webnovel

Little Witch And Her Books

Levina Brezard, penyihir yang menyukai buku. Dia tidak berniat melakukan aktivitas selain dari membaca buku. Waktu berlalu dan tibalah saat pendaftaran Akademi bagi siswa baru. Karena ajakan temannya, Dia mendaftar pada sekolah terkenal tertentu. Dia tidak sabar menjelajahi buku yang tersedia di akademi itu. Bagaimanapun, ada saja hal-hal yang menghalanginya. [Not Oh-so-Romance Story 'key?] --------- 2022 ---------

Dyooner · Fantasie
Zu wenig Bewertungen
17 Chs

Chapter 17 : They're Like to Battle, Not Her

"Tidak mungkin manamu habis secepat itu."

Tidak diketahui Arov, Levina benar-benar kehabisan mana. Dari awal, kapasitas mananya lebih rendah dibanding siswa biasa.

"Kau menang."

Levina menatap Reith yang kali ini bertugas sebagai jurinya. Reith berbatuk.

"... Karena Pihak lawan telah menyatakan penyerahannya, Pemenang dari pertandingan ini adalah Arov Xanderz. Selamat atas kemenangan mu ...?" Nada Reith cukup keras namun masih memiliki sedikit kebingungan.

Itu terlalu cepat terjadi. Levina tiba-tiba menyerah. Dia menghela nafas lega namun tiba-tiba menghadap ke depan dengan waspada.

"Pertarungan sudah berakhir."

Tiba-tiba muncul tombak api yang menyala dengan fans, lebih ganas dari yang sebelumnya Arov keluarkan.

"Arov, matikan itu. Pertarungan telah selesai," Reith berkata dengan nada tegas.

Arov tidak bergeming. Di tangannya, panas api semakin meningkat dan berkobar-kobar.

Matanya dibakar dengan amarah. Merasa dia dipermainkan. Tidak seharusnya pertandingan berakhir secepat itu. Dia hanya merasa lawannya bermain-main dengannya.

Levina mengerut.

Dia tidak mengetahui bahwa Arov memiliki kesabaran yang tipis. Kemudian ditambah itu, sepertinya atributnya memiliki dampak buruk pada Arov.

Sama seperti Levina dengan kepribadian tenangnya sejalan dengan atribut airnya, Yang lain juga begitu. Kali ini atribut Arov memainkan peran pada dirinya.

Seperti api, amarahnya mudah berkobar.

Hal itu telah dia saksikan beberapa hari terakhir dalam kelasnya.

Tapi dalam kasus Levina, dia tidak tahu apa yang menyebabkannya marah kali ini.

Padahal dia telah setuju untuk bertarung dan bahkan Arov berhasil menang.

Apa aku mengatakan sesuatu yang menyinggungnya?

Saat dia berpikir, dia merasakan panas api di depannya.

Levina mengerutkan kening. Mananya sudah habis. Tanpa penghalangnya, akan sulit untuk keluar tanpa luka.

Menghindar?

Hanya itu satu-satunya pilihan yang dia miliki.

Tapi, bisakah?

Dia telah menyaksikan kecepatan dan daya hancur tombak api itu.

Haruskah dia mengatakan bahwa kawah itu kebanyakan terbuat dari serangan itu? Atau mananya terkuras habis untuk menghalanginya?

Saat dia berpikir, Arov mengambil ancang-ancang untuk melemparkannya. Levina sudah bersiap untuk menggerakkan tubuhnya.

Pastinya dia akan mendapatkan luka bakar.

"Arov, matikan itu!"

"Vina, keluar dari sana!"

Di luar arena, kedua orang itu berteriak dengan keras. Arov tetap melempar tombak itu, meskipun teriakan yang menyuruhnya berhenti.

Ada pilihan lain.

Levina melirik Allya.

Serangan Arov meninggalkan rasa panas dibelakang serta bunyi dengung terbakar cepat.

Tombak api melaju cepat ke pada Levina.

Levina menatapnya sambil bergerak mundur secepat mungkin. Rasa panik naik saat dia tahu dengan kecepatannya dia tidak bisa menghindari serangan cepat yang melaju.

Dari luar, ukuran tangan mengarah ke arena.

"Earth Wall!"

Suara bergemuruh dari tanah menggetarkan arena.

Kemudian, dari bawah, muncul dua dinding dari tanah hampir bersamaan.

Api dan dinding bertabrakan dengan keras. Pecahan tanah bertebaran di udara. Ada asap mengikutinya dan bagian tengah dinding yang dekat dengan Arov terbakar, terdapat celah dalam di tengahnya. Dinding pertama, meskipun menerima dampak terbesar serangan, namun itu tidak sampai menembus seluruhnya jadi dinding kedua baik-baik saja.

Levina menghela nafas lega saat keringat dingin mengalir di dahinya.

Reith sekilas melirik orang di sampingnya. Tangannya terulur ke depan, sama sepertinya. Mulutnya terangkat tanpa sadar.

"Kau punya reflek yang bagus."

Kedua dinding memiliki penampilan yang sama dengan tujuan berbeda. Satu melindungi dan satu menahan serangan.

Allya membuat dinding untuk melindungi Levina sementara Reith membuatnya untuk menghentikan serangan Arov.

Allya segera bergegas menuju Levina.

"Terima kasih," ucap Levina dengan tersenyum.

Allya memandangi sosok Levina, dia memiliki banyak debu menempel di kulitnya, wajahnya agak pucat dan memiliki beberapa keringat. Selain itu, tidak ada hal lain. Beruntung, dia tidak menerima luka sedikitpun dari pecahan yang terlempar.

Allya mendesah lega dan pesrah.

"Kau benar-benar kehabisan ... mana?"

Kulit yang berwarna pucat dan nafas berat. Kedua itu merupakan tanda-tanda kehabisan mana.

Levina mengangkat bahunya tak berdaya, "dari awal, kapasitas manaku memang tidak begitu banyak. Aku tidak bisa apa-apa tentang itu."

"Selalu ada pilihan latihan."

"... Itu adalah salah satu hal yang penting namun tak penting bagiku."

Levina mengerutkan keningnya seolah mendengar hal yang abstrak. Allya tertawa kecil.

Dari sisi lain, Reith juga sudah sampai di dekat Arov yang tangannya masih memiliki api. "Hentikan disitu."

Kemudian penceramahan satu sisi dimulai.

"Kau punya lawan yang merepotkan. Mengapa tidak kau tolak saja," Allya berkomentar saat menatap mereka dan menggelengkan kepalanya.

"Apa boleh buat kan, dia terus mengangguku. Aku tidak bisa membaca dengan tenang kalau begitu terus," Levina mengatakan alasannya dengan sangat jelas seperti menerangkan kebenaran.

Sudah pasti. Berkaitan dengan buku lagi.

Allya sudah mengharapkan hal ini tapi tidak bisa berbuat apa-apa. Dia menggelengkan kepalanya, memutuskan untuk tidak berkomentar lebih lanjut.

Dinding yang hangus diturunkan, melihat itu Allya juga menghilangkan dindingnya.

Begitu penghalang dikedua sisi menghilang, kedua sisi tersebut saling bertatap muka.

Arov terlihat tidak puas, namun setidaknya dia tidak akan menyerang secara gegabah lagi.

Ekspresi Allya tidak senang ketika dia berbicara, "hei, apa kau sadar sudah melanggar peraturan dalam pertarungan? Jika lawan mengakui kekalahannya, maka pertarungan sudah berakhir. Tidak seharusnya kau menyerangnya."

Mirip dengan peraturan pada umumnya, pada dasarnya terdapat suatu aturan yang harus dipatuhi. Melanggar akan dikenakan hukuman.

Dimatanya, mereka berdua hanya melakukan pertarungan antarteman sehingga seharusnya tidak ada kejadian serius terjadi di antara mereka. Pertarungan belaka, untuk menetapkan yang terkuat di antara mereka.

Sebagai korban serangan, Levina berbicara dengan tenang, "sebenarnya, sebelum ini, tepatnya di pertarungan sebelumnya dia juga melanggar peraturan."

"Bernarkah?"

"Mm."

Tepatnya ketika Arov meledakkan mana dalam tubuhnya. Mengingat betapa berbahayanya dampak yang terjadi pada tubuh pemiliknya, luka yang terjadi setelahnya tidak bisa dianggap sepele.

Selama beberapa hari, Arov kesulitan mengendalikan mananya seperti biasa.

"Sekarang, pertarungan ini yang terjadi, jangan membawa-bawa pertarungan sebelumnya!"

Aib Arov dikeluarkan, tentu dia akan menyembunyikannya.

Levina menatapnya dengan pandangan aneh.

"Padahal karena kejadian itulah, pertarungan ini terjadi. Kau yang pertama kali membawanya. Jika bukan karena kau terus mengganggu, dari awal aku tidak akan menyetujui pertarungan ini."

Benar, jika bukan karena dia, harinya membaca buku akan berlalu dengan tenang.

"Sadar dirilah."

Kata-kata itu mengandung tekanan yang tak bisa dipahami oleh Reith dan Arov.

"Dia benar. Bahkan jika kau ingin bertarung, setidaknya jangan melanggar aturannya. Bukankah kau yang pertama kali mengusulkan pertarungan ini? Dimana harga dirimu." Reith yang melihat suasana memutuskan bersuara, mengkhianati Arov.

Lagipula dia benar-benar salah kali ini.

Begitu kata harga diri dikeluarkan, tubuh Arov seperti tertusuk sesuatu.

Tiga lawan satu.

Arov sendirian menanggung kata-kata menusuk itu. Tubuhnya bergetar sedikit, dia menggigit bibirnya saat mulutnya terbuka dengan susah payah.

"Hah, baiklah. Maaf."

Kata-kata yang diucapkannya tidak tulus. Arov mengucapkannya dengan setengah hati.

Setidaknya tujuannya telah tercapai. Dia tidak akan memikirkan kekalahan itu lagi karena dia sudah memastikannya, meski akhirnya tidak sesuai keinginannya.

Tentu saja, Reith menyadari kelakuan Arov.

Dia tersenyum-menyeringai- pada Arov.

"Kalau kau memang bersungguh-sungguh meminta maaf, bagaimana jika kau membereskan arena ini?"

Hangus, pecahan batu berserakan, arena itu jelas berantakan dengan beberapa kawah mini terbentuk..

"Lagi pula kau melanggar peraturan kan? Sekarang hadapi konsekuensinya. Bagaimana?" Reith mengucapkannya dan meminta pendapat Allya dan Levina.

Memang, sarannya bisa diterima.

"Tidak masalah."

"Yah , lagipula bukannya sudah jelas dia harus melakukannya?"

Mereka semua setuju.

Kecuali Arov sang korban, terdakwa, dan pelanggar.

Lalu, mereka bertiga berjalan keluar dari Arena, meninggalkan Arov.

"Sebelumnya, reflekmu saat mengeluarkan dinding pelindung tadi sebelumnya sangat cepat. Aku hampir tidak bisa mengikutinya," kata Reith dengan senyuman.

"Itu bukan sesuatu yang besar. Aku hanya berpikir untuk melindungi Levina sesegera mungkin."

Reith mengangguk-angguk paham.

"Lalu, bagaimana pendapatmu tentang bertarung denganku?"

Mereka berdua berhenti mendengar ucapan Reith. Pandangan tidak percaya diarahkan padanya.

"Kau, ini, apa kau suka bertarung atau kau tertular dengan si merah gegabah itu?"

Reith bingung.

"Si merah gegabah ... Ah, maksudmu itu Arov? Ini tidak ada hubungannya dengan dia, aku benar-benar tertarik dengan kemampuanmu tadi. Jadi, pertarungan itu, kau tidak mau?"

Allya berpikir sejenak. Ide tentang melawan keluarga Boulder tidak begitu buruk juga. Dia mengangguk singkat.

"Baik, tapi pastikan untuk menaati peraturannya."

"Tidak perlu khawatir."

Levina menatap kedua orang itu.

Awal sekolah ada kegiatan bertarung untuk seluruh kelas. Teman Levina, Allya- juga sudah bertarung. Selain itu, seseorang tertentu mengajaknya untuk bertarung ulang. Bahkan dia juga mendengar desas-desus adanya pertarungan antar kelas.

Baru-baru ini dia juga habis bertarung.

Sekarang, katanya kedua orang di depannya ingin melakukan pertarungan?

Apa-apaan.

Dia dalam perenungan yang dalam.

Kuharap aku tidak salah memilih sekolah.