webnovel

Ethan dan Rosalia

Terdengar suara lonceng di seluruh penjuru sekolah. Para murid bergegas memasuki kelas masing-masing lalu mengambil dan menduduki bangku mereka.

Beberapa saat usai suara itu menggema pada segala sudut, seorang wanita tua masuk ke dalam kelas.

"Hari ini, kita kedatangan siswi baru."

Perhatian seluruh murid terarah menuju wanita itu. Sang guru lalu memberi isyarat kepada seseorang yang berada di depan pintu agar segera masuk.

Seorang gadis pun melangkah memasuki kelas. Sempat ia diiringi oleh kedua penjaganya, tetapi segera ia tegur mereka untuk diam di depan kelas saja.

"Silakan perkenalkan dirimu."

Sebelum menuruti perkataan wanita itu, gadis tersebut menundukkan kepala serta menjepit kedua sisi rok gaun lolita-nya dengan anggun.

"Nama saya Charlotte Fang Miles. Saya berasal dari keluarga terhormat pada negeri jauh di barat sana. Salam kenal, semuanya."

Senyum yang disunggingkan olehnya ketika perkenalan membuat seisi kelas terpana. Kecantikan serta keramahannya membuat semua hati di sana terasa sejuk entah bagaimana.

"Nah, di sana ada kursi kosong. Duduklah di sana dengan …. Ugh, entah kenapa Ibu tidak bisa mengingat siapa nama laki-laki yang duduk di sebelah kursi itu."

Charlotte tertawa kecil sebelum pergi ke kursi yang ditunjuk oleh wanita tua tadi. Duduk di sana, ia menoleh dan memberi senyum manis pada laki-laki di sebelah.

"Salam kenal, emm …."

"Indra. Salam kenal, Charlotte."

Laki-laki berkacamata dan berambut hitam agak panjang yang duduk di sebelahnya memperkenalkan diri dengan tenang serta mengembalikan senyum ramah.

Gadis berpakaian lolita hitam itu cukup terkejut akan suatu hal. Namun, ia segera kembali tersenyum kemudiannya.

Pelajaran pun dimulai. Beberapa saat selama pelajaran berlangsung, pintu kelas tiba-tiba terbuka.

"Pagi."

"He-Hei! Ethan!" Ibu Guru terkejut dan segera menegur.

Seorang laki-laki berambut putih masuk melalui jalan itu. Ia berjalan memasuki kelas menuju bangku, tanpa mempedulikan panggilan dari wanita tua yang mengajar di kelas tersebut.

Sampai ke meja, ia pun meletakkan tas di atasnya dengan santai dan duduk pada kursi. Guru tadi hanya dapat membuang nafas panjang lalu melanjutkan pelajaran.

"Kamu kesiangan, ya, Ethan?"

"Tidak juga. Aku cuma malas datang awal."

Disambili tangan menyentuh headphone berwarna biru muda, laki-laki bermata beda sebelah itu menjawab gadis bertopi baret coklat di atas rambut pirangnya yang duduk meja belakang.

Waktu pun berlalu. Ethan tidur di kelasnya dan dibangunkan oleh Sophia serta mendapat teguran oleh guru beberapa kali. Hingga, jam istirahat akhirnya datang.

Ketika waktu itu tiba, guru pergi menuju ruangannya, sementara kebanyakan murid berbondong-bondong mengelilingi siswi baru.

Indra yang duduk di sebelahnya berdiri dari kursi, lalu keluar kelas bersama ketiga temannya yang berbincang dengannya tadi pagi.

Satu sisi lain, Ethan menaruh kakinya di atas meja dan meletakkan pergelangan tangan ke wajah. Kebiasaan buruknya itu sudah menjadi hal biasa bagi yang lain, jadi tidak ada yang menegurnya. Kecuali—

"… Sudah kukatakan berulang kali, 'kan? Untuk jangan tidur begitu."

Mendengarnya, Ethan megerutkan kening. Ia menurunkan kaki dan bangkit dari sandaran meja lalu berpaling dan menemukan gadis pirang tadi sedang membuka bekalnya yang dibawa dari rumah.

"Itu bukan urusanmu, Sophia."

"Itu termasuk urusanku, lho." Sophia mengacungkan sendoknya ke arah Ethan, "Sebagai ketua kelas, aku tidak bisa diam saja melihatmu. Bahkan saat kamu terlambat dan tidur seperti tadi."

Setelahnya, Ethan menutup mata untuk waktu yang lama. Ia lalu berdiri dan menyimpan tangan ke dalam saku celana sementara yang lain menyentuh headseat-nya.

"Hei, mau ke mana kamu?"

"Mencari tempat yang tenang. Setidaknya, tempat di mana tidak ada orang yang suka mengatur sepertimu," balas Ethan lalu pergi meninggalkan kelas.

***

Salah satu dari dua tangga penghubung antara lantai dua dan tiga terlihat kosong. Hanya ada sinar matahari dari jendela dan seorang laki-laki duduk di atasnya.

Laki-laki itu—Ethan—menyandarkan pipi ke kedua tangan dengan pandangan bosan terarah pada apa yang ada di lorong sepi.

"Akademi Bakat Paledrais. Sekolah yang hanya bisa dimasuki oleh mereka yang memiliki suatu bakat dan mendapat undangan langsung dari pihak sekolah."

Ethan membuang nafas kemudian.

"… Sekolah tanpa banyak aturan. Tidak ada seragam resmi untuk sekolah ini, jadi wajar jika ada yang pakaiannya gaun lolita atau jaket hitam sepertiku." Lagi-lagi, Ethan membuang nafasnya. Benar-benar kurang kerjaan.

"Kakak? Apa yang kamu lakukan di sini?"

Mendengar suara yang tidak asing, Ethan memalingkan wajah ke belakang, lalu mendapati seorang gadis antara 13 dan 14 tahunan berambut putih berjalan menuruni tangga.

"Orang cerewet lain malah datang …."

"Hmm? Apa Kakak mengatakan sesuatu?"

"Tidak, bukan apa-apa. Jangan dipikirkan." Ethan segera menggeleng.

Meski gadis tersebut sempat menjepit dagu dan memikirkan itu sambil menatap curiga Ethan, pada akhirnya ia memutuskan untuk melupakan hal tersebut dan duduk di samping kakak sepupunya.

"Rosalia dengar dari teman kelas Kakak, Kakak datang terlambat lagi. Kenapa? Bukankah Kakak sudah Rosalia bangunkan lebih awal?"

Pertanyaan yang diberikan Rosalia tidak segera mendapat jawaban. Ethan memalingkan wajah, seperti menghindar dari menjawab.

Namun, Rosalia tidak membiarkannya untuk menghindar. Ia mendekatkan wajah yang tersungging senyum, menunggu jawaban atas pertanyaannya.

"… Bukan apa-apa, jadi menjauh sana. Jangan terlalu dekat denganku," ucap Ethan yang mendorong wajah Rosalia agar tidak terlalu dekat dengannya.

"Eh~? Jawaban seperti itu tidak akan membuat siapa pun puas, tahu." Rosalia mengembungkan pipinya saat menegur.

Ethan lalu memalingkan wajah, menatap Rosalia dengan bosan. "Kau tidak punya teman di kelas, atau bagaimana? Setiap jam istirahat seperti ini kau saja selalu datang menggangguku."

"Hmm~" Rosalia mengarahkan mata ke langit-langit sekolah saat berpikir, "Punya, kok. Jelas. Tapi …" Rosalia kembali menatap Ethan, "Karena Kakak terlihat lebih kesepian, aku datang untuk menemanimu."

"… Kesepian? Aku?" Ethan mengarahkan pandangan ke bawah. "… Sepertinya memang benar. Terima kasih sudah mau menemaniku."

"Tidak apa-apa. Rosalia juga senang bersama Kakak. Meski ocehan Rosalia kadang tidak dipedulikan."

… Lalu, keduanya pun terdiam. Jatuh ke dalam pikiran masing-masing, mengenai hal yang berbeda.

Untuk waktu yang lama, Rosalia kembali berbicara :

"Apa Kakak ingat? Dulu, Rosalia pernah diselamatkan Kakak. Jika Kakak tidak ada saat itu, mungkin Rosalia tidak akan ada di sini."

"Kau berbicara soal apa? Aku tidak ingat apa pun soal menyelamatkanmu hingga membuatmu berhutang nyawa denganku."

Entah bagaimana, Rosalia tidak menjelaskan waktu mana yang ia maksud. Ia hanya diam sambil memeluk lutut.

"… Itu sudah lama sekali. Rosalia sendiri tidak ingat jelas, tapi … Rosalia tahu, kalau bukan karena Kakak, Rosalia tidak akan bisa berada di sini."

"Begitu? Yah, jika itu kau, maka aku pasti akan menolongmu. Kita adalah keluarga, meski sebatas sepupu." Ethan tersenyum tipis.

… Setelahnya, keheningan pun kembali di antara mereka. Ethan membiarkan Rosalia yang kini menyandarkan kepala di bahunya.

"Hmm? Apa yang terjadi?"

Saat bersandar di bahu Ethan, Rosalia mengangkat alis karena sinar matahari tiba-tiba hilang dan keadaan sekitar yang mulai menjadi gelap.

****

Pada tempat serba putih, pria berkepala aneh menatap layar biru yang tiba-tiba saja berubah menjadi merah dengan banyak tanda peringatan padanya.

<Segel telah rusak. Mereka kembali muncul ke dunia ini sekali lagi. Para Kesatria Suci, apa kalian sudah siap untuk petualangan di dunia lain sekali lagi?>

Layar tersebut hilang saat ia menutup itu dengan sekali tepukan tangan. Bersamaan, sesuatu naik dari lantai. Sebuah pedang.

<Di akhir perang kalian, nantikan aku, ya.>

Paledrais = Paradise

Bacanya cukup sama

Zikakecreators' thoughts
Nächstes Kapitel