webnovel

Liku Kehidupan

Fakta pengkhianatan sang ayah membuat Alena hancur hingga gadis itu memutuskan pergi membawa amarah serta dendam yang berkobar didalam dada. Setelah 10 tahun berlalu Alena kembali ke negara asalnya untuk bekerja disalah satu rumah sakit disana. Ditengah menyembuhkan luka Alena bertemu Elang, seorang dokter obgyn ditempat ia bekerja. pertemuan setiap hari ditambah sikap perhatian dan ramah Elang membuat Alena merasakan perasaan yang berbeda. Ditengah kedekatan mereka masa lalu Alena datang mengingatkan rasa sakit yang perempuan itu coba lupakan. Elang yang merasa aneh dengan sikap Alena berusaha menggali informasi tentang masa lalu perempuan itu. Hingga suatu saat Alena bersedia menceritakan semua padanya, membuat Elang memiliki keinginan menghapus luka itu. Seiring waktu berjalan Elang merasa perjuangannya tak sia sia melihat Alena yang kini mulai terbuka dengan keluarga perempuan itu.

Miracle_Blue · Teenager
Zu wenig Bewertungen
14 Chs

10.Malam Minggu

Alena masih termenung dibalkon kamarnya setelah kepergian Rama sepuluh menit yang lalu, matanya awas menatap langit yang di penuhi gemerlap bintang bintang dan bulan yang menggantung indah di langit malam.

Ia ingat dulu saat mamanya masih ada mereka sering menghabiskan malam diteras rumah menunggu papa pulang juga untuk mengagumi ciptaan tuhan dan berbagi cerita. Ia yang memang dulu cerewet selalu menceritakan dan menanyakan apapun pada mama yang ditanggapi dengan penuh kesabaran. Mengingat dulu ia jadi merasa kesepian sekarang, malam malam yang ia lalui kini penuh dengan kesakitan juga kebencian. Tak banyak yang tau memang kalau ia masih sering menangis diam diam, hanya bang Rama yang beberapa kali memergokinya saat ia masih tinggal di rumah bunda dulu.

Mengingat itu Alena menghembuskan nafasnya kuat, masih tak percaya dengan hidup yang kini ia jalani. Bahkan papanya tak pernah berusaha menemuinya selama ia kembali lagi ke Jakarta, entah mungkin papanya sudah bahagia dengan keluarga barunya dan melupakan dirinya atau karena rasa bersalah yang begitu besar sampai tak berani menemuinya, namun ia memilih untuk tidak peduli walau disudut hatinya yang lain merasa tersisihkan dan tak diinginkan.

Ponsel yang berdering menyadarkan Alena dari lamunannya, ia mengambil benda pipih itu cepat dan langsung mengangkatnya.

"Selamat malam tuan putri"

Sapaan di sebrang sana membuat Alena mau tak mau menarik kedua sudut bibirnya, merasa aneh dengan panggilan baru yang disematkan Elang padanya.

"Selamat malam juga"

"Aku yakin kamu belum makan, keluar yuk sekalian jalan jalan malam"

"Saya gak mau ah dok kalau jalan jalan maunya naik mobil"

Candanya yang membuat Elang terkekeh pelan.

"Masa sih saya tega ngajak anak orang jalan kaki malem begini, dan jangan panggil saya dokter saat kita diluar rumah sakit oke karena kita sudah sepakat waktu itu"

"Terus saya panggil apa? Kalau Elang terkesan gak sopan karena dokter lebih tua dari saya"

Kata Lebih tua yang ditekankan Alena membuat Elang mendengkus jengkel, tadi sore saja perempuan itu menangis dengan tak tau malunya dan sekarang Alena berani menggodanya. Secepat itukah mood perempuan berubah?

"Kalau begitu mas, biar kalau kita kalau sudah nikah nanti kamu gak kaku manggilnya"

Alena cemberut walau ia tahu Elang tak akan melihatnya

"Gak ah, emang kita bakal nikah lagian lebih nyaman panggil dokter biar keliatan keren"

Alena terkikik geli ia sangat yakin disana Elang pasti jengkel dengan sikapnya barusan. Biarlah sekali kali menggoda tak salah kan.

"Saya di depan rumah kamu. Gak ada inisiatif buka gerbang gitu"

Alena membulatkan matanya lalu mengarahkan pandangannya kearah gerbang rumahnya, dan benar mobil Elang terparkir disana. Bagaimana bisa? Padahal ia tak mendengar deru mobil saat panggilan masih berlangsung atau laki laki itu sudah lama berada disana.

"Gak usah kaget gitu, sekarang siap siap sana dan gak ada penolakan"

Dan sekarang Elang tau ia kaget, apakah laki laki itu cenayan.

Klik

Panggilan yang diakhiri sepihak membuat Alena mendengkus kesal, laki laki itu selalu pemaksa dan semaunya sendiri.

Namun tak urung Alena mengganti pakaian dan mengambil tas Selempang miliknya.

Saat berada di ujung tangga ia melihat Rama sedang menatapnya dengan alis terangkat sebelah, mungkin heran dengan ia yang sudah rapi dan terlihat akan pergi.

"Kemana dek malem malem begini? kamu gak lupa kan ini weekend dan Abang yakin kamu gak punya pacar buat diajak malem mingguan"

Ucapan bernada santai namun terdengar menyebalkan di telinganya itu membuat Alena ingin sekali melempar flatshoes yang ia kenakan kearah sang Abang yang sedang memasang tampang polos menatapnya. Lelaki kurang perhatian itu selalu berhasil membuatnya jengkel, sikap menyebalkan abangnya ini tak pernah gagal membuat taringnya keluar.

"Emang kenapa kalau aku malem mingguan dan jangan kira aku jomblo gak laku kayak Abang"

Alena berujar sinis tak mau dibilang jomblo, memang itu kenyataan tapi kata jomblo terlihat menyebalkan menurutnya.

"Bwhahahah ..... "

Memilih tak peduli Alena melenggang pergi begitu saja setelah meraih tangan kanan sang Abang untuk ia cium yang membuat Rama kicep dan melotot sebal.

Adiknya itu memang tak ada sopan sopan

nya sama sekali. Namun senyum misterius terlihat menghiasi wajahnya, Rama senang setidaknya adiknya Alena sudah mau berinteraksi dengan laki laki lain setelah belasan tahun terakhir menutup diri dari yang namanya kaum lelaki.

Elang memang cocok menghadapi sikap Alena yang sering berubah seperti cuaca.

****

"Kita mau kemana?"

Pertanyaan to the point itu dibalas Elang dengan gelengan pelan, membuat Alena menaikkan sebelah alisnya binggung dengan sikap yang ditunjukkan laki laki disampingnya ini.

"Terus kenapa ngajak jalan kalau gak tau mau kemana. Lebih enak tidur dirumah, kalau begini kan gue jadi sia sia dandan"

Dumelan rendah yang terdengar di telinganya itu membuat Elang mengulum senyum geli, perempuan ini selain cenderung abai juga bisa cerewet ternyata.

"Duduk anteng tuan putri dan jangan ngedumel nanti cepat tua"

Alena memutar bola matanya malas namun juga tak berniat membantah, perempuan itu memilih diam dan mengarahkan tatapanya ke depan mengamati jalanan yang terasa padat. Jujur ini kali pertama ia keluar untuk malam mingguan sejak kepindahannya ke Jakarta, sebenarnya memang dia tidak terlalu suka menghabiskan malam Minggu diluar karena dirasa membuang waktu. Alena lebih senang membaca novel atau melakukan kegiatan yang lain dirumah.

"Kita sudah sampai, silahkan turun tuan putri"

Alena tersentak kaget dengan keberadaan Elang yang tengah membukakan pintu untuknya, sejak kapan laki laki itu berdiri disana bahkan ia tak menyadarinya, keasyikan melamun membuatnya kehilangan fokus.

"Kita mau makan disini? Ramai Elang"

Bisikan pelan dengan remasan di tanganya itu membuat Elang menghentikan langkahnya, ia menoleh kesamping menatap Alena yang juga tengah menatapnya dengan wajah ditekuk.

"Karena nasi goreng disini enak, saya dulu sewaktu masih kuliah sering mampir ke

sini. Dan saya yakin kamu bakal suka juga. Ayo"

Tarikan pelan membuat Alena mau tak mau mengikuti langkah laki laki di depanya ini, ia memilih mencari tempat yang kosong dan membiarkan Elang memesan makanan untuk mereka.

"Tiap hari rame begini?"

Elang mengalihkan perhatiannya pada wanita didepannya ini setelah membalas pesan yang masuk ke ponselnya.

"Rame sih tapi gak serame ini, mungkin karena malem Minggu jadi lebih banyak yang jajan diluar"

"Yang dirumah kamu tadi sore sepupu kamu?"

"Oh bang Rama, iya anaknya kakak dari mama aku. Kenapa?"

"Engga, kayaknya kalian Deket banget"

"Emang deket karena dari kecil kita sama sama"

Elang tertarik dengan ucapan yang dilontarkan Alena barusan, ini kesempatannya untuk menggali informasi tentang kisah hidup wanita di depannya ini.

"Yang saya tau kamu diluar negri selama ini, dan baru pindah saat ada rekomendai kerja ke rumah sakit?"

"Ya, aku tinggal sama keluarga bunda Maya selama ini"

"Keluarga kamu?"

Alena menghembuskan nafasnya pelan dengan wajah tertunduk dan Elang yang menyadari itu merutuk dalam hati menyalahkan mulutnya yang selalu bertanya tanpa berfikir dulu.

"Mamaku meninggal dan hubunganku dengan papa dari dulu gak terlalu baik. Jadi ya begitulah"

"Sorry saya gak bermaksud .. "

"Santai aja saya gapapa kok mas"

"Mas?"

"Iya, mas. Kenapa? Ada yang salah?

Elang tersenyum lebar. Secepatnya ia menggeleng cepat menyanggah pertanyaan Alena.

"Enggak, berasa suami istri aja dipanggil mas"

Setelahnya Elang tertawa terbahak dengan pemikirannya sendiri membuat banyak pasang mata menatap mereka dengan binggung. Alena yang menyadari hal itu mencubit kuat lengan laki laki itu membuat sang empu mengaduh kesakitan.

Laki laki didepannya ini apakah urat malunya sudah putus? dia seorang dokter dan saat ini bertingkah seperti bukan Elang yang ia kenal saat di rumah sakit.