webnovel

Greentea Latte

VOL 3. {Greentea Latte Destiny (21+)} = Bab 215 Badboy dingin yang memiliki penyesalan besar kini telah menjelma menjadi pria tampan dan mapan di usianya yang tergolong muda, yaitu 22 tahun. Di usia tersebut, dia telah menyelesaikan S1 di Oxford dan menjadi CEO dari perusahaan Fedrick Company, perusahaan yang bergerak di bidang kuliner paling besar se-Asia Tenggara. Sayangnya, di usia yang tergolong cukup muda itu, dia sudah menjadi duda sehingga dia mati rasa terhadap wanita. Afka menjalani hidupnya dengan monoton, tanpa cinta dan kasih sayang. Hanya ada kebencian yang besar dalam hatinya kepada seseorang. Hingga suatu hari, dia bertemu dengan seorang gadis cantik yang sangat mirip dengan mantan istrinya. Sialnya, Afka mengenal dengan baik gadis itu. VOL 1,2. {Greentea Latte (18+)} = Bab 1-214 Afka Fedrick, seorang badboy tampan ala novel yang memiliki sifat yang dingin. Dia memiliki penyesalan terbesar dalam hidupnya. Penyesalan yang berhasil membuat hidup cinta pertamanya hancur berantakan. Ghirel Sananta, seorang gadis yang tertatih selama hidupnya. Tak ada kebahagiaan dalam kamus Ghirel sampai Afka hadir dalam hidupnya. Sayangnya, kebahagiaan itu hanya sesaat. Afka kembali menurunkan hujan padanya. Hujan badai yang membuatnya hancur berkeping-keping. Afka adalah penyebab kehancurannya. Afka adalah sosok yang bertanggung jawab atas rasa sakitnya. bagaimana kelanjutan kisah cinta sepahit Greentea yang terjalin diantara lembutnya Latte tersebut? by Depaaac_

Depaaac_ · Teenager
Zu wenig Bewertungen
369 Chs

-10- Putus?

"Kenapa Af?" tanya Ghirel dengan tepukan pelan di bahu Afka sehingga membuat Afka sedikit terkejut. Afka berbalik menatap Ghirel yang sudah menampakkan raut wajah heran.

"Kok surat ini ada di kamu?"tanya Afka. Surat yang tadinya di meja sudah tergenggam sempurna di tangannya.

"Punya bunda, dia kerja disana. Kenapa?" bukannya menjawab, Ghirel malah balik bertanya. Ghirel menarik surat yang berhasil mencuri perhatian Afka. Surat yang membuat Afka seakan merasa bersalah dengan sendirinya.

"Sebagai?" tanya Afka lagi. Afka tahu, pertanyaan ini akan membuat hatinya semakin sakit tak menentu. Namun, ia rasa ada sesuatu yang mengharuskannya bertanya kepada gadis di depannya itu. Dan juga, ada sedikit rasa benci karena itu artinya ayahnya telah menemukan mereka sebelum Afka. Dan yang membuatnya benci, ayahnya tak berkata apapun kepada Afka.

"Udah mepet waktunya, sana mandi cepetan!" pinta Ghirel sembari menarik pergelangan tangan Afka. Bukan tak ingin menjawab, hanya saja Ghirel takut. Takut Afka akan risih saat mengetahuinya.

Afka lega sejenak saat Ghirel tak mencurigai semua pertanyaan aneh tersebut. Setelahnya, Afka menuruti perintah Ghirel sedemikian rupa. Selesai mandi dan berganti pakaian, Afka memakai sarung yang diberikan oleh Ghirel. Sarung milik ayahnya dulu. Afka sudah siap, begitupun dengan Junco. Sesaat mereka akan pergi ke masjid,

"Jie, salim sini sama calon Imam!" pinta Afka sembari menyodorkan tangan kanannya dan Ghirel yang sedang sibuk menyirami anggrek kesayangannya menurutinya saja dengan menggapai tangan Afka lalu menempelkan punggung tangan tersebut ke dahinya.

"Bego gak sih lo berdua? Ya Bang Afka batal lah wudhunya," celoteh Junco membuat mereka berdua tersadar lalu tertawa bersama setelahnya.

"Anjir bener," Ghirel tertawa terbahak-bahak hingga tersedak. Sedangkan Afka sudah menepuk jidatnya menyadari kebodohannya hari ini. Namun, akhirnya Afka kembali ke kamar mandi dan berwudhu.

Setelah wudhu lagi, mereka akan berangkat ke musholla. Ghirel tersenyum hangat melihatnya. Melihat kedua laki-laki yang sangat berharga baginya. Andai saja ditambah oleh ayahnya, maka lengkap sudah kebahagiaan Ghirel.

Senyuman Ghirel rupanya disadari oleh semasang mata elang milik Afka membuat Afka mengeryit heran, namun setelahnya ia menikmati wajah Ghirel. Memperhatikannya, dan bergumam dalam hati 'cantik'.

"Jangan senyum kaya gitu. Hati aku yang dingin ajah bisa meleleh, apalagi kutub selatan?" goda Afka membuat Ghirel malu.

Ghirel tersenyum simpul menyadari ucapan Afka. Pipinya merona bak menggunakan blush on. Ingin sekali memukul Afka jika tak mengingat bahwa laki-laki tersebut sudah ia batalkan wudhunya sebelumnya. Melihat keduanya, Ghirel jadi membayangkan suatu saat nanti dirinya menjadi istri Afka, sholat bersama, dan..... Suara bunda mengganggu khayalannya.

"Assalamualaikum , kok ngelamun Kak?kenapa?" tanya Bunda ketika baru memasuki halaman rumah melihat anaknya sedang tersenyum sendirian.

"Eh? Gakpapa bun" jawab Ghirel santai. Ghirel berbalik lalu melangkah memasuki rumah setelah meletakkan alat penyiram tanaman berwarna hijau yang tadi ia gunakan.

"Junco mana? Udh ke masjid?" tanya Bundanya sesaat memasuki rumah.

"Udah kok bun," Ghirel menjawab sembari memasuki kamar tidur lalu mulai berkecimpung dengan dunianya sendiri.

***

Disisi lain,kedua teman Ghirel sedang menikmati panasnya terik matahari karena terkena hukuman dari si Kapten Basket. Siapa lagi kalau bukan Afka Fedrick?

Hanya karena masalah sepele, yaitu terlambat datang saat ekstrakurikuler tadi pagi. Yah, di sekolah mereka hari jum'at tidak ada pelajaran. Satu hari penuh hanya diisi dengan kegiatan ekstrakurikuler saja. Kata pak kepala sekolah sih gini,

'Karna murid butuh refreshing'

Memang betul refreshing, tapi rasanya percuma saja. Bagaimana tidak? Di hari jumat karena tidak ada pelajaran, maka semua pasangan akan ngebucin di tempat terpencil sekolah.

Siska dan Tzuwi hanya terlambat sekitar 15 menit saja mendapat hukuman membersihkan lapangan basket beserta tribun penontonnya. Sialnya, Ghirel malah mesam mesem saat melihat Siska dan Tzuwi dimarahi mati-matian oleh Afka.

"Anjir emang Afka, sama cewe tega banget!" Tzuwi tak henti-hentinya mengoceh.

"Kayak ga kenal dia aja, kita mending diginiin, lo inget gak Keysa adik kelas yang katanya pacarnya dia aja disuruh beresin gudang sendirian. Terus kan tuh gudang belum rapi, masa paginya di suruh diulang?" Siska menimpali perkataan Tzuwi.

"Anjer, itu mending. Lah Bu Yeni? Guru ajah dia suruh nge pel lapangan cuma karna ngilangin absensi basket, padahal doi pembina. Tapi kalah sama pemimpin. Gila gak sih?" Tzuwi melanjutkan.

"Kasihan gue sama Ghirel nantinya," Siska yang teringat Ghirel segera duduk lemas di lapangan. Tzuwi mengekor dibelakangnya.

"Kasihan gundulmu, dia malah kesenengan gitu pas liat kita dihukum!" Tzuwi masih saja teringat dengan raut wajah Ghirel yang mengejek membuatnya ingin menerkamnya habis-habisan.

"Bales aja nanti. Tenang, selagi masih ada gue, Ghirel bisa teratasi," timpal Siska membuat Tzuwi mengangguk semangat. Mereka bersahabat, namun selalu saling membalas.

Jika tidak, maka tak akan ada yang namanya sebuah kenangan. Siska melanjutkan ucapannya yang sempat teralihkan tadi, "Afka tuh awalnya aja manis, tapi lama-kelamaan pahit. Gak punya hati dia emang." raut wajah Siska berubah menjadi datar.

"Kok lo tau Sis?"tanya Tzuwi heran.

"Karena gue mantannya," Damn! Siska keceplosan.

"Siska mulai ngaku-ngaku ya bund," kata Tzuwi.

Siska menelan ludahnya kasar,apa ini waktu yang tepat untuk mengakuinya? melihat Siska yang hanya diam membuat Tzuwi merasa janggal dan setelahnya gadis itu histeris, matanya melotot seperti akan loncat dari tempatnya. Tzuwi dan Ghirel memang sudah berteman lama sejak kelas 10.tapi tidak dengan Siska yang baru akrab dengan mereka -mengingat berbeda kelas, dari kelas11. Dan selama ini, Siska hanya menyinggung laki-laki tercintanya dengan sebutan X.

"KOK LO BARU NGASIH TAU SEKARANG? SERIUS? BERARTI,SI X ITU?" Tzuwi mengguncang bahu Siska kuat-kuat.

"Seriuslah. Salah lo sendiri gak tanya," jawab Siska sembari membuang tangan Tzuwi agar tak terus mengguncang bahunya. "Iya, X yang gue maksud Afka." ujar Siska lagi.

"Mana urus gue sama Afka,"balas Tzuwi dengan bahu terangkat.

"Gue gak mau ngasih tau karena malu. Malu gue kok bisa percaya sama cowo kayak Afka," tatapan Siska kosong menerawang ke langit-langit ruangan.

"Gitu juga lo sayang," ujar Tzuwi.

"Bodoh emang," balas Siska.

***

"Assalamualaikum," teriak Afka seperti orang kesetanan di depan rumah Ghirel. Junco yang merasa perbuatan Afka memalukan segera menutup kedua mulut Afka menggunakan tangannya. Entah sejak kapan mereka jadi dekat seperti ini.

"Waalaikumsalam, eh Junco. Itu temen kamu?" bunda muncul dibalik pintu rumah Ghirel dengan daster kesayangannya.

"Bukan bunda, itu temen Kak Ghirel," jawab Junco yang masih membekap mulut Afka menggunakan kedua tangannya. Afka meronta berusaha melepaskan tangan Junco yang masih setia di mulutnya. Dan dengan satu gigitan, tangan itu berhasil melayang entah kemana.

"Loh, Afka? Kok kamu?" bunda Ghirel membelalak terkejut dengan Afka yang sudah ada di depan rumahnya.

"Bude Raila? Bude, bundanya Ghirel?" tanya Afka dengan ekspresi sedikit terkejut. Dia tidak merasa dibodohi oleh ayahnya sendiri.

"Kamu, ngapain disini Afka?"tanya Bunda semakin heran.

"Aku, pacarnya Ghirel bude," sungguh, jadi selama ini ayahnya telah menyembunyikan semuanya dengan sangat baik.

"Hah?!" Raila terkejut. Ia tidak menyangka, sangat-sangat tidak menyangka anaknya berpacaran dengan anak dari bos nya sendiri. Yah, Raila belum lama ini bekerja sebagai office girl di salah satu restauran milik keluarga Afka.

Afka selalu ikut setiap ayahnya datang ke restaurant guna mengecek kondisi setiap bulannya. Inilah mengapa Afka jadi mengenal dan bahkan dekat dengan Raila. Dia pikir hanya Ghirel masa lalu yang berada di dekatnya, tetapi Bude Raila ternyata juga demikian.

***

Disinilah Raila dan Ghirel berada, di dalam kamar Raila. Kamar yang Ghirel hindari karna selalu mengingatkannya kepada sang ayah.

"Bunda mau kalian putus!"