webnovel

KUCING AJAIB

Bagaimana rasanya jika saat membuka mata, tiba-tiba saja, kucing yang dipeluk berubah menjadi seorang pemuda tampan? Shock, kaget, dan lain sebagainya menyerbu perasaan! Begitulah yang dialami seorang gadis polos bernama Virna, seekor kucing yang ia temukan nyaris mati, dan ia pelihara tiba-tiba saja suatu hari tanpa sebab dan alasan berubah menjadi seorang pemuda tampan, dan mengaku dirinya seorang pangeran dari dunia fantasi! Virna yang bahkan belum pernah pacaran dibuat kalang kabut karena harus satu rumah dengan kucing yang berubah menjadi manusia! Ketika Virna ingin mengusir pemuda itu, pemuda tersebut berkata, "Aku akan pergi, tapi bisakah kamu membantuku, agar aku bisa kembali ke duniaku?" Mampukah Virna membantu kucing ajaib itu kembali ke dunianya? Apakah kebersamaan mereka tidak menimbulkan sebuah perasaan cinta, hingga perpisahan mereka suatu hari akan berjalan lancar? Mengapa seorang pangeran bisa berubah menjadi seekor kucing? Baca yuk sampai tamat. Author Mithavic Himura Desain Cover : Beruang

MithavicHimura · Fantasie
Zu wenig Bewertungen
439 Chs

NILAI AKU!

"Kenapa aku berubah jadi kucing lagi?"

Pangeran Jeelian yang sudah berubah kembali menjadi seekor kucing abu-abu, bicara demikian di dalam hati.

Beberapa hari menjadi seorang manusia, membuat Pangeran Jeelian jadi lupa bagaimana caranya beradaptasi dengan tubuh seekor kucing.

Untuk sesaat, pria itu hanya bisa berbaring. Tubuhnya yang tertutup celana yang tadi ia pakai ketika masih menjadi manusia diluruskannya.

Pangeran Jeelian, tidak bisa melakukan apapun, selain berbaring. Rasanya, benar-benar seperti habis dikuliti hidup-hidup! Sakit sekali.

Bagaimana bisa melakukan sesuatu? Sementara, sekujur tubuhnya terasa sakit dan begitu membuat dirinya tidak bisa melakukan apapun selain hanya bisa berbaring, tidak berdaya!

Di waktu yang sama, Virna yang sudah sampai di tempat ia bekerja segera meletakkan tasnya di loker khusus karyawan.

Sejak tadi, bibirnya komat-kamit. Hingga sopir angkot saja mengira dirinya seperti merapal mantra.

Virna bahkan tidak memperdulikan pandangan orang-orang yang melihatnya aneh, memperhatikan dirinya yang komat kamit seperti itu.

Sebal sekali dia. Jika saja tidak mengingat Bee adalah pria jelmaan. Sudah ia hajar habis lelaki itu agar hatinya puas.

"Vir, kenapa?" tanya Morin melihat wajah Virna yang terlihat semrawut padahal hari masih pagi.

"Aku kesal!" kata Virna dengan wajah bete.

"Tau, kesal. Yang bilang kamu lagi seneng siapa? Muka kayak gitu, dibilang seneng?"

"Kayak gitu? Aku bahkan belum siap-siap kerja, udah dibuat kesal aja sama itu orang!"

"Siapa, Bang Parjo?"

"Bukan, itu..."

Virna lekas menekap mulutnya. Hampir saja ia keceplosan untuk menyebut Bee.

Morin menatap wajah Virna dengan tatapan mata menyelidik.

"Dengan siapa? Ada pria lain yang bikin kamu kesel begini selain tetangga kamu itu?"

"Ah, enggak. Itu, emang tetangga aku, bikin kesal."

"Sampe kamu polos kayak gitu?"

"Polos?"

"Lihat muka kamu. Tanpa bedak, rambut kamu, astaga. Mirip ibu rumah tangga yang lagi sibuk ngurusin anak selusin tapi, diminta suami buat belanja kebutuhan rumah tangga!"

Virna mencibir mendengar kata-kata yang diucapkan oleh Morin.

Tapi, jika dipikir-pikir benar juga. Selama ia bersama Bee, rasanya ia seperti berubah menjadi ibu rumah tangga.

Sibuk mengurus ini dan itu, sampai diri sendiri tidak terurus. Lelaki dari negeri fantasi itu benar-benar bisa membuat dunia Virna jadi berubah. Benar-benar di luar dugaan.

Morin memerintahkan Virna untuk memoles wajahnya dengan bedak. Jika Pak Hanzie melihat wajah polosnya Virna, meskipun bukan berarti tanpa bedak, Virna terlihat jelek, tetap saja bos mereka akan mengeluarkan ceramah panjangnya untuk Virna karena dinilai tidak perhatian dengan penampilan.

Virna menurut. Dengan make up tipis andalannya, ia "memperbaiki" wajahnya.

Beberapa saat kemudian, gadis itu sudah selesai, tapi Morin tetap tidak puas melihat wajah sahabatnya itu yang dinilainya berbeda seperti Virna yang ia kenal.

"Ada yang kurang? Bedak aku, nggak rata?" tanya Virna merasa heran, Morin memperhatikan dirinya seperti seseorang yang ingin menagih hutang.

Apa jangan-jangan sahabatnya ini ingin ia membayar hutang? Bukankah belum gajian?

Hati Virna seenaknya berprasangka.

"Mata kamu! Lingkaran mata kamu itu, lho, Vir. Kelihatan banget kalau kurang tidur. Kamu, begadang terus tiap malam?"

Pertanyaan Morin membuat Virna terdiam untuk beberapa saat.

Bagaimana bisa tidurnya nyenyak? Satu kasur dengan pria tampan seperti Pangeran Jeelian, membuat Virna jadi tidak bisa tenang memejamkan mata.

Ingat Pangeran Jeelian, Virna kesal lagi. Gadis itu langsung merapikan rambut yang ia kuncir satu itu segera, sebelum akhirnya mengajak Morin untuk keluar ruang karyawan itu.

"Aku nggak begadang, aku cuma susah tidur!"

"Ada yang dipikirkan?"

Morin tidak pantang menyerah untuk menyelidiki.

"Banyak! Salah satunya hutang aku!"

"Kan, belum gajian. Nggak papalah. Jangan dijadikan pikiran, kasian itu body makin menyusut!"

Tadinya, Morin mengatakan itu hanya sekedar untuk bercanda. Akan tetapi, ternyata Virna menanggapi kalimatnya dengan serius.

Gadis berponi itu mendadak suram. Sisi ceria Virna lenyap seketika. Dan, kelihatannya belakangan ini Virna seperti berubah menjadi seorang wanita berumur dengan segudang masalah berat yang membelitnya.

"Rin, menurut kamu, aku ini gimana?"

Pertanyaan Virna membuat Morin jadi bengong seketika.

"Kamu, gimana? Apanya?"

"Ya, aku! Aku gimana? Badan aku, muka aku, pokoknya aku!"

Virna seperti terserang baby blues, ketika mengucapkan hal demikian. Wajahnya yang biasanya riang seperti bocah berumur 5 tahun, sekarang seperti seorang wanita terbelit hutang satu milyar.

Sedangkan Morin? Tidak tahu harus berkata apa. Tapi, ia memperhatikan juga Virna dari ujung rambut sampai ujung kaki.

"Kamu itu cantik, riang, pekerja keras, tidak cengeng, walaupun sedikit nyebelin kalau ngomong nggak ada rem."

Virna mencibir mendengar ujung kalimat yang baru saja keluar dari mulut Morin.

"Nggak ada rem, ya? Blong?"

Morin tertawa kecil mendengar pertanyaan Virna.

"Iya, kan? Kamu kalau udah ngomong bisa lupa makan, tapi kalo udah diam jadi lupa ngomong, aneh tau!"

"Aku tau kalau itu, tapi yang aku mau itu pendapat kamu tentang tubuh aku, fisik aku, gitu. Paham, nggak sih?"

"Paham! Yang nggak aku paham itu, kenapa kamu jadi nanyain hal gituan? Ada yang mencela fisik kamu emang?"

Kalimat "tidak tertarik" yang entah sudah keberapa kali diucapkan oleh Pangeran Jeelian terngiang di telinga Virna. Benar-benar membuat Virna seperti ingin menelan batu bata.

Tapi, kenapa juga dia terpancing dengan pendapat pria jelmaan itu?

Kenapa ia merasa sesak dan repot? Pangeran Jeelian bukan siapa-siapanya. Bukankah Parjo juga sudah sering mengatainya semenjak ia menolak kencan lelaki tersebut.

Mengatai fisiknya. Tapi, ia tidak merasakan sesuatu yang sesak seperti sekarang. Namun kenapa, ketika Pangeran Jeelian yang mengatakan kalimat tersebut, ia bahkan tidak bisa mengabaikannya?

Ini aneh!

"Bisa nggak? Kalau aku nanya, kamu nggak usah balik nanya, aku bingung mau jawab apaan!" protes Virna masih dengan bibir yang ia majukan secara sengaja.

"Ya, kalau kamu minta aku kasih pendapat fisik kamu, aku bilang kamu itu perfect, aku suka liat body mungil kamu itu, awet muda jadinya, terus biar kecil, kamu juga punya bokong yang berisi, dan...."

"Dan, apa?" tanya Virna tidak sabar, sekaligus was-was.

"Kamu punya dada yang ideal ukurannya, jadi menurut aku kamu cukup ideal kok, walaupun...."

Lagi-lagi, Morin menggantung ucapannya.

Membuat Virna semakin frustasi.

"Walaupun apa, Rin! Kalau ngomong yang jelas, dong! Aku sakit jiwa dengarnya!"

"Aku yang sakit jiwa karena pertanyaan kamu tau!" semprot Morin sebal.

"Terus, aku mau nanya sama siapa? Masa Pak Hanzie? Ya, mana mau dia jawab hal gituan?"

"Aku setuju dengan kata Morin tadi, semua yang kamu miliki itu sudah perfect, hanya saja kalau Morin bilang kamu punya satu kata walaupun, mungkin aku punya beberapa kalimat walaupun, untuk kamu, mau mendengarkannya?"

Virna dan Morin seketika berbalik, keduanya terkejut ketika tahu siapa pemilik suara yang tadi tiba-tiba saja ikut campur dalam pembicaraan mereka.

"Pak Hanzie?"

Morin dan Virna serempak menyebut nama pemilik suara yang tadi mengatakan hal demikian.

Sedangkan seseorang yang tadi ikut campur dalam pembicaraan antara Morin dan Virna hanya tersenyum sinis.

"Aku bisa kok jawab pertanyaan itu," katanya dengan tampang seperti ingin membunuh....

Note: Orang yang bisa menilai kita dengan jujur, adalah orang yang peduli dengan kita, dibandingkan yang hanya mengucapkan hal manis tapi ternyata itu pahit.

(Apakah Pak Hanzie akan menghukum Virna dan Morin? Stay terus di sini untuk tahu kelanjutan ceritanya ya terimakasih sudah membaca)