Ali menatap iba ke arah kekasihnya. Dipeluknya Davina lebih erat lagi. Kesusahan Davina juga membuatnya ikut bersedih. Padahal mereka terhitung masih sangat muda untuk hal - hal tragis seperti ini.
"Jelas, dong. Aku akan nemenin kamu terus. Tapi kamu jangan acuhin aku. Semua akan kukasih ke kamu. Perhatian, sayang, cinta. Semua buat kamu," ucap Ali.
Davina kembali menangis dalam pelukan Ali. Hanya Ali yang mengerti dia. Ia ingin sekali bisa bersama Ali selamanya.
"Ali jangan tinggalin aku, ya?" ucap Davina.
"Iya, aku engga akan ninggalin kamu" ucap Ali .
"Janji?"
"Janji, dong," ucap Ali.
****
Rico sedang asyik nongkrong dengan teman sekelasnya. Ia tak sengaja melihat Ali dan Davina keluar dari perpustakaan.
Ali terlihat menggandeng tangan Davina, namun, saat sampai di persimpangan kelas, Davina melepaskan tangannya.
"Main kucing - kucingan ternyata," gumam Rico.
"Heh, mandi kucing? Wah, Rico parah. Masih jam berapa ini, Ric? Udah ngomongin mandi kucing segala." ucap Sapto.
"Apaan, sih? Otakmu ini jangan ngeres," sahut Rico.
Davina melintas di depan kelas Rico. Ia melihat bekas luka di kepala Davina. Rico tak mengatakan apapun, namun ia seperti memikirkan sesuatu.
***
Rico seharian memikirkan bekas luka yang ada di kepala Davina. Lukanya tak seberapa, namun begitu mengganjal di hatinya.
Saat ia menaiki motornya hendak pulang. Ia berpapasn dengan Ali yang juga hendak pulang.
Wajah Ali juga ada bekas luka memar. Dan cukup besar terlihat di wajahnya yang putih itu.
"Berantem?" tanya Rico sambil mengegas motornya mendekati Ali.
"Emangnya aku mesti cerita ke kamu, ya, Mas" ucap Ali.
"Ditanya baik - baik, kog, jawabannya begitu? Davina juga ada bekas lukanya, kan? Kalian berantem?" tanya Rico lagi.
"Bukan urusan kamu. Engga usah ngurusi urusan orang, deh, Mas. Urusi aja temen sekelas kamu yang suka ngancem Davina. Awas aja, ya. Kalau sampe ada apa - apa sama Davina. Aku engga akan tinggal diam." ucap Ali.
Ali segera bergegas naik motornya dan pergi meninggalkan Rico.
"Ada yang ngga beres sama hubungan mereka berdua, deh?" gumam Rico.
Tak berapa lama Davina keluar hendak pulang. Melihat Davina sendirian, Rico segera menghampirinya.
"Vina," panggil Rico.
Davina menoleh ke arah Rico. Satu senyuman singkat tersungging di bibir Davina. Seketika Rico terdiam.
Senyuman yang tak pernah ia lihat dari gadis ini sejak ia bertemu satu bulan yang lalu saat ia baru masuk kembali ke sekolah.
"Mas Rico," sapa Davina.
Rico tak menyahut sapaan Davina. Ia masih saja terdiam.
"Apaan, sih, manggil sendiri. Kog aku malah dicuekin?" gumam Davina kesal.
"Eeh, eh, sorry, sorry. Jangan marah. Tumben engga sama kekasih hatinya?"
"Engga apa - apa. Arah rumah kami, kan, emang beda," ucap Davina.
"Ya, kalau sayang, mau beda arah, beda keyakinan, beda alam pun harusnya dilakukan, dong," ledek Rico.
Davina merengut mendengar ucapan Rico yang menurutnya menyebalkan. Ia pun pergi begitu saja meninggalkan Rico.
"Eh, eh, mau ke mana? Aku anter pulang. Aduh, jangan ngambekan gitu, dong. Vina! Vin!"
***
Davina naik di belakang motor Rico. Rico memaksanya untuk naik ke atas motornya kalau tidak, ia akan terus menganggu Davina di sekolah.
"Mas, jangan begini, Aku engga enak sama Ali nanti," ucap Davina.
"Kenapa? Emangnya salah nganterin yang temen pulang sekolah?" tanya Rico dari atas motornya.
"Engga, aku cuma mau jaga perasaan dia aja," ucap Davina.
Rico tak mau mendengarkan ucapan Davina tentang Ali. Tangan Davina yang tak memegangi tubuhnya pun, ditariknya dan dilingkarkannya ke perutnya.
"Mas Rico!"
"Aku mau ngegas. Kalau kamu engga pegangan bahaya. Udah engga usah cerewet," sahut Rico.
Rico terus saja memegangi tangan Davina, sambil tangan kanannya berfokus pada gas motor. Beruntung dia memakai motor bebek sehingga tak terlalu sulit dengan satu stir saja.
"Mas, nyetir yang bener, deh. Aku takut," ucap Davina.
"Tapi jangan dilepas, ya?"
"Iya,"
Rico menuruti apa kata Davina. Dilepaskannya tangannya yang memegang tangan Davina agar tak melepaskan diri dari pegangannya.
Rico segera melajukan dengan kecepatan tinggi agar bisa segera sampai.
***
Tiba di rumah, Davina langsung turun dari motor Rico. Ia takut, ternyata ayahnya ada di depan rumah.
"Itu bapakmu?" tanya Rico.
"I - iya," Davina terlihat cemas harus bagaimana.
Namun mata Davina terbelalak, saat Rico mah menghampiri Dirman. Ia mengulurkan tangannya untuk menyalami Dirman, ayah Davina.
"Pak, saya Rico. Kakak kelasnya Davina," ucap Rico.
Davina sudah ketakutan karena Ali saja pernah menjadi korban kekerasan sang ayah. Namun tak disangka - sangka. Dirman mengulurkan tangannya dan menyambut tangan Rico.
Rico melakukan salim kepada ayah Davina.
"Makasih, udah antar anak bapak pulang," ucap Dirman.
Davina terkejut bukan main. Bagaimana bisa Rico bisa mencuri hati ayahnya.
"Suruh masuk temennya!" ujar Dirman.
Perlakuan macam apa ini? Ali tak mendapat perlakuan yang sama dari ayahnya. Tapi Rico, ayahnya begitu ramah padanya.
***
Hubungan Davina dan Ali berjalan lancar meskipun mereka harus kucing kucingan dari keluarga Davina.
Entah mengapa sang ayah tak suka Kepada Ali. Apakah karena ia pernah membela Ali. Atau hanya perasaan tak suka saja.
CUP!
sebuah kecupan lembut mendarat di pipi Davina.
"Ali!" pekik Davina saat ia sedang berada di kelas sendiri. Teman - temannya sudah pulang terlebih dahulu. Dan kesempatan ini digunakan untuk mereka bertemu sebelum pulang sekolah.
Suasana sekolah yang sudah sepi, pun membuat Ali berani mendekap tubuh Davina dengan begitu mesra.
"Nanti ada yang lihat Ali," ucap Davina.
"Engga ada," Ali tak mendengarkan Davina dan terus saja berusaha untuk mendekatkan bibirnya ke bibir Davina.
"Ali ... "
"Ssst, kita ngga bisa ketemu setelah kamu pulang. Kamu bilang kalau kamu ke rumahku, bapak kamu nyariin. Kita cuma bisa berduaan di sekolah," ucap Ali.
Ali tak bisa mengontrol dirinya. Bibir Davina bagaikan magnet untuknya. Meskipun Davina adalah pacar pertamanya. Kemampuan Ali memainkan bibirnya sangatlah lihai.
Apalagi kelas yang mereka tempati berada di ujung lorong. Hal itu membuat Ali semakin leluasa untuk bermesraan dengan kekasihnya itu.
"Ali!" Davina memekik saat ciuman Ali sudah turun ke lehernya dan tangan Ali sedang berusaha melepaskan kancing baju Davina.
"Sekali aja, ya, heum," bujuk Ali.
Davina menatap mata Ali. Pria itu sudah didera gejolak muda yang begitu memuncak. Tanpa sadar tangannya sudah masuk ke bagian kenyal milik Davina.
"Euuh, Ali ... " Pekikan Davina membuat Ali berhenti.
Ia melihat wajah Davina yang begitu polos. Tiba - tiba rasa bersalah muncul dalam benak Ali. Ia segera melepaskan tangannya.
"Maafin aku, Davina," ucap Ali.
"Ali ... "
"Aku selalu ngga bisa kontrol diri saat sama kamu," ucap Ali.
Bersambung ...