretan setelah ashar juga."
"Baguslah kalau begitu. Nggak sia-sia gue ajak elo dalam tim ini." puji Ghiffari.
"Ah, kebetulan aja leader gue hebat, bang. Dan kerja sama tim kita kompak banget. Kalau tidak ada perubahan cuaca, insyaa allah acara besok bisa berjalan lancar." elak Banyu.
"Ya sudah, nanti setelah shalat dzuhur kalian boleh istirahat. Nanti kita mulai lagi ba'da ashar. Gue tinggal dulu ya. Tadi mami minta gue telpon beliau."
"Siap bos."
Saat Banyu hendak mengkonfirmasi ulang protokol keamanan dengan Ghiffari, ia melihat Ghiffari berbicara dengan serius di telpon. Oh mungkin itu istrinya atau mami Cecile. Banyu menunggu hingga Ghiffari selesai menelpon, namun tanpa sengaja ia mendengar pembicaraan Ghiffari.
"Mi, memangnya beneran adek sudah setuju dengan si Lukas? Bukannya baru ketemu?"
"..... "
"Iya mi, abang pasti akan bantu siapkan. Tapi abang harus lihat schedule dulu. Semoga saja masih bisa diselipkan dalam jadwal. Soalnya acaranya adek dadakan banget."
"...."
"Kalau untuk acara lamaran mau di rumah atau di hotel?"
"....."
"Tergantung jumlah orang yang akan datang. Yang penting mami pastikan dulu dengan adek. Siapa tau adek belum sreg dengan Lukas."
"....."
"Iya mami. Memang abang dan Lukas bersahabat saat SMA, tapi abang nggak pernah tahu kalau..." Lama Ghiffari terdiam mendengarkan pembicaraan yang lebih dimonopoli oleh Cecile.
"Oke.. oke.. untuk urusan itu Ghiffari nggak akan ikut campur. Abang akan liat schedule abang. Nanti kalau sudah balik ke Jakarta, baru kita bahas lagi ya.:
"....."
Banyu termenung mendengar percakapan tersebut. Kenapa ada sedikit rasa sakit di sudut hatinya. Bukankah memang ini yang ia inginkan. Gladys menemukan orang sepadan dengannya dan diterima oleh keluarga.
⭐⭐⭐⭐
Banyu, apa yang sebenarnya kamu inginkan? Apakah itu yang menurutmu akan membawa kebahagiaan untuk Gladys? Sekali lagi kamu mengorbankan dirimu sendiri.
Penasaran? Ikuti terus ya
Jangan lupa gift dan comment nya
Mau memberikan masukan? Nggak ditolak