webnovel

#13 Masalah Besar

"Apapun yang akan terjadi nanti, aku harus ikut membantu bos Lee, meskipun aku sendiri tidak tahu ini akan berhasil atau tidak." Langkah Sachie semakin mantap, terus berlari menuju Lee.

Ia masuk kedalam kerumunan para wartawan, dan kini berada tepat di samping Lee. Wajahnya berkeringat, rambutnya acak-acakan tertiup angin, nafasnya terengah-engah setelah berlari dari lantai 10. Semua orang pun terdiam, pandangan mereka tertuju hanya pada Sachie. Begitupun Lee, ia sangat terkejut hingga tidak bisa berbuat apa-apa. Kamera secara live menyoroti Sachie yang berusaha menutupi wajah Lee dari sorot lensa.

"Aku yang sudah melakukan penggelapan itu. Bos Lee tidak tau apa-apa. Dia tidak bersalah."

Pengakuan Sachie membuat kegaduhan, kini seluruh wartawan dan kameramen semakin tertuju padanya. Orang-orang saling berdesakan ingin melihat secara langsung siapa orang yang sudah melakukan pernyataan seperti itu.

Lee menarik lengan Sachie, membawanya berlari menjauhi kerumunan orang-orang. Sedangkan para wartawan terus mencoba mengejar mereka, dengan sorotan kamera secara langsung.

Lee pun berhasil membawa Sachie pergi menjauhi kerumunan. Kini mereka berada di dalam ruangan tangga darurat perusahaan.

"Apa yang kamu lakukan? Siapa kamu sehingga bisa seenaknya membuat pernyataan seperti itu?" Lee geram, emosinya meledak-ledak. Matanya memerah menahan amarah. Sepertinya kalau yang dihadapannya ini seorang lelaki, ia sudah akan menghajarnya.

"Maafkan saya, saya memang bukan siapa-siapa tapi saya juga bagian dari perusahaan ini. Saya ingin membela keadilan." Jawab Sachie terbata-bata dengan airmata bercucuran.

"Keadilan apa? Kamu tau apa tentang keadilan? Kamu tau apa tentang saya dan perusahaan ini? Ingat, kamu bukan siapa-siapa dan jangan pernah ikut campur urusan saya!!" Lee semakin meledak, hingga telunjuknya menunjuk-nunjuk wajah Sachie, lalu pergi meninggalkan Sachie sendiri diruangan itu.

Kini Sachie menangis hebat, ia tidak menyangka apa yang ia lakukan akan berujung seperti ini. Sekarang semua sudah terlanjur terjadi, ia menjadi pencarian orang-orang dan di benci oleh bosnya. Sungguh ini kebodohan terbesar yang sudah ia lakukan.

"Kring..." Berkali-kali ponsel Sachie berdering, berisi panggilan dari teman-teman dan keluarganya yang saat itu menyaksikan acara live di TV. Sachie enggan untuk menjawab panggilan-panggilan itu. Ia takut, bahkan ia takut untuk keluar dari ruangan. Rasa percaya dirinya hilang. Kini ia hanya menangis sekeras-kerasnya sendirian didalam ruang tangga darurat.

||

"Apa kamu lihat Sachie?" Maya bertanya hampir pada semua orang yang berada didalam kantor. Beberapa kali ia mencoba menelepon Sachie, namun tak ada jawaban. Maya jadi khawatir, takut terjadi apa-apa dengan sahabatnya itu.

"May, aku tadi lihat Sachie dibawa bos ke ruang tangga darurat." Tiba-tiba seseorang memberitahu kalau Sachie ada di tangga darurat. Tanpa berfikir panjang, Maya pun bergegas berlari ketempat itu.

Namun disana Maya tidak menemukan Sachie. Semakin khawatir, Maya pun kembali menghubungi Sachie berkali-kali. Ia mencoba mencari Sachie hingga kesudut-sudut kantor, tapi masih tidak menemukannya.

||

Sachie berjalan sendirian menyusuri jalanan yang sepi. Ia berhasil keluar dari dalam kantor menghindari para wartawan yang semakin liar mencari-cari dirinya.

Tiba-tiba seseorang dengan pakaian serba hitam dan berkacamata hitam membekam mulutnya dan membawanya ke dalam mobil sedan hitam. Sachie tak sempat berteriak, tubuhnya melemah karena pengaruh bius yang ada didalam saputangan yang digunakan untuk membekam mulutnya.

||

Kini ia berada disebuah ruangan yang entah dimana. Samar-samar ia melihat sekitar, tempatnya seperti tidak asing. Sepertinya ia pernah ketempat ini, tapi kapan? Pengaruh obat bius membuat fikirannya menjadi ling lung.

"Ternyata kamu sudah sadar nona." Ucap seseorang sambil memandang keluar jendela membelakangi Sachie.

"Aku dimana? Kamu siapa?" Sachie semakin bingung. Ia pun berusaha duduk di sofa tempatnya tertidur.

"Kamu sedang ada dirumah pewaris PT. Widjaya." Lalu orang itu berbalik dan berjalan mendekati Sachie.

"Bagas??" Sachie terpekik kaget. Ia tidak pernah tahu kalau Bagas merupakan pewaris dari PT. Widjaya, karena dulu Bagas tidak pernah menceritakan tentang perusahaannya.

"Iya nona Sachie, aku Bagas pemilik PT. Widjaya. Selamat, aktingmu sangat bagus. Sepertinya kamu suka dengan bosmu? Sampai-sampai kamu rela nama baikmu tercemar cuma untuk menyelamatkan Lee. Wah romantis yah, persis di film-film." Bagas bertepuktangan menyindir apa yang sudah Sachie lakukan.

"Mau kamu apa? Kenapa kamu tuduh bos Lee yang sudah menggelapkan uang?" Sachie marah besar, ia berteriak sambil menangis. Rasanya ingin menonjok Bagas saat itu juga.

"Kamu gak akan ngerti. Sudahlah gak usah jadi pahlawan. Pisahkan urusan cinta dengan pekerjaan." Bagas tersenyum meledek.

"Aku gak pernah nyangka ternyata kamu orang jahat!" Sachie bangun dari sofa lalu mendekati Bagas seolah ingin menamparnya.

"Tenang nona, aku bukan orang jahat seperti yang kamu fikir. Duduklah, kita bicarakan ini baik-baik." Ucap Bagas sambil menarik bangku kayu jati lalu duduk dihadapan Sachie.

Sachie pun kembali duduk sambil menghapus airmatanya.

"Sekarang gini aja, kalau kamu memang mau bosmu itu baik-baik saja, ada baiknya kamu ikuti aturan mainku. Dan aku akan bantu kamu supaya kamu juga tetap baik-baik saja. Gimana?" Bagas menegosiasi dengan nada licik. Ia mempunyai banyak maksud didalam ucapannya.

Permainan apa yang akan dia lakukan? Apapun itu, Sachie berfikir untuk mengikuti dulu permintaan Bagas, demi nama baik bosnya, perusahaan dan juga nama baiknya.

Penasaran?? Jangan kemana-mana.. Tunggu kelanjutannya...