webnovel

False Confession

INDONESIA: Sebuah pesan masuk di akun Facebook milik Arisa yang berisi ungkapan cinta dari teman satu klub Teater setelah 3 Minggu kelulusan. kegaduhan terjadi dikamar kosannya, dia gugup karena senang berlebihan sehingga merespon pertanyaan itu dengan pertanyaan lain namun disaat Arisa siap mengutarakan perasaannya yang sama , suatu pesan muncul lagi, '' kau pasti berpikir ini seperti hinaan bagimu'' tulisan berbahasa Inggris itu diartikan demikian oleh Arisa. '' Hah????! bagaimana bisa dia seenaknya menyimpulkan?!'' ENGLISH: after 3 weeks after graduation from senior high school, a message comes up on Arisa's Facebook account containing a confession of love from a theater club friend there was a commotion in her boarding room, she was nervous because she was very happy, what a stupid reaction, she responded to the question with another question, she pretending not to understand so she can make chat keep going, but it was a wrong decision , when Arisa was ready to tell her true feelings, a message popped up again, ''You must think this is like an insult to you'' he said '' Hah????! how can he just jump to conclusions?!''

NameGenku · Fantasie
Zu wenig Bewertungen
7 Chs

Persiapan (chapter 4)

Air mataku terus mengalir, alangkah sulit menghentikan tangis ketika beban hati telah memuncak.

Aku menangis sepuasanya, aku melupakan segala usahaku, menutupi kekecewaanku selama ini. Ah.. Mungkin karena malam yang gelap ini, sehingga aku tak perlu khawatir bagaimana aku terlihat di mata Zulen.

Atau mungkin aku sudah tidak memikirkan tentang perasaanya saat melihatku yang demikian mengecewakan.

Sambil memutar badan, tanpa memberi aba-aba aku mulai berjalan, menjauhi sosok zulen yang satu ini.Ada rasa harap dia mengejarku, dan menjelasakan bahwa dirinya telah salah.

Aku berjalan tetap bersama pikiran yang seperti itu.Semakin jauh aku berjalan, semakin tipis pengharapanku. Laki-laki itu tetap tak berbuat apapun. Aku berniat menghajarnya sampai babak belur. Tapi karena belas kasihku aku tak mampu. Bagaimana mungkin aku melukainya.

Di detik berikutnya aku membuang harga diriku karena kalah dengan rasa penasaran yang tidak tertahankan. Aku menoleh kebelakang, setelah membersihkan jejak tangis di wajahku yang lembab. Segera aku kembali ke arah Zulen, tapi tak ada apapun disana. Dia pergi. Dia pergi begitu saja, tanpa berusaha atau setidaknya menunjukkan wajah tak enak hati.

Luar biasa.

'' Zulen. Kau... '' pada detik itu ia menyadari bahwa bagi Zulen dia bukan orang penting

Arisa tak bisa menyelesaikan ucapannya. Sesuatu dalam dirinya, panas. Membuatnya serasa mau muntah. Kemarahan memakan semua rasa kasih yang terpendam selama hampir tiga tahun tersebut.

Arisa mengerti banyak hal malam ini. Tentang perasaan Zulen, tentang Uchiwa dan tentang dirinya.

Ia benar-benar tersiak-siak, malu dan sakit hati. Entah apa yang merasuki Arisa, setelah puas menangis malam itu dengan terburu-buru dia kembali ke kamar anak perempuan , semua melihat matanya yang merah dan bengkak namun tak ada yang berani untuk bertanya. Setelah mengambil selimut dan kasur lipat miliknya. Arisa membungkus tubuhnya menyelimuti tanpa ada satupun yang terlewat.

Matanya tetap terbuka.Dalam hati ia berbisik

'' aku sudah bodoh selama ini''

Arisa tenggelam dalam pemikiran-pemikiran setelah semakin lelah

Arisa tidur dengan tenang seperti tidak terjadi apapun.

...

Suara alaram, membuat Arisa terjaga, Matanya tetap tertutup namun tangannya sibuk mencari benda yang menimbulkan bunyi yang mengganggu tidurnya.

Pada usaha kesekian, tangan Arisa menemukan benda penganggu itu, sambil membuka sebelah matanya sedikit, Sebelum dia ingin mematikan alaram menggangu itu tangan seseorang menjauhi benda itu.

'' bangun..mau jam berapa bangun? Bangun sana!'' Uchiwa menarik selimut yang menutupi Arisa dengan kasar

'' ya ampun! Sabar dong'' pekik Arisa akibat serangan brutal Uchiwa.

'' haha , dasar ..'' Uchiwa terkekeh

Arisa bangkit kemudian duduk, menyadarkan diri sepenuhnya.

'' di belakang pada gaduh'' kata Uchiwa memulai obrolan

'' hah, kenapa? '' Arisa mengedipkan kelopak matanya berulang-ulang demi menghilangkan ngantuk.

'' kita di kasih kerang sama penduduk sini, tapi banyak nggak ngerti masaknya', soalnya jarang lihat''

Arisa diam saja, sensasi setelah menangis masih kentara pada matanya. Bibirnya dan tenggorokannya terasa begitu kering. Arisa berniat mengambil air ke bawah, mencuci wajahnya, sekalian melihat benda apa yang membuat kebingungan orang-orang kelas.

Arisa membereskan tempat tidurnya, melipatnya dengan rapi, mengganti baju semalam dengan baju yang baru.

Uchiwa duduk saja memperhatikan.

'' lihat kesana '' perintah Arisa

Uchiwa memutar badan, menuruti instruksi Arisa

" ini kalung apaan sih.setelah pulang akan ku buang'' niat Arisa

Setelah siap Arisa memberitahu Uchiwa bahwa telah selesai berganti pakaian.

'' ayo kebawah'' sambil mengepit tas kecil berisi sikat gigi, sabun wajah dan bedak bayi ,handuk kecil, serta sisir ia mengajak Uchiwa kembali kebawah.

''.... ''

Sambil mengerenyitkan dahi, Uchiwa memberi pandangan yang menyipit menandakan kecurigaan akan sesuatu yang disembunyikan oleh Arisa.

'' kenapa? Ah.. ya..terima kasih sudah menjemputku'' tawa canggung diberikan oleh Arisa

Arisa berlagak tak terjadi apapun. Jelas menghindari perihal kejadian semalam atau pura-pura tidak memikirkannya, sekarang ia fokus untuk bersikap biasa.

Uchiwa melihat ke arah Arisa dengan menyimpan tatapan bermakna ''apa yang terjadi semalam'' namun ketika mata mereka bertemu Arisa menghindar. Uchiwa menghela napas.

'' yuk, turun'' Uchiwa menuruni anak tangga pertama lalu diikuti Arisa dari belakang. Arisa memberi jarak antara dirinya dengan Uchiwa sekitar 10 tangga, sehingga ia dapat melihat sosok teman kelasnya yang paling dekat dengannya selama tiga tahun ini lebih Meluas. pengelihatan Arisa tertuju pada sebuah gambar api kecil pada punggung sahabatnya, namun pikiran Arisa berada di jalur yang lain.

'' dia benar-benar Uchiwa yang aku tau, semua ciri fisik, suara dan kebiasaan. tapi kata Zulen berambut putih ,ini dunia bukan seharusnya aku berada.kenapa pula aku bisa kesini jika disini bukan tempat yang benar?! ''

'' apa ada yang salah dengan ingatanku '' pikir Arisa sambil menggigit sedikit bawah bibirnya karena gelisah.

'' hei kakimu berhenti tuh'' Uchiwa memanggil Arisa yang berhenti dengan tampang kusam

'' oh,.. ah.. '' mereka kembali berjalan menuju dapur.

Sesampainya di belakang dapur, para murid-murid kelas sibuk untuk menyiapkan makanan.namun pemberian penduduk lokal belum terjamah.

Arisa yang sudah mencuci muka dan merapikan rambutnya, melihat ke dalam sebuah baskom kecil berisi kerang-kerangan.

'' kersip dan remis...'' ucap Arisa lirih namun dapat tangkap oleh Uchiwa

'' kersip dan remis, oh itu ya namanya.. '' ulang Uchiwa

Namun Arisa buru-buru memperbaiki kata-katanya.

'' oh.. itu di tempat asalku menyebutnya begitu, tapi aku nggak tau bahasa disini menyebutnya apa, ta.. tapi ini enak loh'' ujar Arisa sedikit gagap.

Uchi menemukan ide bagus

'' aku kira ini siput seperti bekicot ukuran kecil.. hm. pernah masak ini dong?''

Arisa mengangguk, lalu ia tersadar rencana suci.

'' eh.. jangan '' Arisa merangkul tangan Uchiwa agar rencana yang dipikirkan tidak terlaksana

Sambil mengambil suara dari penapasan perut yang berhasil menimbulkan suara lebih kencang dan jelas dari biasa, Uchiwa mengumumkan sesuatu.

'' dengar semuanya, Arisa bisa masak Siput yang di berikan sama penduduk disini tadi loh'' ujar Uchi lantang membuat semuanya mengarah kepada Arisa

Arisa yang panik, menunduk terus mengupat dalam hati seraya meremas ujung kain baju yang dipakainya.

'' dasar Uchi sejak kapan kau jadi ember begini?!! Ngomong-ngomong hal yang begini juga nggak pernah terjadi sebelumnya atau pernah?! Ah nggak tau ah!''

Seakan-akan menerima tugas besar, Arisa akhirnya berkata dengan ragu-ragu.

'' baiklah aku akan memasak ini untuk kalian''

Mereka bersorak, Bu guru terlihat senang, namun diantara banyak orang yang berkumpul dibelakang, Arisa tidak menemukan sosok Zulen. Sambil menelusuri tiap sudut dan menebak-nebak punggung orang-orang yang ada disana ia berkesimpulan Zulen masih belum keluar dari kamar tidur murid laki-laki.

"Apa ada palu?'' tanya Arisa

Uchiwa yang mendengar itu langsung meluncur mencari Palu, ia tampak paling bersemangat pada pemberian penduduk sekitar penginapan.

'' palu?untuk apa?'' tanya Nurul

'' oh, nggak harus palu sih, yang penting bisa hancurkan bagian ujung cangkang, jadi ketika masak bisa di hisap keluar isi siputnya ''

Wajah Nurul kelihatan terganggu, ia membayangkan betapa menjijikan itu.

'' ih.. '' wajahnya mengekspresikan apa yang dipikirkan

Arisa yang merasa hal itu sedikit menyinggung memilih tidak melihat ke arah Nurul yang berkata demikian karena tidak menyukai perkataannya.

'' nih palu'' Uchi yang membantu Arisa menemukan benda-benda yang Arisa butuhkan. Arisa mengambil palu pemberian Uchi lalu mulai memukul kersip, ia meminta pada temannya yang lain untuk mencuci remis dan merebusnya.

Uchi melirik ke arah Nurul yang masih memasang wajah tak suka pada benda yang dipegang oleh Arisa

Dengan nada menasihati Uchi berkata begini

'' kalau nggak suka, nggak usah gitu sikapnya, tingkahmu menyinggung orang yang suka memakannya''

Kemudian Uchi kembali pada Arisa, menyisahkan rasa jengkel pada hati Nurul. Sebenarnya Arisa mendengar ucapan Uchiwa yang baginya terasa seperti pertolongan yang menambahkan senang pada teman yang satu itu.

Setelah selesai palu, mencuci kersip, remis yang sudah di rebus, memarut kelapa untuk kuah, menyiapkan rempah, menambahkan sayur Selada air yang juga diberikan oleh masyarakat sekitar, proses memasakpun di mulai.

Beberapa teman memperhatikan Arisa dengan cermat, membuat wajah Arisa memerah sedikit.

Pertama Arisa meletakan santan kelapa yang sudah diperas, memasukan bumbu rempah yaitu cabe, lengkuas, jahe merah, kunyit dan bawang merah, mengaduk dan menunggu kuah santan itu sampai mendidih lalu memasukan selada air, remis dan kersip kedalam kuah yang mendidih tadi selanjutnya ditutup.

'' nggak kepenuhan?'' tanya Uchi sedikit khawatir

Arisa kembali tersenyum

"Nanti selada airnya menyusut'' membuat Uchiwa berkurang rasa cemasnya

Anak- anak yang sudah lapar mulai berdatangan ke dapur, salah satunya adalah Zulen. Arisa yang sibuk memasak tidak menyadari hal tersebut. Sambil menimbang rasa akhirnya masakan tersebut diangkat. Zulen memperhatikan.

Arisa menjelaskan bagaimana cara memakan kersip dan remis kepada teman-teman kelas serta wali kelasnya. Zulen menyadari satu hal yang mengacaukan kosentrasinya yaitu penampilan Arisa. Mata Arisa nampak bengkak ditambah wajah sedih yang melekat, akhirnya Zulen tidak memiliki ruang untuk mendengarkan penjelasan gadis itu, juga tidak bisa meniru arahan gadis berambut oranye kemerahan tersebut untuk duduk karena sebentar lagi mereka akan melaksanakan sarapan bersama.

'' lihat Zulen, kenapa lagi dia? bengong kayak gitu'' Uchiwa menyenggol lengan Arisa sedikit

'' mana?... '' Arisa bertanya namun ia tetap sibuk pada yang lain

Uchiwa mengarahkan kepala Arisa agar pandangan Arisa ke arah tepat .

Napas Arisa tertahan sedikit. keteguhannya di uji ketika melihat sosok laki-laki yang membuatnya sedih namun di saat yang sama yang membantunya bertahan menjalankan hari selama ini.

'' .... Setelah diperhatikan dia berbeda dengan sosok semalam'' ucap Arisa lirih dengan spontan, Uchiwa yang mendengar hal itu tidak mengerti memilih diam.

'' duduk bareng yuk'' ajak Arisa , Uchiwa hanya mengangguk menuruti sembari merasa keanehan menjalar pada gerik Arisa.

"kau... ''

''hm? '' Arisa mendengarkan

''... hei jangan terlalu menempel padaku aku tidak bisa bergerak uhhh.. '' uchiwa mendorong badan Arisa sedikit sambil berujar demikian dengan nada bercanda.

Arisa menatap dengan wajah minta belas kasih.

'' haah apa yang harus kulakukan tentang mu.." sembari menghela napas uchi bergegas mencari tempat duduk strategis dengan lengan dirangkul.

Setelah semua siap mereka pun bergegas makan.

'' nanti setelah makan, dan beres-beres kita akan langsung pulang ke kota''

''baik Bu... '' jawab murid-murid

saat sarapan suasana menjadi riuh, selama itu pula mereka bertiga Arisa, Zulen, dan Uchiwa dipenuhi pertanyaan dalam hati mereka. Mereka jawab sendiri dan kemudian mereka sanggah kembali. sehingga tanpa disadari oleh ketiganya, mereka menghindari pandangan satu sama lain dengan tenang tanpa satupun menunjukan keganjalan.