"Apa? Kau ini sebenarnya siapa?"
Merasa terkejut, karena ada yang tahu identitas Pangeran Jeelian atau Bee, Virna mundur.
Gadis itu merasa was-was. Pria ini manusia atau bukan? Kenapa dia tahu sesuatu yang manusia saja tidak tahu?
Jati diri Pangeran Jeelian, hanya dia yang tahu dari banyaknya manusia di bumi khususnya di kota ini. Untuk sekarang, hanya dia yang tahu. Entah nanti, ketika keberadaan pria jejadian itu terlalu lama di kamarnya.
Bukan tidak mungkin akan semakin banyak orang yang akan tahu, meskipun mereka sedapat mungkin merahasiakan.
Namun untuk sekarang, hanya dialah yang tahu. Tapi, kenapa pria di hadapannya ini tahu tentang Pangeran Jeelian?
Pria itu melangkah menghampiri Virna, sedangkan Virna, melihat dirinya dihampiri, ia segera mundur sembari terus siap siaga dengan situasi apapun yang sekiranya akan menyerang dirinya.
"Tidak usah banyak bertanya! Katakan, di mana Pangeran Jeelian?"
Lelaki itu kembali bertanya, dan pertanyaannya semakin membuat Virna was-was.
"Aku tidak mengerti, apa yang sedang kamu bicarakan! Aku tidak paham siapa itu Pangeran Jeelian? Kau sedang syuting film?"
Berusaha untuk mencari alasan, agar tidak semakin dicurigai, Virna bicara seperti itu dengan nada suara yang tegas.
Tapi, pria di hadapannya menyeringai.
"Kau berbohong! Aku bisa mencium bau Pangeran Jeelian di tubuhmu! Kau pemuas nafsu dia? Wanita murahan? Cepat katakan! Di mana dia? Kalau kau tidak ingin menyesal!"
Dikatakan murahan, Virna tersulut emosi. Gadis itu paling tidak terima jika ada orang lain yang berani bicara demikian, sementara ia selama ini sangat menjaga prinsipnya untuk menjadi wanita baik-baik dengan segudang peraturan yang harus ia patuhi sendiri.
Tentu saja, jika ada yang mengatakan dirinya demikian, ia jadi merasa sangat tersinggung.
"Mulut kamu kurang ajar juga ya? Nggak sesuai dengan muka kamu yang lumayan itu! Tidak usah cari pangeran kamu itu! Aku tidak tahu!"
Virna ingin menerobos pria tersebut, karena tidak mau ada polisi yang nanti menangkap mereka lantaran dinilai membuat keributan, karena beberapa orang di sekitarnya mulai memperhatikan apa yang mereka perbuat.
Yang benar saja! Belakangan ini, ia sudah banyak dapat masalah, jika ia tidak mengalah dulu, ia pasti akan dapat masalah kembali.
Tidak! Ia tidak mau, karena itulah. Virna memutuskan untuk menarik mundur serangannya.
Meski sebenarnya ia bisa ilmu bela diri, tetap saja Virna bisa menilai, lelaki yang mencegatnya ini memiliki ilmu yang sepertinya tidak bisa diremehkan.
Tapi, niat Virna yang ingin melarikan diri, tercium oleh pria tersebut. Ia segera menghalangi gerak gerik Virna dengan sikap waspadanya, hingga membuat Virna seperti terjebak dalam situasi.
"Virna! Kamu ini! Aku cari-cari malah ada di sini! Siapa pria itu?"
Sebuah suara membuat Virna dan pria tersebut berpaling.
Virna tidak bisa menahan keterkejutannya ketika tahu siapa pemilik suara yang tadi bicara.
"Pak Hanzie? Kenapa Bapak ada di sini?" tanyanya, dengan nada suara heran.
"Aku yang harusnya bertanya, kenapa kau tidak langsung pulang jika sudah pulang?"
"Saya sudah mau pulang, Pak! Tapi, pria itu menghadang saya!"
Virna berbalik untuk menunjuk lelaki yang tadi sempat berkelahi dengan dirinya.
Namun, alangkah terkejutnya Virna, ketika ternyata pria itu sudah menghilang.
"Pak! Pria tadi mana?" tanya Virna pada Pak Hanzie.
"Aku tidak tahu, tadi masih berdiri di sana!"
"Dia menghilang Pak! Dia bukan manusia!"
"Jangan sembarangan! Kita saja yang tidak melihat dia kabur, dia kabur melihatku datang, kau punya masalah dengan dia? Hutang mungkin?"
Virna mencibir. Hutang? Ah, bulan ini dia memang sudah banyak hutang. Tapi, bukan berarti dia berhutang ke semua orang. Dia hanya berhutang pada Morin dan Pak Hanzie saja.
Mana mungkin dirinya justru berhutang segala dengan pria asing?
"Saya hanya berhutang pada Bapak, dan Morin, tidak berhutang dengan siapapun lagi, mana mungkin saya berhutang pada orang yang tidak saya kenal, pria tadi tiba-tiba menyerang saya, tanpa menjelaskan apapun."
"Ohya? Berhutang dengan Morin juga? Luar biasa kamu! Hanya untuk belanja tidak karuan, kamu sampai berhutang seperti itu? Aku pikir, kamu itu wanita yang berbeda, tidak suka berleha-leha, tapi ternyata kau sama saja dengan wanita kebanyakan!"
"Apa maksud Bapak? Bapak pikir, saya berhutang untuk belanja tidak karuan? Bapak pikir saya seperti itu? Rela berhutang untuk shopping, dan makan berlauk garam saja?"
Virna lama-lama kesal! Tadi, dia di-cap wanita murahan, sekarang dikatakan wanita yang suka berleha-leha!
Benar-benar sebuah hal yang tidak pernah ia bayangkan sebelumnya. Kesialan belakangan ini menghampiri dirinya bertubi-tubi.
"Tidak berhutang untuk shopping? Lalu, itu apa? Kau berhutang padaku? Tapi, kau bukan membeli pakaian dalam milikmu sendiri, tapi membelanjakan lelaki! Kamu memelihara pria berondong?"
Paras Virna berubah. Sebenarnya, ia kesal dengan sederet ucapan yang keluar dari mulut bosnya.
Tapi, ingin membantah ia tidak bisa. Tidak bisa membantah karena tangannya memang sedang menenteng plastik berlogo toko pakaian khusus pria.
Bagaimana mungkin ia menjelaskan apa yang dituduhkan oleh sang bos, sementara baju yang ia beli itu untuk Bee?
Sedangkan ia tidak boleh membeberkan apapun, menyangkut pria jejadian di kamar kostnya tersebut.
Ini membuat Virna benar-benar merasa sangat tertekan. Tertekan, ingin mendebat sang bos karena bos-nya itu dinilainya sudah keterlaluan, tapi ia tidak melakukan hal itu karena terjebak situasi.
"Baju ini bukan untuk siapa-siapa. Saya membelikan baju ini untuk kerabat saya...."
"Kau bilang setelah musibah kebakaran itu, kau tidak punya kerabat? Kau berbohong lagi?"
Mati aku! Kenapa juga Pak Hanzie sampai ada di sini sih? Kalau kayak gini gimana? Aku harus gimana? Kalau dia bukan bosku, tentu aja aku nggak akan sulit untuk menghadapinya, tapi dia bos, aku nggak mau dipecat karena sekarang aku banyak hutang....
Virna berkata seperti itu di dalam hati.
"Iya, benar. Ini, ini pesanan orang sebelah, dia nitip Pak, nanti uangnya diganti!"
Sebuah alasan bodoh diucapkan Virna. Otaknya sekarang tidak bisa berfikir jernih untuk mencari alasan, hingga alasan bodoh seperti itu yang ia katakan untuk menjawab sederet pertanyaan bos-nya.
Dan celakanya, ketika Virna bicara demikian wajah Parjo berkelebat. Apa-apaan ini? Sebaik itukah dirinya hingga ia mau dititipi oleh lelaki yang selalu cari gara-gara dengannya itu? Bah!
"Pria yang naik ke beranda belakang kost kamu yang ingin mengganggu jemuran kamu itu? Kamu berlaku akrab dengan dia?"
Pertanyaan Pak Hanzie semakin membuat Virna muak seketika. Karena akibat ucapan bos-nya itu, wajah Parjo semakin nyata meraja di benaknya!
Note: Terkadang perbuatan baik kita tidak selalu dipandang baik oleh orang lain, tetaplah berbuat baik, karena Tuhan tidak tidur untuk melihat segalanya.
(Apakah Virna akhirnya berterus terang tentang adanya Bee di kamar kostnya? Stay terus di sini untuk tahu kelanjutan ceritanya ya terimakasih sudah membaca)