webnovel

Chapter 2 ( One Group!! )

Lalu, hal yang paling tak terduga Anna, tiba-tiba saja terjadi. Ia satu tim dengan Iam dalam klub praktek bakteryologi.

Anna terbelalak tak percaya.

Apa ini sungguhan? Sambil terpana tidak percaya, Anna terus saja memegangi kertas nomor yang ada di tangannya dengan erat. Nomor tujuh. Angka keberuntungannya.

Kesadarannya mendadak kembali, ketika ada seseorang yang menepuk pundaknya. Anna berbalik. Dan menatap orang itu dengan tanpa berkedip.

"Kau mendapat nomor tujuh juga? Kalau begitu, kita berada dalam satu tim sekarang," ujar Iam yang telah berada tepat di hadapan Anna sekarang, tanpa bisa ia duga. Iam menunjukkan kertas angka yang sama dengan yang dipegang Anna.

Anna spontan bersorak dalam hati. Apakah ini hanya kebetulan semata??!?

Atau mungkinkah ini...

Tidak-tidak! Anna tidak ingin berpikir lebih jauh. Ini jelas memang kebetulan semata.

Anna berusaha setengah mati mengontrol detak jantungnya yang berdegup dengan kencang. Bagaimana ini? Ia sungguh tidak tahu harus berbuat apa dan bagaimana. Rasanya ini seperti sebuah mimpi.

Mungkinkah ia akan segera terbangun dari mimpinya ini. Atau bahkan tidur terlelap untuk waktu yang cukup lama?

Kemudian, tanpa menunggu lama, kegiatan kelompok pun akhirnya dimulai. Keduanya bekerja dalam diam, terutama Anna. Ia berusaha keras untuk mengontrol perasaannya yang tidak menentu dan juga tindakannya agar tidak terlihat memalukan nantinya.

Jujur, saat ini ia sungguh merasa sangat gugup dan tidak tenang. Rasanya jantungnya seperti akan meledak. Tak henti-hentinya ia terus mengusap pelan dadanya dan menarik napas dalam-dalam untuk kemudian dihembuskannya lagi dengan pelan tanpa sepengetahuan Iam.

Hufh...

Anna... kau harus tenang. Mengerti? Tenanglah. Oke?, bisiknya sendiri dalam hati berulang kali.

"Biar aku yang melihat partikel kecil itu dari mikroskop. Dan kau tinggal mencatat saja apa yang kusebutkan. Oke?" seru Iam dengan nada coolnya yang biasa.

Anna hanya bisa menggangguk kikuk lalu menelan ludah.

Lihat wajah seriusnya ini. Tidakkah ini membuatnya meleleh?

"Partikel XX" seru Iam pada Anna begitu ia selesai meneropong dari kaca mikroskop.

"Ya?" Anna bingung sejenak. Lalu setelahnya ia tersadar.

Please Anna, Sadarlah...

"Ah, ya... p-pa-partikel xx" Anna buru-buru mengambil buku catatannya lalu mencatat.

Iam menyebutkan lagi sesuatu dan Anna kembali mencatatnya. Iam menyebutkan beberapa hal yang lain lagi lalu Anna terus saja mencatat apa yang disebutkan oleh Iam. Keduanya terus bekerja dengan kompak sampai pada percobaan yang ketiga.

Anna melirik ke arah mikroskop yang dipegang Iam beberapa kali. Agaknya, ia merasa sedikit penasaran dengan apa yang dilihat Iam dari kaca mikroskop.

Sejak tadi Anna terus saja hanya kebagian tugas untuk mencatat saja. Ia sama sekali belum diberikan kesempatan untuk meneliti dan melihat langsung partikel apa yang ada di dalam kotak percobaannya.

Iam menyadari itu lalu menatap Anna.

"Ingin mencobanya?" tawarnya.

Anna menggeleng, "T-tidak.."

Tidak sesuai dengan jawaban Anna. Iam justru menggeserkan mikroskop pada Anna.

"Lihatlah jika kau penasaran," seru Iam.

"Boleh?"

Iam mengganguk.

Anna tersenyum senang, lalu segera mencobanya. Begitu melihat partikel yang ada di dalam mikroskop, Anna mengerutkan kening. Ia memperhatikan percobaannya itu dengan lebih serius.

"Bagaimana kau tahu partikel apa ini? Ini sangat mirip dengan partikel A. Tapi ini juga sangat mirip dengan partikel B. Aku bahkan tidak bisa membedakannya. Apa kau yakin ini partikel A, seperti yang kau katakan itu?" tanya Anna kebingungan.

Iam langsung menjawabnya.

"Lihat lebih teliti lagi benang halus yang ada di sekitarnya. Di dalam partikel B jelas tidak mungkin ada guratan berbentuk hampir lurus seperti itu. Hanya partikel A yang mungkin memiliki garis itu. Karena memang hanya merekalah yang memilikinya. Walaupun bentuk, tekstur dan komponennya hampir sama. Tapi keduanya jelas berbeda."

Mendengar penjelasan Iam, Anna langsung menatapnya takjub.

"Oh, benarkah?"

Anna meneliti kembali partikel mereka itu. Lalu setelah ia memperhatikan lebih dalam, Anna langsung terkejut sekaligus tak percaya, "Oh... kau benar. Guratan seperti ini.. hanya akan ada jika itu adalah partikel A. Waw!! Bagaimana kau bisa menemukan perbedaannya ini? Bahkan banyak siswa lain yang masih belum bisa membedakannya. Mereka selalu bingung dengan keduanya. Tapi kau bahkan langsung bisa membedakannya hanya dengan sekali melihat? Kau benar-benar jenius!"

Anna berseru kegirangan tanpa disadarinya. Untuk sesaat kecanggungannya hilang dan ia tertawa dengan lepas. Iam memperhatikan itu.

"Kau bisa tertawa juga?" tanya Iam secara mendadak, "Aku pikir kau gadis yang kikuk karena sejak tadi kau terus-terusan saja terlihat gugup dan gelisah. Tapi ternyata, kau bisa juga tertawa lepas seperti ini?"

Anna tersenyum kikuk dan berusaha mengurangi kesalahtingkahannya di depan Iam. Ia lalu mengalihkan pandangannya ke sisi lain. Dan tanpa sengaja menyenggol jatuh semua kotak percobaan yang sudah mereka selesaikan.

Anna terkejut. Begitu pula dengan Iam dan beberapa orang di dekat mereka yang melihat.

"M-maaf.. aku benar-benar tidak sengaja. Aduh, bagaimana ini?" Anna berujar dengan super panik. Ia berusaha memungut kembali kotak percobaannya yang sudah berantakan di lantai.

Iam menahan kemarahan sekaligus kekesalannya karena tugas percobaannya kali ini gagal padahal ia sudah bersusah payah mengerjakannya. Tak disangka, teman sekelompoknya ini ternyata bisa begitu ceroboh dan teledor padahal tugas ini hampir saja selesai.

Iam menghelah napas panjang menatap Anna yang masih sibuk berjongkok dan membereskan kekacauan yang dibuatnya itu sambil tetap terus meminta maaf.

"Sudahlah. Kau tidak perlu meminta maaf berkali-kali dan memasang wajah ingin menangis seperti itu. Percobaannya sudah gagal. Jadi mau bagaimana lagi," seru Iam berusaha menahan diri, "Aku akan meminta kotak percobaan baru dan menelitinya ulang. Jadi duduklah tenang," pintanya.

Iam pergi ke meja Dosen dan meminta maaf karena kotak percobaan tim mereka telah hancur sehingga perlu untuk meminta satu lagi yang baru. Pak Dosen pun memberikannya, dan mengingatkan mereka untuk lebih berhati-hati. Iam pun mengangguk dan kembali ke mejanya.

Sementara Anna hanya bisa menatapnya ngeri sekaligus merasa bersalah.

"Biar aku saja yang mengerjakan semuanya. Bagaimanapun juga ini adalah salahku, jadi aku yang harusnya bertanggungjawab menyelesaikannya," seru Anna dengan nada tak berdaya ketika Iam kembali.

"Tidak perlu. Biar aku saja yang mengerjakannya dan kau tidak perlu melakukan apapun. Duduk saja di situ dengan tenang dan cukup... hanya melihat saja," balas Iam datar.

"Tapi Bagaimanapun juga aku harus bertanggungjawab. Kau tidak bisa memintaku untuk berpangku-tangan. Aku bisa 'koq mengerjakannya. Apa kau tidak percaya dengan kemampuanku?" ujar Anna yang langsung membuat Iam memandangnya serius.

"Menurutmu?" tanyanya balik.

Anna langsung tertunduk dan tersenyum kecut.

Ia tahu ia memang payah. Bagaimana mungkin ia melakukan kesalahan bodoh seperti ini dan bersikap sok ingin bertanggung-jawab?! Bukankah kekacauan ini disebabkan olehnya? Bagaimana bisa ia mengharapkan Iam akan berani memberikan percobaannya lagi padanya?!

Melihat sikap Anna yang begitu tertekan, Iam mau tak mau jadi merasa tidak enak hati. Walaupun kesal, Iam sama sekali tidak bermaksud menyinggung perasaan partnernya.

"Maaf. Mungkin kata-kataku terlalu kasar. Tapi, aku tidak ingin mendapat nilai buruk untuk tugas sepele seperti ini. Aku bisa menyelesaikannya dengan mudah dan cepat. Jadi kau tidak perlu khawatir. Aku akan tetap mencantumkan namamu di dalam laporan percobaannya," ujar Iam putus asa.

Anna menatapnya.

"Aku tahu. Kau tidak pernah bermaksud menyakiti siapapun dengan kata-katamu. Walau kau terlihat dingin di luar dan walau kau mengatakan hal-hal yang pedas, aku tahu kau sebetulnya memiliki hati yang sangat hangat. Seperti matahari," seru Anna setengah melamun.

Iam tertegun mendengarnya. Separuh kaget, separuh bingung dan tidak mengerti.

Anna tersenyum, "Baiklah. Aku akan duduk di sini dengan tenang dan tidak akan mengganggumu. Silahkan!!" seru Anna sambil memberi semangat.

Benar kata Iam. Ia lebih baik diam dan tidak melakukan apapun. Karena itu hanya akan membuat segalanya menjadi buruk. Ia tidak mau jika nanti nilai Iam jelek karena keegoisannya.

Iam melirik Anna sedikit.

"Oia, siapa namamu?" tanya Iam sambil fokus mencatat dan mengecek percobaan, "Aku perlu tahu ituuntuk mencantumkannya dalam laporan."

"Ah, iya. Namaku Anna. Banyakkan orang memanggilku Anne. Kau bisa memanggilku seperti itu juga jika kau mau. Dan untuk nama yang dicantumkan dalam laporan, Annaelia Susanna. Double 'N' untuk semua huruf 'N'-nya. Itu nama lengkapku."

***