Zara menyerah, panas matahari hari ini sangat menyengat. Ia melihat ke arah Farel yang dari tadi sudah duduk terlebih dahulu. Tadi cowok itu memang ikut berdiri lagi di sampingnya, namun tak membutuhkan waktu lama, dengan alasan bosan, Farel memilih duduk di belakang Zara.
"Kenapa? Kalo capek duduk aja, nggak akan ada yang lihat." Kata Farel.
Zara melihat sekeliling. Lalu ikut duduk di samping Farel. Zara mengusap keringat yang mengalir di keningnya. Lalu mengipas wajahnya dengan kedua tangannya. Rasa panas benar-benar menjalar ke seluruh tubuhnya.
"Dibilang suruh duduk dari tadi malah nggak mau. Untung aja lo nggak pingsan." Kata Farel sambil memperhatikan gadis itu dari samping.
Sedangkan Zara hanya diam saja, ia meluruskan kakinya yang juga terasa pegal. Baru kali ini Zara menjalani hukuman yang membuatnya begitu lelah. Tolong ingatkan Zara nanti untuk memarahi Alvaro, karena gara-gara kakaknya itu ia jadi mendapatkan hukuman.
"Tipe pacar lo kaya gimana sih, Ra?" Tanya Farel tiba-tiba.
Zara menatap Farel dengan tatapan bingung dan sedikit risih, karena cowok itu yang tiba-tiba saja menanyakan hal yang menurutnya tidak perlu dibahas.
"Emang kenapa lo tanya-tanya soal itu?" Zara balik bertanya.
Farel mengangkat bahunya acuh.
"Nggak papa, gue cuma mau memantaskan diri aja, biar bisa jadi pacar lo." Katanya.
Zara mengangkat satu alisnya lalu tertawa kecil.
"Gue bukan siapa-siapa. Gue juga nggak lebih baik dari lo kok. Jadi nggak usah pake memantaskan diri segala." Katanya.
"Kalo gitu gue mau tanya lagi sama lo, tipe cowok lo tuh gimana?"
Zara diam, dari penglihatan Farel sepertinya Zara sedang berpikir. Dia masih diam saja menunggu jawaban dari gadis itu.
"Kalo ngomongin soal tipe gue sih sebenarnya nggak ada ya, karena kalo udah nyaman sama seseorang pasti semua tipe-tipe yang udah kita rancang itu bakalan hilang." Jawab Zara.
"Karena menurut gue, nggak akan ada orang yang sesuai sama tipe kita. Ya mungkin ada sih beberapa, tapi kalo kita selalu nyari yang sesuai dengan kriteria, nggak bakalan dapat sih, mungkin iya dapat tapi nggak semudah itu." Lanjutnya.
Farel masih menatap Zara dari samping. Gadis itu benar-benar cantik, dari sudut manapun, Zara memang sangat cantik dan manis.
"Meskipun kaya gitu, tapi nggak menutup kemungkinan kalo lo nggak punya kriteria kan?" Tanya Farel.
Zara langsung mengangguk setuju. Ia arahkan matanya untuk melihat Farel.
"Iya ada. Tapi gue lebih milih cowok yang bisa bikin gue nyaman." Kata Zara.
"Lo suka sama cowok kaya gue nggak?"
Zara menatap Farel. "Maksudnya? Kaya lo gimana?"
Farel menarik napas panjang lalu menghembuskan pelan. Ia menatap lurus ke depan.
"Gue cowok yang suka bolos, suka rokok, suka balapan. Nggak kaya Farhan yang punya prestasi, punya jabatan ketua OSIS dan lainnya. Semua hal baik seolah berpihak sama dia." Kata Farel.
"Nggak. Lo salah kalo ngomong semua hal baik selalu berpihak sama dia. Semua tergantung dari kita sendiri Rel. Gue tau lo juga sebenarnya baik dan pintar, tapi karena tertutup sama tingkah lo yang, sorry ya, kurang baik itu. Hal itu bikin orang jadi berpandangan buruk sama lo." Kata Zara.
"Tapi gue emang orangnya kaya gini, Ra." Kata Farel sambil menatap Zara.
Gadis itu juga membalas tatapan mata Farel.
"Iya, gue tau lo kaya gimana." Katanya.
"Kalo gue pengen jadi pacar lo, apa gue harus berubah jadi lebih baik?" Tanya Farel.
Zara tersenyum kecil.
"Kenapa lo pengen jadi pacar gue?" Tanyanya balik.
"Gue suka sama lo." Jawab Farel.
"Terus yang bikin lo suka sama gue apa? Padahal disekolah ini banyak yang lebih dari gue." Kata Zara.
Farel menggelengkan kepalanya pelan.
"Gue nggak tau, yang pasti gue suka sama lo. Gue kagum sama lo yang benar-benar pintar itu." Katanya.
"Gue nggak sepintar itu Rel." Kata Zara mengelak.
"Oke, terserah kalo lo nggak percaya. Tapi sekali lagi gue tanya, kalo gue pengen jadi pacar lo, gue harus gimana?" Tanya Farel lagi.
"Nggak harus jadi gimana-gimana, cukup jadi diri lo sendiri aja." Jawab Zara.
"Emang lo mau punya pacar berandalan kaya gue gini? Gue suka balap loh." Katanya.
Zara tertawa pelan. "Gue tau lo suka balap. Terus kalo lo suka balap kenapa? Emangnya lo mau nurutin kemauan gue?" Tanyanya.
"Lo mau apa?" Tanya Farel.
Obrolan mereka benar-benar membuat mereka lupa jika sekarang mereka masih berada dibawah pohon. Bukannya menjalankan hukuman, mereka justru membahas tentang hal-hal yang menyangkut perasaan.
"Kalo gue bilang, lo harus berubah jadi lebih baik, apa lo mau?" Tanya Zara sambil menatap mata cowok didepannya itu.
"Oke. Gue bakalan berubah buat lo." Jawab Farel tanpa ragu.
Zara mengerutkan dahinya. Ia terkejut saat Farel dengan entengnya langsung meng'iya'kan kata-katanya.
"Nggak Rel, nggak perlu. Kalo emang mau berubah jadi lebih baik, mending buat diri lo sendiri aja, jangan buat orang lain." Kata Zara.
Farel menggeleng. "Nggak, gue bakalan berubah buat lo kok. Ada lagi nggak yang lo mau dari gue, biar gue bisa makin dekat sama lo?"
Zara menggeleng. "Kalo dari gue pribadi, gue bisa nerima cowok kaya gimana pun. Tapi ada satu orang yang mungkin akan jadi penghalang buat gue bisa pacaran sama cowok pilihan gue sendiri." Katanya sendu.
"Siapa?" Tanya Farel penasaran.
"Kakak gue." Jawab Zara singkat.
Farel mengangguk paham. Kemarin dia juga melihat sendiri, bagaimana cowok itu menjaga Zara agar tidak terlalu dekat dengan cowok-cowok yang ada disana.
"Dia nggak suka ya sama cowok kaya gue?" Tanya Farel.
"Bukan nggak suka. Tapi pandangan dia aja yang salah kalo menurut gue. Dia selalu lihat cowok-cowok yang suka balap itu pasti tingkah lakunya buruk, padahal nggak semuanya kaya gitu kan?" Kata Zara sambil menatap Farel.
Farel mengangguk. "Iya. Gue akuin sih, emang citra cowok yang suka balapan kaya gue gini pasti dipandang buruk. Mau gue lakuin hal baik apapun, pasti juga tetap buruk." Katanya.
"Makanya, kakak gue selalu larang gue buat dekat sama cowok-cowok kaya gitu." Kata Zara.
Zara terkejut saat tiba-tiba Farel memegang tangannya.
"Ra, temenin gue biar bisa berubah jadi lebih baik ya? Gue bakalan tunjukin ke kakak lo, kalo nggak semua cowok yang suka bolos, suka rokok atau mungkin suka balap itu buruk. Gue bakalan tunjukin sisi baiknya." Kata Farel dengan tatapan teduhnya.
Seolah terhipnotis oleh tatapan dari Farel, Zara langsung menganggukkan kepalanya.
"Tapi gue ingatin sekali lagi Rel, berubah buat diri lo sendiri, jangan buat orang lain. Takutnya kalo suatu saat orang yang jadi patokan lo berubah itu pergi, lo pasti bakalan kembali lagi ke semula. Semua usaha lo buat berubah pasti bakalan hilang gitu aja." Kata Zara.
Farel mengangguk. "Gue usahain biar lo nggak pergi dari gue." Katanya.
Zara hanya tersenyum saja. Dia tidak tahu jika hari ini mereka akan mengobrol dengan topik yang cukup sensitif seperti ini. Apalagi mengobrol dengan Farel, cowok yang dikenal cuek itu.
Sepertinya Zara mulai gila, karena ia merasakan jika detak jantungnya bekerja dengan cepat.
"Intinya, kalo jadi pacar Zara gue harus bisa hilangin semua kebiasaan buruk dan berubah jadi lebih baik." Kata Farel dengan yakin.
Zara yang berada disamping cowok itu hanya menggelengkan kepalanya pelan dan tersenyum.