webnovel

#10 Gendok

Sachie berjalan kembali menuju ruang kerjanya. Teman-teman lainnya masih sibuk dengan pekerjaan mereka. Sachie pun duduk sambil menopang dagu. Kini fikirannya tak sefokus tadi pagi. Ia masih terbayang-bayang ucapan bosnya Lee barusan.

"Sachie, gak istirahat?" Tanya seorang temannya yang bernama Bulan.

"Oh, sudah waktunya istirahat ya? Duluan aja, nanti aku nyusul." Jawab Sachie sambil membereskan kertas-kertas yang berserakan dimejanya.

Setelah mejanya rapi, Sachie berjalan menuju kantin sambil memegang ponselnya mengetik pesan kepada Maya.

"May dimana? Aku tunggu di kantin ya." Ketik Sachie sambil tertunduk memainkan ponselnya.

"Bruk." Sachie menubruk seseorang yang ada di depannya. Ponselnya terlempar kedinding dan jatuh kelantai.

"Aaaaa ponselku!" Sachie mencoba menyelamatkan ponselnya tapi terlambat. Ponselnya kini tergeletak dilantai dan layarnya mati.

"Apa kamu gak bisa hati-hati?" Omel Sachie sambil buru-buru mengambil ponselnya. Matanya kini berkaca-kaca karena kesal.

"Yang harusnya berhati-hati itu siapa?" Tanya seseorang yang ditabraknya tadi sambil berdiri dihadapannya.

Sachie pun mengangkat wajahnya menatap pria itu. Yahhh seperti ditakdirkan, lagi-lagi orang itu yang ada dihadapannya. Bosnya, Lee.

"Maaf pak. Saya tidak berhati-hati." Jawab Sachie lalu pergi meninggalkan Lee.

Sachie tiba dikantin dengan wajah lesu. Ponselnya tidak bisa menyala lagi. Sedangkan ia tidak mempunyai uang untuk mengganti ponsel secepat ini.

"Kenapa kok lesu gitu?" Tanya Maya saat Sachie duduk didepannya.

"Ponselku rusak." Jawab Sachie sambil sesegukan.

"Yaampun kok bisa?" Maya terkejut dan penasaran, lalu menghampiri Sachie untuk melihat kondisi ponselnya yang mati.

"Tadi aku nabrak, terus ponselnya loncat." Sachie makin sesegukan.

"Nabrak siapa?" Maya makin penasaran.

"Bos Lee." Jawab Sachie lalu terdiam.

Sekejap, Maya pun ikut terdiam. Kalau yang ditabrak bosnya, ya mana bisa Sachie minta ganti. Apalagi yang nabraknya Sachie, bukan bosnya. Itu yang ada difikiran Maya saat ini.

"Ya udah, nanti kalau gajihan kamu beli lagi aja ponselnya. Sekarang udah jangan nangis, percuma kalau yang ditabrak bos Lee kita gak bisa apa-apa." Ucap Maya memberi solusi.

"Iya." Hanya itu jawaban Sachie. Ia pun kembali terdiam sambil menekan tombol power ponselnya, berharap ada keajaiban, ponselnya bisa menyala lagi.

Suasana makan siang jadi berbeda, Sachie yang masih kesal hanya memain-mainkan makanan pesanannya. Sedangkan Maya serius dengan makan siangnya.

Selesai makan, mereka pun kembali bekerja. Meskipun Sachie sedang bersedih, tapi tekadnya untuk memiliki prestasi diperusahaan masih sangat tinggi. Ia kini lebih fokus pada pekerjaannya. Ia mulai belajar membuat desain dari teman-temannya.

Waktu sudah menunjukan pukul 17.00 dan ini waktunya ia untuk pulang kerumah. Karena ponselnya mati, ia tidak bisa memberi kabar pada Maya, dan memutuskan untuk pulang sendirian. Sebelum pulang, ia mampir kekantin untuk membeli satu cup iced cappuchino kesukaannya.

Setelah itu, ia pun berjalan menyusuri koridor demi koridor, hingga tiba di pintu keluar perusahaan. Sambil menghela nafas panjang, ia rentangkan tangannya keatas, dan kembali berjalan menuju gerbang perusahaan.

Saat ia sedang berjalan sendirian, ada sebuah mobil yang sejak tadi mengikutinya. Tapi Sachie tidak begitu memperdulikannya. Mungkin hanya karyawan yang sedang berjalan menuju gerbang juga, fikirnya.

"Hei, masuklah." Ucap seseorang dalam mobil sambil berkali-kali membunyikan klakson.

Spontan Sachie pun membalikan badan.

"Ayo masuk!" Seru orang itu. Dan lagi, lagi dan lagi, orang itu adalah Lee.

"Mau apa dia? Kan aku udah minta maaf. Kok sampe dikejar gini sih?" Sachie bertanya-tanya dalam hati. Tapi karena Lee adalah bosnya, ia pun mengikuti perintah bosnya itu.

Sachie duduk disamping Lee yang sedang menyetir mobil. Penuh pertanyaan dalam benaknya, kemana bosnya ini akan membawa dirinya?

Lee pun menjalankan mobilnya. Membawa Sachie entah kemana. Sepanjang perjalanan mereka sama-sama terdiam. Lee malah asyik menyanyi-nyanyi kecil mengikuti lagu yang ia putar di tape mobilnya.

Mereka pun berhenti di satu tempat. Dan ternyata itu pertokoan elektronik. Melihat tujuannya itu, Sachie jadi bersemangat.

"Wah! Bos Lee pasti mau membelikanku ponsel baru!" Seru Sachie dalam hati.

"Ayo turun." Ajak Lee.

Mereka pun turun dan berjalan mengelilingi pertokoan itu. Sachie melihat-lihat ponsel disana sambil memilih ponsel mana yang akan dia beli.

"Oke, kita sudah selesai. Naik mobil lagi yuk." Ajak Lee tiba-tiba. Saat itu Lee membawa sebuah goodie bag berisi belanjaan ditoko itu.

"Kita pulang?" Tanya Sachie heran. Sebab bosnya sama sekali tidak menawarkan ponsel seperti dalam bayangan Sachie.

"Iya, biar saya antar kamu kerumah. Saya sudah selesai membeli apa yang saya butuhkan." Jawab bosnya itu lalu pergi menuju mobil.

Kecewa, itu yang dirasakan Sachie. Ia fikir akan dibelikan ponsel baru. Ternyata dugaannya salah.

"Tau gini tadi mending gak usah ikut aja." Sachie mengeluh dalam hati.

Cemberut, wajah kesal Sachie tak bisa disembunyikan. Tapi sepertinya Lee tidak menyadari itu. Ia hanya terus menjalankan mobilnya tanpa melihat ekspresi Sachie yang saat itu sedang menahan tangis.

"Rumahmu dimana?" Tanya Lee datar.

"Di jalan Padjajaran." Jawab Sachie lesu.

"Oke." Lee kembali fokus dengan jalanan.

"Bos, sebenernya tadi beli apa sih? Kok harus ngakajak saya?" Tanya Sachie memberanikan diri. Lama kelamaan, Sachie jadi penasaran apa yang dibeli oleh bosnya, dan kenapa ia harus mengajak Sachie kesana?

"Oh, saya beli keperluan buat kantor. Beberapa mouse dan keyboard disana udah mulai error. Saya ngajak kamu karna tau kamu pasti naik kendaraan umum. Jadi biar sekalian aja saya anterin kamu. Gak masalah kan?"

Kini Sachie tahu semua jawabannya. Ia sudah salah tanggap. Wajahnya memerah menahan malu. Meskipun bosnya tidak tahu dengan apa yang ia fikirkan, tapi pemikirannya yang ala-ala drama Korea jadi bikin dia malu sendiri.

"Plis Sachie, ini dunia nyata. Cuma kebetulan aja kamu punya bos keturunan Indo Korea. Jangan ngarep bakal sama kaya drama Korea oke?" Sachie berbicara pada dirinya sendiri, menasehati seolah ia adalah orang lain.

"Disini aja pak. Biar saya jalan kaki aja kedalemnya." Ucap Sachie tiba-tiba saat mereka sampai di jalan Padjajaran.

"Oh, oke. Hati-hati ya. Terimakasih sudah mengantar saya sebentar."

Sachie mengangguk lalu turun dari mobil, bosnya pun berlalu begitu saja.

"Kenapa ya tiap ketemu orang itu, aku pasti gendok terus?" Sachie menghela nafas panjang sambil memandangi mobil bosnya yang semakin menjauh, lalu berjalan menuju rumah.

To be continue....