9 JOKER

Aku melompati halaman berisi foto si kelinci pirang. Mencari Joker lain untuk didahului. Halaman yang saat ini sedang aku lihat terpasang sebuah foto pemuda berumur 21 tahun. Tidak ada yang istimewa darinya, rambutnya hitam berombak, tidak ada ciri khusus. Tunggu, aku tarik kembali kata 'tidak ada yang istimewa'. Pemuda ini sangat istimewa. Dia seorang indigo. Manusia yang memiliki kemampuan tertentu untuk mengetahui lebih dalam alam lain.

Pemuda ini mungkin saja akan sangat merepotkan bagiku.

Aku menghela nafas panjang.. cukup satu halaman saja yang aku tumpuk, jika aku melewatkan jokerku yang ke 205 ini mungkin saja Shinigami akan datang padaku dan mengambil The Book of Joker dariku. Itu sangat berbahaya. Ya! Berbahaya, jika Karasu kehilangan The Book of Jokernya maka ia akan menjadi Owl. Makhluk yang sama tidak jelasnya dengan Karasu bedanya, Owl akan terus berburu para Joker secara acak hanya untuk kesenangan mereka, tidak ayal mereka juga menghabisi Joker yang seharusnya merupakan buruan Karasu.

Para Owl adalah ancaman bagi Karasu. Mereka bisa jadi merupakan penghalang bagi kami untuk menyelesaikan misi dan mendapatkan jalan termudah untuk mengabulkan satu harapan besar kami.

Para Owl yang malang. Mereka kehilangan jati diri, kehilangan ingatan, kehilangan tujuannya, dan kehilangan harapan. Tapi sebagai gantinya, mereka memiliki insting berburu yang kuat dan dapat dengan mudah berbaur dengan manusia. Mengerikan!

Aku saat ini sedang duduk di salah satu bangku taman dekat pohon momiji. Daun-daunnya sudah mulai menguning. Pandanganku mengedar, lalu berhenti pada seseorang yang duduk tidak jauh dariku, dia sedang sibuk dengan ponselnya. Pemuda itu adalah Jokerku yang ke 205.

Dia mengalungi sebuah kamera SLR di lehernya, dan sebuah tas ransel yang ia letakkan sembarang di sisinya. Kulitnya sedikit gelap untuk ukuran orang Jepang pada umumnya. Belasan menit aku memperhatikannya, dia sama sekali tidak bergerak dari tempatnya bahkan untuk bergeser atau sekadar menggaruk bagian tubuh. Matanya yang hitam kelam menatap lekat-lekat layar ponselnya.

"Apakah ada yang aneh denganku?" Katanya tiba-tiba. Membuatku terkejut dan tidak tahu harus bagaimana. "Kau bukan manusia kan?" Katanya lagi, pandangannya berpaling dari layar ponsel ke arahku. Matanya tajam menusuk. Instingku menyerukan tanda bahaya, bukan bahaya secara harfiah. Dia .. bukan orang jahat, tapi mungkin saja dia akan benar-benar sangat merepotkan.

"Ya" aku tidak mau terikat lebih lama dengannya, tugasku hanya menembakan peluruku tepat di lehernya. "aku datang untuk menyampaikan pesan" aku baru saja merogoh saku dalam mantel untuk meraih Gun milikku. Tapi tangan besar miliknya sudah menggenggam pergelangan tanganku.

"Ini aneh" katanya sambil tersenyum. Senyum yang tidak bisa aku pahami apa maksudnya. "Kau bukan bagian dari dunia nyata, tapi baru kali ini aku bisa menyentuh makhluk seperti dirimu. Kau itu apa?"

Mata kami bertemu, disana hanya ada warna hitam. Gelap dan kelam. Tidak seperti milik bocah kelinci pirang, Naoki. Mata ini mengintimidasi, seakan kau akan tersesat didalamnya dan terkurung disana. "Aku Karasu" jawabku singkat mencoba lepas dari tekanan ini. Sebagai makhluk yang hanya mengandalkan lebih banyak insting seperti ku, dia seperti pemburu.

"Kau bilang tadi ingin menyampaikan pesan?" Dia melepaskan tangannya dariku

"Ya, aku menyampaikan pesan kematian padamu untuk hari ini"

Dia terdiam kemudian tersenyum kecut "Aku akan mati hari ini ya?"

Dia tidak terlihat sedih, takut atau bahkan terkejut. Dia hanya kembali menatap layar ponselnya seakan kabar yang aku bawa ini tidak berarti apapun baginya. Entah kenapa aku merasa seperti orang bodoh.

"Hei! Kau akan mati tahu! Mati!"

"Iya iya, kau tadi sudah bilang kan" jawabnya santai sambil terus sibuk dengan ponselnya.

"Apa kau berpikir aku berbohong dan bercanda?!" Aku merasa kesal. Aku menodongkan Gunku padanya "Aku serius. Jadi tetap begitu selagi aku menembak oke"

Dia tidak bergeming, lalu perlahan ia menatapku "aku percaya. Aku pernah melihatmu dan makhluk yang sama denganmu" dia menyimpan ponselnya dalam tas ransel dan mulai menitik pusatkan perhatiannya padaku "aku sering melihat makhluk dengan penampilan sepertimu menebas seorang pejalan kaki yang sedang menyebrang dijalan, lalu beberapa hari lalu aku baru saja melihat kepala tetanggaku di tebas oleh sebuah gergaji mesin. Tapi anehnya kepalanya tidak terpotong, tidak ada darah.. hanya saja makhluk yang membawa gergaji mesin itu pergi begitu saja setelahnya"

"Ya itu Karasu. Dan aku salah satunya, lalu kau adalah Jokerku hari ini. Tenang saja ini tidak akan sakit"

"Jika begitu, apakah aku boleh mengajukan beberapa permintaan terakhir?" Nah kan? Aku penasaran permintaan merepotkan apa yang akan dia ajukan.

"Ya, silahkan"

Dia tersenyum. Sejujurnya aku merasa tidak ada salahnya jika dia melakukan beberapa permintaan egois. Karena setelah ini dia akan mati. Tidak akan bisa bertemu lagi dengan orang-orang berharga baginya, tidak akan bisa menikmati lagi makanan favoritnya, tidak akan lagi bisa melanjutkan mimpi-mimpinya.

"Baiklah ikut aku" katanya sambil meraih ranselnya dan beranjak pergi. Aku dengan patuh mengikutinya. Langkahnya cepat, kurasa karena kakinya yang panjang. Aku menebak tingginya sekitar 180 cm.

20 menit kami berjalan, akhirnya langkahnya berhenti di sebuah apartemen 2 lantai. Dia menoleh padaku sebentar lalu kembali berjalan, menaiki anak tangga apartemen itu. Apartemen 2 lantai itu, terdapat 5 pintu di masing-masing lantai. Aku masih terdiam di bawah melihat pemuda itu membuka pintu ke 3 dari kanan di lantai 2. Itu tempat tinggalnya.

Tunggu! Kenapa aku harus ikut kerumahnya?

"Oi tunggu apa? ayo masuk!" Pemuda itu berseru dari balkon lantai dua. Dia memperhatikan, dan baru kembali masuk setelah aku mulai berjalan. Pikiran negatif ku melayang kemana-mana. Hal aneh apa yang akan ia lakukan?

Ah.. ikuti saja!

Aku sudah berada di depan pintu apartemennya, mendorong sedikit pintu yang setengah terbuka. "Masuk" katanya dari dalam.

"Apa yang bisa aku lakukan?" Aku segan masuk lebih dalam. Hanya berdiri diantara ruang dapur dan pintu keluar.

"Kau lihat ruangan di depanmu kan?" Beberapa langkah di hadapanku memang ada sebuah ruangan kecil dengan pintu yang tertutup "Aku ingin kau membantuku, dan dimulai dari ruangan itu" aku benar-benar tidak mengerti. Aku memutar kenop pintunya dan mendorongnya pelan. Ini sebuah kamar mandi. Kamar mandi yang luarbiasa kotornya.

"Jadi maksudnya itu, KAU INGIN AKU MEMBERSIHKAN KAMAR MANDIMU?!" sungguh merepotkan!!

"Jangan menjerit-jerit dong. Berisik" dia menutup telinganya sambil mendekat kearah ku "iya, aku terlalu lemah untuk menggosok kerak-kerak mengerikan itu. Dan lagi aku akan mati, pemilik apartemen akan sedih jika aku meninggalkan apartemennya dalam keadaan kotor" ia memasang wajah sedih. Aku tahu itu hanya sandiwara saja!

Akhirnya aku tetap melakukannya. Bodoh!!

Baunya sungguh tidak enak! Lalu keraknya susah sekali hilang, mau berapa kali aku menggosoknya tetap saja tidak mau hilang. Setelah entah berapa jam aku berkutat dengan kamar mandi super itu, akhirnya bersih juga. Benar-benar tampak berbeda dari yang pertama aku melihatnya.

Aku keluar dari kamar mandi dengan perasaan lega. Melihatnya sedang berbaring di ranjang sambil sibuk dengan ponselnya, rasa legaku menguap entah kemana. "Aku sudah menyelesaikannya"

"Wah terimakasih" dia bicara tanpa menoleh "Sekalian ruangan lain ya" katanya enteng. Pandanganku mengedar ke seluruh ruangan, di sudut kanan ada dapur minimalis dengan washtafel penuh dengan piring dan mangkuk kotor, lalu di ruangan agak luas dengan sofa dan televisi besar berserakan kertas dan buku-buku di lantainya, belum lagi sampah bekas rokok dan kopi kaleng yang menggunung di atas meja.

"Dasar jorok!" Aku mencibir, tapi dia hanya balas tersenyum. Sial aku kesal sekali! Dan lagi aku tetap mengerjakannya. Membersihkan setiap sudut ruangan demi ruangan itu.

"Tolong juga ya" dia menunjuk tumpukan baju kotor di sudut dekat kamar mandi dan mesin cuci. Kau pikir apakah aku akan mencucinya? Tentu saja! Bahkan sekaligus menjemurnya di balkon.

"Itu juga ya" cucian piring. Ya ya.. aku mengerjakannya

"Tolong"

aku pergi ke seven eleven terdekat untuk membeli majalah jump terbaru Minggu ini.

"Tolong"

aku membuatkan omurice untuk makan siangnya.

"Tolong-"

"HENTIKAAAAN!!! kau pikir aku pelayanmu?!"

Sialan! Orang ini berani sekali mengerjaiku. Emosiku sudah ada di tahap mendidih dan sebentar lagi meledak. Mungkin sudah ..

"Tidak, tentu saja tidak. Hanya saja aku terlalu lelah untuk itu semua. Aku akan mati kan?"

"Sungguh tidak lucu"

"Aku tidak bergurau. Ini pemintaan terakhir" katanya serius

"Jika hal-hal remeh lagi yang kau minta. Aku akan langsung menembakmu"

"Jawab setiap pertanyaanku dengan jujur"

Apa itu? Apakah dia sedang mencoba mengulur waktu? Sungguh, seharian ini aku hanya bergelut dengannya. Kalau tidak dikerjai lalu apa lagi?. Jika tidak dengannya aku mungkin sudah menghabisi 4 atau 5 orang Joker. Sial.

"Oke!" Jawabku, lebih tepat disebut membentak daripada menjawab

"Apa kau ingat seorang wanita paruh baya yang kau habisi?"

"Ada banyak sekali.." aku masih kesal, dan entah apa tujuannya bertanya begitu.

"Pertengahan bulan Agustus, seorang wanita penjual dan pemilik kedai ramen. Apa kau ingat?" Mata tajamnya menatapku

Aku ingat, jelas aku ingat. Wanita yang dia maksud adalah bibi penjual ramen. Rasa sakit di dada setelah menghentikan masa hidupnya masih bisa aku rasakan hingga kini.

"Kau yang menghabisinya kan?" Dia bicara seakan aku pembunuh

"Kenapa kau bisa seyakin itu?"

"Aku melihatmu saat itu. Kau yang berlalu begitu saja setelah kau menembak wanita itu" aku tidak terkejut. Dia memang bisa melihat hal ghaib. Tentu saja dia bisa melihatku. Tapi apa hubungannya dengan bibi penjual ramen?

"Iya itu aku, kenapa?"

"Dia ibuku" wajahnya berubah sedih.

***

avataravatar
Nächstes Kapitel