webnovel

Dendam Di Atas Cinta

Autor: Fenichaan
Urban
Laufend · 17.9K Ansichten
  • 15 Kaps
    Inhalt
  • Bewertungen
  • NO.200+
    UNTERSTÜTZEN
Zusammenfassung

"Laura, saya akan menikah dengan perempuan lain." Seperti diterjang badai dan tertampar petir di siang hari, Laura tak bisa bergerak sedikitpun. Wanita berusia dua puluh lima tahun ini mematung. Tatapannya memandang lurus pada dinding restoran yang tengah mereka kunjungi. Mereka? Ya. Laura sedang bersama Edgar, kekasih yang menemaninya selama satu tahun belakangan ini. "Si-siapa, Mas? Terus hubungan kita, gimana?" Meski sesak, namun Laura tetap bertanya. Demi mendapat kepastian. "Maaf, hubungan kita harus berakhir sampai di sini." Runtuh sudah pertahanannya. Laura menangis setelah Edgar benar-benar pergi. Hubungan yang telah dibina dan dijaga baik-baik itu kandas di tengah jalan. Sejak awal Laura seharusnya melakukan persiapan, mengingat mereka terlahir dari kasta yang berbeda. "Tega kamu, Mas. Padahal kita udah merencanakan pernikahan." Luka, sakit dan perih yang Laura rasakan saat ini, menciptakan gumpalan dendam serta api amarah yang semakin membesar. Dan dari sinilah semuanya dimulai. Laura, wanita itu akan membalaskan dendam atas sakit hatinya malam ini.

Chapter 1Awal Pertemuan

"Edgar, kamu bisa bekerja dulu di tempat Om Dewantara."

"Apa, Pa? Tapi kenapa? Bukannya aku akan jadi pewaris perusahaan kita?"

Evan Mahendra, seorang pria berusia lima puluh tahun itu melepas kacamata yang bertengger di pangkal hidungnya sedari tadi. Dia menghela napas pelan, sembari terus menatap Edgar Sebastian, putra semata wayangnya.

"Perusahaan kita lagi nggak baik, Edgar. Sedang banyak kerugian yang kita alami. Semalam Om Dewantara yang menawarkan sama Papa, kalau kamu harus bekerja di sana untuk beberapa bulan. Karena rencananya, Om Dewantara akan memberi modal kepada perusahaan kita. Dan kami juga akan menjalin kerja sama."

Edgar mengacak rambutnya dan mendengkus. Dia tidak habis pikir, mengapa ayahnya bisa memiliki pemikiran seperti itu. Padahal secara logika, mereka bisa kembali maju tanpa membutuhkan bantuan siapapun. Apalagi sampai harus bekerja di perusahaan lain. Meski Dewantara adalah teman baik Evan, namun bisnis tetaplah bisnis.

"Pa, apa Papa nggak khawatir kalau aku kerja di tempat mereka? Apa Papa nggak takut, kalau nanti Om Dewantara justru berbuat licik sama perusahaan kita?"

Evan hanya tertawa seperti tanpa beban. "Kamu nggak usah takut, Edgar. Papa dan Om Dewantara sudah menyusun rencana, agar bisa menjadi perusahaan industri nomor satu di negeri ini."

Ahh ... Edgar sudah tidak bisa berkata-kata lagi. Dia hanya menuruti apa yang diminta Evan untuk bekerja di perusahaan milik keluarga Dewantara.

Pertemanan Evan dan Dewantara terjalin sejak lima tahun yang lalu. Keduanya sama-sama berasal dari orang biasa yang sukses di waktu yang tepat, di mana anak-anak mereka sudah dewasa dan siap untuk menjadi penerus.

Edgar yang masih belum menerima sepenuhnya segera angkat kaki dari kediamannya yang megah. Lelaki itu ingin menenangkan pikiran, agar tidak memiliki pemikiran negatif kepada sang ayah.

Keputusannya untuk tidak meneruskan sekolah di luar negeri karena ingin meneruskan perusahaan keluarga. Namun, Evan justru memiliki rencana lain, yang di mana Edgar sendiri tidak tahu seperti apa rencana yang akan dimainkan.

"Tolong beri saya wine." Dan di sinilah Edgar berada sekarang.

Tempat hiburan malam yang setiap harinya dipenuhi oleh orang-orang frustasi dan ingin membebaskan pikiran mereka. Dentuman musik yang memekakkan telinga membuat Edgar menoleh pada dance floor yang dipenuhi tubuh manusia yang tengah berlenggak lenggok.

Sebagai seorang pria yang normal, Edgar bersiul pelan, melihat puluhan bokong yang menari. Lelaki itu tersenyum penuh arti sambil menggeleng.

"Lo kenapa sih dugem tiap hari, hah? Lo nggak takut digrepe-grepe sama cowok?"

Kemudian tatapannya fokus pada dua orang gadis yang tengah bertengkar di tengah-tengah dance floor. Kedua mata Edgar menyipit, memperjelas penglihatannya.

"Lau, lo nggak tahu rasanya dugem, kan? Dugem itu bagus buat kesehatan mental lo."

"Lo jangan ngaco, Sarah. Ayo kita balik, lo tidur di apartemen gue aja, ya. Gue khawatir lo bakal digebukin sama nyokap lo."

"Permisi?"

Wanita dengan dress berwarna merah itu mengangkat wajah. Dahinya mengerut dan melangkah mundur, tatkala melihat pria yang tidak dia kenali berdiri di depannya.

"Siapa, ya?" tanya wanita itu, sambil menopang tubuh temannya yang sudah mabuk.

"Maaf, nama saya Edgar. Tadi saya liat, kalau Mbak-nya sedang kesusahan. Apa perlu saya bantu?"

Tidak ada jawaban untuk beberapa saat. Wanita dress merah itu memperhatikan penampilan Edgar dari ujung kaki hingga ujung kepala. Jika dilihat dari penampilan, pria itu tidak terlalu buruk dan tidak terlihat seperti orang jahat. Tapi ....

"Kenapa Mas menawarkan bantuan secara tiba-tiba? Apa Mas punya niat buruk sama kami?"

"Oh, tidak." Edgar menggeleng dengan cepat. "Saya hanya ingin membantu Mbak-nya. Liat, temen Mbak udah nggak sadarkan diri."

Wanita itu sedikit menunduk, memperhatikan wajah temannya yang sudah memerah dengan tubuh yang tak bisa ditegakkan lagi.

Dia meringis pelan. Tubuhnya yang mungil dan kurus mulai kewalahan menopang temannya yang tidak berdaya.

"Jasmin, bangun! Badan lo berat banget, anjir!"

Edgar yang peka langsung menarik wanita mabuk itu ke dalam pelukannya. "Biar saya aja. Kalian bawa mobil?"

Wanita tadi menggeleng. "Saya naik taksi."

"Kalau begitu, kita naik mobil saja aja. Kamu nggak usah khawatir, saya bukan orang jahat. Saya hanya ingin membantu. Mari." Edgar berjalan lebih dulu, sembari menggendong wanita yang sudah tak sadarkan diri tadi dengan gaya ala bridal style. Ini pertama kalinya dia bersikap seperti itu pada wanita yang tidak dikenal.

Tidak tahu mengapa, namun nalurinya merasa bahwa dia harus membantu mereka.

"Mas ... namanya siapa, ya?"

Pria itu sedikit menoleh dan tersenyum. "Nama saya Edgar. Kamu bisa panggil apa aja yang kamu mau."

"Saya Laura," balas wanita di samping Edgar. "Maaf, karena udah nuduh Mas Edgar orang jahat. Dan makasih juga, karena udah nolong kami."

"Tidak apa-apa. Tolong buka pintu belakangnya, Laura."

Laura bergerak cepat memenuhi instruksi Edgar. Dia melihat lelaki itu merebahkan Jasmin di kursi belakang dengan sangat hati-hati.

"Rumah kamu di mana?"

"Di Apartemen Jakarta Residence, Mas."

Edgar mengangguk, dia mempersilakan Laura untuk masuk.

Tidak ada percakapan yang terjadi setelah lima menit perjalanan mereka. Laura yang memang tidak se-terbuka itu terhadap pria, hanya bisa diam sembari memandangi jalanan Kota Jakarta yang masih saja ramai di malam hari.

"Kamu tinggal sendirian?" Hingga pada akhirnya, suara Edgar menginterupsi.

Laura menoleh dan mengangguk samar. "Iya, Mas. Saya tinggal sendiri di sini, karena orang tua saya ada di luar kota," jawabnya. Suara wanita itu terdengar lembut dan enak didengar. Mungkin bisa memikat semua pria yang ada di sekitarnya.

"Oh, gitu. Kamu sering ke bar?"

Kali ini Laura menggeleng. "Kebetulan temen saya lagi ulang tahun," dia menoleh ke belakang, bermaksud menunjukkan temannya pada Edgar. "Dan dia pengin ngerayain ulang tahunnya di bar. Tapi seperti yang kita liat, dia malah mabuk." Wanita itu menghela napas pelan dengan bahu melemas. Pusing sekali memang, mempunyai teman yang suka akan dunia malam.

"Hahaha .... "

Gelak tawa Edgar membuat dahi Laura mengerut bingung. Apa ada yang lucu?

"Namanya juga anak muda, Laura. Apalagi di kota besar seperti ini. Kalau minum-minum atau menikmati dunia malam, itu udah kebiasaan kami. Memangnya kamu sama dia baru temenan?"

"Nggak juga sih, Mas. Saya tahu kalau dia suka minum. Tapi ... kami cuma pergi berdua. Harusnya dia bisa menahan, supaya saya nggak kerepotan."

Seperti itulah asal usulnya. Untung saja Laura tidak terbiasa mabuk atau menari seperti apa yang Jasmin lakukan. Jika tidak, mungkin mereka akan berada di bar sampai besok pagi.

"Terima kasih ya, Mas." Laura melepas sabuk pengaman, setelah Edgar memarkirkan kendaraannya di depan gedung apartemen yang dia tempati.

Edgar keluar lebih dulu, untuk membantu Jasmin dan akan membawanya ke apartemen milik Laura.

"Biar saya antar. Kamu akan kewalahan kalau bawa dia sendirian."

Das könnte Ihnen auch gefallen

Pernikahan Elite Penuh Cinta: Suami Licik, Istri Manis Penyendiri

Wen Xuxu adalah seorang wanita ulet, berbakat, cerdas dan berani yang diasuh oleh keluarga Yan pada usia empat tahun ketika dia kehilangan kedua orang tuanya. Dibesarkan untuk menjadi penerus konglomerat besar, Yan Rusheng adalah seorang pria penyendiri, cerdas dan sombong yang merupakan seorang bujangan paling dicari di ibu kota. Meskipun tumbuh bersama, keduanya seperti saling memperlakukan dengan buruk. Wen Xuxu mengecap Yan Rusheng sebagai seorang yang berengsek dan penakluk wanita, sementara di mata Yan Rusheng, Wen Xuxu adalah seorang wanita pemarah. Seiring waktu, mereka saling jatuh cinta, tetapi mereka tetap menyembunyikan perasaan mereka satu sama lain. Karena sebuah nasib, mereka dipaksa untuk menikah. Dan tidak diketahui oleh orang lain dan Yan Rusheng, Wen Xuxu telah menyembunyikan rahasia yang mendalam selama bertahun-tahun .... Kata kunci: Kekasih masa kecil, Penakluk Wanita, Penyendiri, Belahan Jiwa, Pernikahan Paksa, Anak Yatim, Sekretaris Adegan Manis: Tiba-tiba, Wen Xuxu mengulurkan tangannya untuk mencengkeram dan menarik pergelangan tangan Yan Rusheng dengan paksa. Yan Rusheng tertangkap basah dan dia kehilangan pijakannya. Dia jatuh di tempat tidur dan kemudian napasnya melambat. Tuan Muda Yan takut bahwa dia mungkin kehilangan kendali atas dirinya dan melakukan sesuatu pada Wen Xuxu ... wanita yang dibencinya. Oleh karena itu dia buru-buru mengangkat kepalanya. Tetapi dia belum sempat bergerak menjauh ketika Wen Xuxu mengulurkan tangan dan melingkarkannya ke leher Yan Rusheng. "Jangan pergi."

Wei yang · Urban
4.7
1998 Chs

Nyonya Mengejutkan Identitasnya Seluruh Kota Lagi

Qiao Nian tinggal di rumah keluarga Qiao selama 18 tahun sebelum orang tua kandungnya menemukannya. Tiba-tiba, semua keluarga kaya di kota itu tahu bahwa keluarga Qiao memiliki anak perempuan palsu! Anak perempuan sejati dari keluarga yang berkecukupan pasti berbakat, lembut dan baik hati. Anak perempuan palsu pasti tidak akan bisa menguasai kemampuan apa pun dan tidak mencapai apa-apa. Semua orang ingin melihat betapa sengsaranya dia ketika dia harus kembali ke lembahnya setelah diusir dari keluarga kaya! Qiao Nian juga berpikir bahwa orang tua kandungnya adalah guru-guru miskin dari Kabupaten Luohe. Siapa sangka bahwa kakaknya mengendarai Phaeton yang harganya tiga ratus ribu yuan! Ayah kandungnya juga seorang profesor yang mengajar di Universitas Tsinghua! Bos besar dari keluarga penjahat itu menjadi penjilat dan membungkuk di depan kakeknya... Qiao Nian terperangah. Ehm... ini tidak sama dengan mengatakan ya! Setelah terbebas dari keluarga penjahat, Qiao Nian bisa menjadi dirinya sendiri. Dia adalah siswa terbaik dalam ujian masuk perguruan tinggi, bintang siaran langsung dan pewaris warisan budaya yang tak ternilai... Identitasnya terungkap dan ketika dia mulai muncul di pencarian teratas di kota, keluarga penjahat itu menjadi pucat. Anti-fans mengejek: Apa gunanya berpura-pura? Bukankah kamu hanya terus mengikuti kakakku setiap hari? Qiao Nian menjawab: Maaf tapi saya sudah punya pasangan. Kakak Sempurna: @Qiao Nian. Izinkan aku memperkenalkannya kepada semua orang. Ini adalah adikku. Kakek Kaya Raya: Cucu kesayanganku, kenapa kamu bekerja keras? Kalau kamu mau sepeda, kakek akan belikan untukmu! Orang kaya dan berpengaruh di Beijing menyebarkan rumor bahwa Master Wang menyembunyikan seorang istri di rumah mewahnya. Tidak peduli seberapa keras orang mencoba membujuknya, dia tak pernah membawanya keluar untuk bertemu orang lain. Jika ditanya, dia akan mengatakan kalimat yang sama. "Istri saya dari pedesaan dan dia pemalu." Itu sampai pada suatu hari ketika seseorang melihat Master Wang yang mulia dan dingin memegang pinggang ramping seorang gadis sambil bersembunyi di sudut dinding dan bergumam dengan mata merah. "Sayang, kapan kamu akan memberiku gelar?" [Anak perempuan palsu yang sebenarnya berasal dari keluarga kaya] + [Dua bos besar]

Brother Ling · Urban
Zu wenig Bewertungen
687 Chs

Bewertungen

  • Gesamtbewertung
  • Qualität des Schreibens
  • Aktualisierungsstabilität
  • Geschichtenentwicklung
  • Charakter-Design
  • Welthintergrund
Rezensionen
Beliebt
Neuest

UNTERSTÜTZEN