webnovel

GERIMIS SENDU

WARNING (21+)!!! Harap bijak memilih bacaan. Terdapat adegan yang mungkin kurang nyaman. Atau kurang cocok untuk pembaca di bawah 21 tahun. seorang gadis yang hidupnya penuh dengan cobaan yang sama sekali tak pernah ia ingin hal itu terjadi dalam hidupnya. lahir dan tumbuh di lingkungan keluarga yang selalu dipenuhi dengan kekerasan fisik maupun verbal. Ali, cowok satu angkatan yang jauh hati pada Davina meskipun awalnya mereka saling membencinya. Pria baik dan tulus pada Davina. Rico Hardinata, pria playboy yang punya segudang antrean wanita yang bisa dengan mudah ia dapatkan. Suatu ketika terjadi tragedi yang mengakibatkan kenangan indah akan masa sekolah berubah menjadi kenangan paling buruk untuk ketiganya.

YuiSakura · Urban
Zu wenig Bewertungen
400 Chs

Bakti Sosial

Davina merasa tak senang dengan balasan ucapan Ali. Sebenarnya, ia tak paham kenapa hubungannya dengan Ali jadi tak baik.

"Ali, kita udah sebulan putus. Kamu masih kesel?" tanya Davina.

"Nanyanya santai bener. Buat kamu hubungan kita engga ada artinya?" sahut Ali.

"Bukan begitu, Ali. Aku ... "

"Udah-lah, kita udah putus juga, kan? Engga usah dibahas," ucap Ali.

Ia segera pergi meninggalkan ruang UKS dengan perasaan kesal. Sementara Davina sendiri merasa amat bingung karena Ali sekarang berbeda.

"Kamu kenapa, sih, Ali?" gumam Davina.

"Oh, jadi itu mantan?" ucap Rico yang menghampiri Davina.

Davina tak menjawab kepada Rico dan berlalu begitu saja.

"Idih, ini cewek, rebel banget. Engga ada terimakasih sama sekali," ujar Rico.

Davina lantas masuk ke kelas dengan perasaan ambigu. Rasanya sakit, saat Ali memperlakukannya seperti itu. Dan lagi, ia juga harus menjalani hari - hari yang melelahkan di rumah.

"Darimana sih?" tanya Ratna yang sudah berada di kelas.

"Dari UKS," ucap Davina sambil menunjukkan luka di tangannya.

"Sakit?" tanya Ratna sambil melirik.

"Engga," sahut Davina cuek.

"Ihh, kamu, sih. Makanya jangan suka terabas - terabas aja," ucap Ratna.

"Oh, iya, sorry tadi. Aku beneran buru - buru tadi," ucap Davina.

"Ya, udah, sih," sahut Ratna.

Mereka pun melanjutkan hari itu dengan pelajaran seperti biasa. Davina selalu bisa mengikuti pelajaran dengan baik karena ia merupakan siswi pintar di kelas.

"Anak - anak! Selamat siang" sapa Pak Catur wali kelas mereka yang baru saja masuk.

"Siang, Pak!" sahut para siswa.

"Bapak mau kasih pengumuman, ya," ucap Pak Catur.

"Pengumuman apa, Pak?"

"Sabar, dong. Sekolah kita ini akan mengadakan bakti sosial di sebuah desa di daerah atas. Nah, akan diambil empat orang dari masing - masing siswa. Nanti Selama tiga hari, kita akan tinggal di sana. Dan membantu kegiatan bakti sosial di sana," ucap Pak Catur.

Para siswa, terdiam seketika. Acara seperti ini tentu saja tak menarik untuk mereka. Namun, ini adalah kegiatan tahunan yang dilakukan sekolah karena ini adalah agenda yayasan sekolah.

"Untuk, siswa perempuan otomatis ikut, ya. Kalian engga usah takut. Nanti ada guru - guru perempuan yang akan ikut," ucap Pak Catur.

Davina dah Ratna tak bisa mengelak sama sekali karena sudah ada kata-kata speed itu.

"Engga enak pasti," keluh Ratna.

***

Hari yang dinanti pun tiba.

Para Siswa perwakilan kelas masing - masing menaiki bus yang sudah disewa oleh pihak sekolah.

Davina dan Ratna masuk ke dalam bus yang memang diutamakan siswa perempuan. Namun karena jumlah siswa perempuan hanya dua puluh dalam tiga tingkat. Maka kekosongan kursi diisi oleh beberapa perwakilan siswa laki-laki.

"Ali!" sapa Ratna.

Ali menoleh ke arah Ratna dan tersenyum. Ia kemudian melirik singkat ke arah Davina yang menoleh ke arah kaca bus. Sama sekali tak peduli akan kedatangannya.

"Duduk sini aja," ucap Ratna sambil menunjuk kursi di belakang mereka yang masih kosong.

Karena malas mencari, Ali pun duduk di kursi itu. Ia mojok ke dekat kaca, tepat di belakang Davina.

"Vi, ada Ali," ucap Ratna.

"Ya, biarin aja," sahut Davina.

Ucapan Davina itu terdengar jelas oleh Ali. Dan cukup membuat Ali sedikit mengehela nafas kesal.

"Hallo, tomboi," sapa Rico yang baru masuk.

"Ya," sahut Davina santai.

"Idih, masih aja jual mahal. Aku duduk di belakang kamu, ya," ucap Rico.

"Terserah," sahut Davina.

Rico tersenyum dan duduk di kursi belakang Ratna dan Davina duduk. Itu berarti ada di sebelah Ali.

"Siapa, Vi?" tanya Ratna.

"Kakak kelas," sahut Davina.

"Oh,"

Ali melirik sinis ke arah Rico yang selalu tersenyum ke arah kepada Davina. Rico lantas mengeluarkan ponselnya lalu menyerahkan kepada Davina.

"Kasih nomer kamu," ucap Rico.

Davina tak menggubris Rico dan tetap menatap ke arah kaca.

"Hello," ucap Rico dengan nada cukup keras.

"Mas, bisa tenang engga, sih?" ucap Ali.

"Kenapa kamu yang sewot?" seru Rico.

"Rico!" panggil Bu Heni wali kelasnya.

"Oh, iya, Bu," sahut Rico sambil berdiri.

"Tolong bantu ibu data-in anak - anak, ya. Ini kertasnya," ucap Bu Heni.

"Oh, baik, Bu," ucap Rico yang kemudian mengambil kertas yang diberikan sang wali kelas.

Rico berdiri di depan dan memanggil nama yang ada di dalam kertas itu.

"Ali Imron!" panggil Rico.

"Hadir," sahut Ali santai.

"Ah, kamu," ucap Rico seraya memberikan check list ke nama Ali.

Beberapa nama, telah dipanggil oleh Rico. Namun, nama Davina tak dipanggil sama sekali.

"Kog, kamu dari tadi engga tunjuk tangan?" tanya Rico.

"Gimana mau tunjuk tangan, orang engga dipanggil," sahut Davina.

"Lah, kog bisa? Bu Heni, namanya masih ada yang kurang," lapor Rico kepada wali kelas.

"Hah, masa? Siapa yang belum?" tanya Bu Heni.

"Saya," sahut Davina.

"Oh, iya. Kamu siapa namanya, biar ibu catat," ucap Bu Heni.

"Davina, Bu," ucap Davina.

"Tulis, Rico," ucap Bu Heni.

"Siap, Bu," ucap Rico sambil mencatat nama Davina.

Kemudian mereka segera berangkat menuju ke desa yang akan menjadi tempat mereka melaksanakan bakti sosial.

"Eh, di Semarang ada daerah jauh dari mana - mana gini, ya?" gumam Ratna.

"Engga tahu," ucap Davina.

Baru kali ini Davina melihat pemandangan desa dengan banyak pepohonan dan juga sawah yang terhampar luas di depan matanya.

Senyum Davina tersungging lembut saat melihat pemandangan itu. Ali yang juga menatap ke arah kaca, tak sengaja melihat Davina tersenyum meski hanya tipis.

'Manis banget," batin Ali.

Bus pun berhenti di depan sebuah balai desa dan anak - anak segera turun.

"Berbaris dulu, anak - anak," ucap Pak Catur.

Mereka lantas mendapatkan pengarahan terlebih dahulu sebelum mereka memulai kegiatan bakti sosial.

"Sebelumnya bapak ucapkan terimakasih karena sudah bersedia ikut acara wajib tahun-an yang diadakan oleh yayasan sekolah kita. Kenapa sekolah kita selalu mengadakan acara ini? Acara semacam ini, akan punya banyak value bagi banyak orang. Kita bisa membantu di tempat ini. Sekaligus untuk menumbuhkan silahturahmi kepada sesama. Menolong ke sesama dan juga agar akrab ya, sesama murid. Makanya dari kelas satu sampai kelas tiga, di semua jurusan, kita undang semua," ucap Pak Catur.

Setelah hampir setengah jam Pak Catur memberikan wejangan untuk mereka semua, mereka lantas dipersilahkan untuk memasukkan barang - barang mereka ke kamar yang sudah dipersiapkan untuk mereka.

"Vin, aku bawa banyak snack. Kamu mau, ngga?" tanya Ratna sambil mengeluarkan jajanan yang ia bawa.

"Engga, usah, Na," sahut Davina.

Gadis itu hanya membawa beberapa lembar pakaian dan uang dua puluh ribu pemberian ibunya.

"Engga apa - apa. Kamu, kan, engga pernah jajan kayak begini. Aku engga enak kalau aku makan sendiri," ucap Ratna.

"Taruh aja-lah. Entar kalau aku mau, aku ambil," ucap Davina.

Bersambung ...