webnovel

Kennath&Nadhia

Ini cerita hidupku, bukan hanya cerita tentang dia. Ini lebih dari itu melibatkan persahabatan dan perkelahian yang membuatku menyadari kalau semua pengalaman hidup itu penting. Aku selalu ingin ada sedikit tantangan di hidupku, karena hidup normal itu membosankan. Namun saat bertemu dengannya ini bukan lagi sedikit. Bagaimana jadinya jika aku anak sederhana yang tak tahu cara mengutarakan perasaanku dipertemukan dengan sosok laki-laki yang mampu merubah hidup ku 180 derajat.

novafa · Teenager
Zu wenig Bewertungen
13 Chs

Bara si bipolar

"LEPAS!" aku menghentakan tanganku, namun tanganku masih setia digenggam Regan.

"Gan, lepas" Kennath menepuk pundak Regan tatapannya tak lepas dariku, kenapa harus Kennath yang menyuruh? Padahal aku berharap itu Bara.

"Gak asik lo" ujar Regan menatap mataku sayu.

"Sok asik lo!" Balasku lalu pergi ke luar kelas.

Bara men-sejajarkan langkahnya dengan langkah kaki ku yang cepat, "kok ke arah tangga nadh? Kan belum selesai bagiin soalnya" ujar Bara, namun aku trus berjalan cepat.

"Nadh?" Aku sontak berhenti membuat Bara berdiri di depanku.

Aku mendongak menatap Bara kesal, bagaimana tak kesal. Harusnya Bara melakukan yang dilakukan Kennath.

"Bagiin aja sendiri!" Ini pertama kalinya aku berkata ketus ke Bara.

"Marah ya nadh?"

Iyaa Bara.

"Enggak!" Aku mengalihkan pandangan ke samping Bara, agar tak terlihat berbohong.

"Gue gak tau kalo di kelas itu ada geng nya Kennath, kalo tau gue gak bakal biarin lo masuk bareng gue kaya tadi" ujar Bara pelan, kata-kata itu sukses membuat amarah ku mereda.

Namun aku tetap diam. Tak memandang Bara, aku sedikit canggung saat ditatap Bara seintens ini.

"Maaf ya nadh, kalo lo mau balik ke kelas gak papa kok. Gue bisa bagiin soalnya sendiri"

Aku menatap Bara ragu-ragu, wajah Bara yang tenang itu membuatku tak bisa untuk menolak. Atau karena aku sudah suka dengannya jadi semua omongannya aku iya kan?

"2 kelas lagi kan?" Tanya ku. Suaraku sudah normal kembali.

Bara mengangguk, "yaudah ayo" finalku.

Bara tersenyum lebar, stop Bara itu membuat jantung ku berdegum kencang.

Setelah membagikan soal ke ke dua kelas aku dan Bara menuju kantin, karena ini masih jam kosong jadi kantin lumayan ramai.

"Mau beli apa nadh?" Tanya Bara saat kita di stand jualan mak Ela.

"Es Milo" jawabku.

Bara memberikan es milo itu ke aku, ketika aku ingin memberi uang ke Bara untuk membayar bara mendorong tanganku.

"Enggak usah, gue traktir karna lo udah nemenin gue ngejalanin tugas"

Aku mengangguk, kapan lagi ditraktir Bara.

Ketika aku membalikan badan, aku hampir bertabrakan dengan Izzan kalau saja aku tak siap berhenti.

"Eh mumpung ada lo nadh, nanti pulang sekolah kelas lo yang ikut basket putri kumpul di lapangan"

"Semuanya?"

"Enggak. Perwakilan aja, minimal 2 orang" jawab Izzan, aku mengangguk.

Aku menoleh ke kanan dan kiri mencari Bara, sampai pandanganku berhenti ketika Bara sedang mengobrol dengan Aril.

Aku merasa aneh ketika Bara terkadang bersikap cuek denganku namun sewaktu-waktu bisa membuat jantungku berdetak kencang.

"Nadhia!" Aku menoleh saat ada yang memanggil namaku.

Aku menemukan Ninda. Teman dekat waktu aku kelas 10, ia berjalan ke arahku dengan teman-teman barunya.

"Sama siapa ke kantin?" Tanya Ninda.

"Sama Bara" jawabku pelan.

"Kamu Nadhia yang di bbm itu kan?" Tanya perempuan di samping Ninda, aku memperhatikan wajahnya dengan seksama. Anaknya manis, tubuhnya tinggi, mempunyai gigi kelinci dan berkulit putih.

Aku baru ingat! "Anya?" Tanyaku meyakinan kalau ini adalah Anya, aku sama sekali tak kenal Anya saat kelas 10 tapi kita kenal dekat di sosial media.

Anya mengagguk, aku tak mengiri kalau ternyata Anya lebih cantik aslinya dari pada di foto. "Kamu sekelas Ninda?" Tanyaku.

"Iya"

Aku tersenyum lebar ke Anya, senang mempunyai teman baru.

Sedetik kemudian aku berasa bahuku dipegang, aku sontak menoleh menemukan Bara yang membawa gelas berisi kan es teh.

"Mau disini atau ke kelas?" Tanya Bara

"Ke kelas" jawabku lalu aku menoleh ke Ninda dan lainnya. "Aku duluan ya" pamitku.

"Kangen kaya dulu nadh" ujar Ninda. Jujur aku juga rindu masa-masa kelas 10.

Aku tersenyum simpul, "kangen juga nin."

"Kapan-kapan main ke rumah aku lagi ya, bareng-bareng Dinda sama Nayya juga" ajak Ninda.

"Iya nin, pasti!" Jawabku yakin.

"Aku duluan ya nadh, mau beli nasi goreng mak Ela"

Aku mengangguk lalu Ninda dan lainnya meninggalkan aku berdua dengan Bara.

"Ayo nadh ke kelas" ajak Bara.

***

"Tadi kamu ngomong apa aja sama Bara?" Bisik Nayya saat pelajaran bu Meidah sedang berlangsung sunyi.

"Gitu-gitu aja," jawabku acuh. Aku sedang fokus mengerjakan tugas.

"Kok enggak ada kemajuan sih nadh?" Aku melirik Nayya malas, bagaimana ada kemajuan Bara saja tak peka.

"Harusnya kamu lebih giat lagi deketin Bara"

Aku mendelik ke Nayya, "bukan aku banget" bisikku. Aku bukan tipe perempuan yang mengejar-ngejar cowok, sekalipun aku sangat suka dengan Bara.

"Kali ini aja nadh buang gengsinya"

Aku melirik Nayya malas, dan melanjutkan pekerjaanku. Mengapa juga aku harus membuang gengsiku, kalau Bara menyukaiku juga harusnya ia bisa menerima kekuranganku.

Tapi kalau Bara diambil orang gimana? Ah tak tahu lah.

"Ohh iya, kamu disuruh ke lapangan buat perwakilan basket putri kelas ini" ujarku ke Nayya setelah selesai mengerjakan tugas.

"Sama kamu?"

Aku menggeleng kuat. "Nggak! Kamu sama Dinda aja" aku rencananya ingin pulang cepat hari ini, tak tahu kenapa.

Nayya mengangguk pasrah. Aku kenal Nayya dari TK bahkan keluargaku dan keluarga Nayya sudah saling kenal, aku juga sering main di rumah Nayya.

"AAAA!" aku berteriak kencang bahkan sampai melengking. Asli malu banget!

Ini semua gara-gara Raya yang melempar kaki seribu mainan ke mejaku, sebenarnya aku tak takut hanya kaget saja.

"Apa sih? Kenapa teriak-teriak?" Tanya bu Meidah kesal.

"Maaf bu gak sengaja" kekeh Raya.

Aku yang masih syok menatap Raya sengit. "Maaf nadh" kekehnya dengan senyumnya menampilkan lesung pipi kecil di kedua sudut bibir mungilnya.

Aku menghela napas panjang, "kaget tau ray!" Aku itu anaknya kagetan banget, udah gitu kalau kaget latah. Untung tadi aku enggak latah.

"Ayam ayam ayam!" Aku menghela napas jengah, aku tahu itu suara Kennath yang meledekku. Aku pernah kaget di depannya trus latah ayam, aku tak akan lupa kejadian itu.

Aku menengok ke belakang menatap Kennath yang menatapku tengil, ia mengucap 'ayam' tanpa suara lalu tersenyum lebar hingga matanya tak terlihat dan lesung pipinya yang panjang terlihat jelas.

Aku mendelik, aku mengepalkan tangan di depan wajahku seolah aku ingin menonjok Kennath sekarang juga.

"Ayo! Siapa yang sudah boleh maju, jawab pertanyaan di depan" titah bu Meidah guru matematika, sekaligus wakil kelasku.

Hening. Tak ada yang menjawab, bahkan Nayya yang biasanya selalu maju kedepan pun mungkam.

"Kamu gak mau maju nay?" Bisik ku ke Nayya.

"Aku takut salah," jawab Nayya.

Nayya saja yang notaben-nya anak pintar takut salah, apa lagi aku anak yang paling lemah dipelajaran matematika.

"Kalau enggak ada yang mau maju ibu tunjuk sekarang." Ini lah yang momen yang paling menegangkan, semuanya sontak pura-pura sibuk dengan bukunya tak terkecuali aku.

Bu Meidah berjalan pelan sambil membawa spidolnya menuju barisan bangku ku.

Jangan aku jangan aku.

Aku menghela napas lega saat bu Meidah berjalan melewati tempat duduk ku.

"Maju!" Aku menoleh ke belakang kiriku untuk melihat bu Meidah menyuruh siapa.

Aku bersorak dalam hati saat bu Meidah menyuruh Kennath untuk maju.

"Gak bisa bu, "albi Kennath.

"Maju aja dulu, ntar kalo gak bisa dibantuin"

Kennath maju kedepan ragu-ragu, ia menghadap ke papan tulis sambil menggaruk tengkuknya yang ku yakini tak gatal namun grogi.

Kennath melirik ke belakang menatap Irsyad seolah meminta jawaban.

"Tanya ke guru Kennath bukan teman mu" ujar bu Meidah yang sedang bersender di dinding belakang kelas sambil melipat tangan di depan dada.

"Susah bu," keluh Kennath. Sudahku duga Kennath tak akan bisa.

Aku bukannya men-judge Kennath kalau ia tak akan bisa mengerjakan matematika, tapi tak tahu kenapa kalau hal-hal yang berurusan dengan Kennath membuat ku merasa kesal, jutek, bawaannya mau marah-marah trus deh.

"Mau diajarin sama ibu atau salah satu teman mu?" Tanya bu Meidah ke Kennath.

"Temen lah bu," jawab Kennath santai.

Bu Meidah menghela napas panjang. "Yaudah pilih siapa temen kamu yang mau kamu pintain bantuan"

Kennath menggerak-gerakan matanya ke kanan dan kiri, aku menunduk saat mata ku dan mata Kennath bertemu.

"Nadhia" ujar Kennath membuatku sontak menatapnya terkejut.

Kennath dengan senyum bodohnya menggerakan dua jarinya seolah mengajak ku ke depan.

Aku menggeleng pelan ke Kennath, berharap Kennath mengerti ku kali ini saja kalau aku benar-benar tak bisa menjawab soal di papan tulis.

"Nadhia maju, Kennath butuh bantuan" titah bu Meidah. Kalau bu Meidah sudah turun tangan apa boleh buat, aku maju ke depan dengan lusuh.

Pandanganku tak lepas dari Kennath, aku mengambil spidol yang tersedia di papan tulis.

Tubuh ku sudah sepenuhnya menghadap papan tulis, Kennath juga melakukan hal yang sama.

"Bisa enggak?" Bisik Kennath menundukan tubuhnya yang tinggi sambil menulis di papan tulis.

Aku melirik saat Kennath sedang menulis sesuatu di depannya.

Aku segera menghapus tulisan Kennath dengan tanganku gusar, lalu melirik Kennath sinis. Bagaimana tak sinis Kennath menulis 'Nadhia ayam' jelas itu meledek ku.

"Ayo buruan dibantu Kennathnya Nadhia." Aku mendengar suara bu Meidah terdengar berusaha bersabar.

Aku mendekatkan tubuhku ke Kennath, "lo ngapain sih nunjuk gue? Udah tau gue gak bisa" desis ku.

"Gue tau lo enggak bisa makanya gue nunjuk lo"

Aku memejamkan mata berusaha bersabar dengan sifat Kennath yang selalu membuatku kesal.

Apa kalau dengan Airin sifat Kennath semenyebalkan ini?

Ohh ya kak Airin! "Gue bilangin kak Airin nih kalo lo di sekolah nyebelin"

Kennath tak menjawab ucapanku, aku mendongak menatap Kennath ragu-ragu. Kennath sedang menatapku sulit diartikan, seperti terkejut?

Lalu detik berikutnya Kennath membalikan bandannya, "saya sama Nadhia sama-sama enggak bisa jawab soalnya bu" ujar Kennath membuatku sedikit terkejut karena nada bicara Kennath yang dingin.

Kennath marah? Kenapa? Apa dia takut kalau kak Airin akan tahu bagaimana sifatnya kalau di sekolah?

Bagaimana jadinya kalau Nadhia memberi tahu Airin bagaimana menyebalkannya sifat Kennath ke dirinya?

Jangan bosen-bosen baca cerita aku ya, karena kalau kalian ikuti alurnya pasti bakal ngerasain sesuai ekspetisi aku! Aku sengaja dikit-dikit ceritanya karena mau membangun feel cerita ini❤

novafacreators' thoughts